Selasa, 26 Oktober 2010

KISAH NABI YUSUF

KISAH NABI YUSUF

SANDIWARA KONTEMPORER

DI TULIS OLEH :
R U S Y A N T O
NIP. 500188987

SMP NEGERI 3 PETARUKAN
JALAN DESA KENDALSARI PETARUKAN PEMALANG

PRAKATA


Seni theater, sebagai salah satu cabang kesenian yang mempunyai arti sangat penting bagi pembinaan dan pengembangan cultur bangsa, patut mendapat perhatian dari para peminat-peminatnya, terutama dari lembaga-lembaga dan badan-badan yang bergerak di bidang kesenian, atau mempunyai hubungan dengan masalah-masalah ini.
Dengan bertitik tolak dari pengertian tersebut, sebagai seorang penggemar seni theater, penyusun sangat berminat ingin menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi pembangunan bidang ini. maka tersusunlah naskah sandiwara yang berjudul “YUSUF” dengan segala kekurangan-kekurangannya untuk untuk menambah kelengkapan khazanah naskah sandiwara Indonesia.
Sebagai kelahiran yang pertama, teks dari naskah sandiwara “YUSUF” ini sudah tentu jauh dari memuaskan. Namun penyusun merasa yakin bahwa sejalan dengan perkembangan dunia theater di masa-masa mendatang, teks “YUSUF” ini akan mengalami penyempurnaan sampai bisa mencapai mutu yang setaraf dengan tek sandiwara kelas dunia.
Maka dengan diiringi harapan atas kritik-kritik dan pandangan-pandangan dari para peminat seni theater, naskah sandiwara “YUSUF” ini dipersembahkan kepada masyarakat.
Naskah “YUSUF” ini memuat :
1. Kata Pengantar.
2. Synopsis “YUSUF”.
3. Susunan Personalia.
4. Teks Sandiwara “YUSUF”.
Demikian, semoga bermanfaat khususnya bagi para peminat, dan umumnya bagi masyarakat.


Penyusun,


KATA PENGANTAR


Kisah Yusuf versi Al-Qur'an yang saya susun menjadi satu naskah sandiwara ini mempunyai nilai universal yang sudah tersohor sejak dahulu kala di seluruh dunia. Di Indonesia, kisah Yusuf sudah menjadi kisah rakyat yang sudah mempunyai tempat di dalam hati, dianggap keramat dan bertuah. Dalam upacara selamatan yang diadakan pada waktu seorang isteri mengandung, pembacaan kisah Yusuf dianggap akan membawa pengaruh kepada bayi yang dikandung, yakni apabila bayi itu lelaki maka nanti akan menjadi anak yang tampan rupawan, dan kalau wanita akan menjadi gadis yang cantik jelita. Demikian besar / kisah Yusuf pada sebagian / pengaruh besar rakyat Indonesia, sehingga satu ayat suci Al-Qur'an yang mengandung arti sebagian kisah Yusuf, dianggap bisa berpengaruh untuk membuat seseorang tergila-gila, apabila ayat suci tersebut dibaca sambil berpuasa dengan niat khusus. Kisah kasih antara Zulaikha dan Yusuf menjadi perlambang cinta yang agung, suci dan abadi, sehingga menjadi ide-ide dan ungkapan-ungkapan dalam bahasa percintaan.
Sampai disinilah aspirasi masyarakat di Indonesia atas kisah Yusuf. Mutiara indah dan hikmah-hikmah yang banyak bertebaran di dalam rangkaian kisah itu, yang amat penting dan berguna bagi mempertinggi nilai-nilai hidup, telah dilupakan menggalinya.
Al-Qur'an telah menempatkan kisah Yusuf ini dalam rangking teratas di antara kisah-kisah lainnya. Akhsan El Qasas, the best story, atau kisah paling baik, demikian titel yang ditetapkan Al-Qur'an bagi kisah Yusuf. Sudah tentu titel tersebut bukanlah sekedar penghargaan yang bersifat reklamatis, tetapi memang mengandung arti yang sebenarnya sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam kisah itu.
Adalah tidak mungkin kita menjadi kritikus bagi keagungan sastra Al-Qur'an yang di dalamnya kisah Yusuf ini. Tetapi untuk menjadi aprisiator dari pada Al-Qur'an adalah terpuji dan dianjurkan.
Beberapa nilai dalam kisah Yusuf. Rangkaian peristiwa yang terjadi di dalam kisah Yusuf adalah fantasis. Seolah-olah merupakan dongeng yang di karang-karang belaka, seperti dongeng-dongeng yang terdapat dalam buku-buku : Seribu Satu Malam, Kulilah dan Dimnah, Khayyi anak Yaqdhon, dalam kasusasteraan Arab, dan seperti legenda-legenda di dalam kasusastraan setiap bangsa, di Barat maupun di Timur. Perbedaanya ialah bahwa kejadian-kejadian di dalam kisah Yusuf adalah nyata dan tokoh-tokohnya adalah benar-benar ada, sedang di dalam kisah-kisah fiction semua adalah karangan belaka yang diadakan sesuai dengan kebutuhan dari dunia pendidikan. Sebagaimana dikatakan oleh ahli-ahli pendidikan bahwa kisah-kisah fantasi dan khayaliy sangat diperlukan dalam pendidikan masa anak-anak untuk membangun dan membangkitkan daya khayal mereka agar dimasa depannya kelak menjadi ahli pikir yang hebat. Dengan perbedaan antara true story dan fitif story, maka pengaruh kisah Yusuf ini akan jauh lebih hebat pengaruhnya pada jiwa. Demikianlah nilai kisah Yusuf dari segi fantasisnya. Mengenai segi factuilnya yang merupakan mutiara dalam rangkaian sejarah umat manusia, sudah tentu kisah ini merupakan informasi sejarah yang tek ternilai.
Segi-segi yang tercakup. Hampir semua segi kehidupan turut diexpose dalam kisah Yusuf, ialah antara lain :
Segi Kekeluargaan : hubungan kekeluargaan dalam keluarga Ya’kub, keluarga Potifar, keluarga Yusuf – Zulaikha
Segi Rumah Tangga : rumah tangga Potifar – Zulaikha
Segi Kemasyarakatan : pelayanan Yusuf kepada rakyat Mesir dan sekitarnya.
Segi Kenegaraan : Raja Rianus, Wazir Besar, keamanan dan kemakmuran di Mesir
Beberapa aspek penting : beberapa aspek penting juga turut tercakup dalam kisah ini, antara lain :
Aspek Pendidikan : bimbingan Ya’kub kepada putera-puteranya.
Aspek Moral : Affair di rumah Potifar, sikap mental wanita-wanita ternama terhadap Yusuf, sikap Yusuf terhadap godaan Zulaikha dan terhadap wanita-wanita lainnya, respeknya kepada potifar dan penyantunan kepada saudara-saudaranya.
Aspek Hukum : penyelesaian atas affair di rumah Potifar, hukuman terhadap Habaz dan Sarabaz.
Aspek Politik : Keikhlasan Yusuf menyantuni rakyat dan pengampunannya kepada Yuda Cs.
Problema-problema: ada beberapa problema penting yang sering muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di ketengahkan dalam kisah Yusuf.
Problem Cinta : Kisah-kisah antara Yusuf dengan Zulaikha dengan segala lika-likunya.
Problem cinta ini, karena sifatnya, lalu menjadi topik dalam lakon ini.
Problem Ekonomi : Menghadapi musim paceklik panjang yang menimpa rakyat Mesir dan sekitarnya.
Problem Sex : Akibat hubungan dingin antara Zulaika dengan Potifar.
Unsur-unsur penting: Di samping beberapa segi dan problema kehidupan seperti tersebut di atas, kisah ini mengandung tiga unsur penting.
Unsur Ilmu Pengetahuan: Soal-soal mimpi, mimpi Yusuf tentang bintang, bulan dan matahari, mimpi Habaz dan Sarabaz dan mimpi Raja Rianus, Ta'wil mimpi dan hubungannya dengan jiwa dan peristiwa.
Unsur Moral : Sikap Yusuf menghadapi "Bomb" asmara, respeknya kepada Potifar, responya kepada Yuda Cs, Ta'dhimnya kepada kedua orang tua, dedikasinya kepada rakyat dan negara, sportifitas Zulaikha di depan Raja dan respeknya kepada Yusuf di dalam penjara, semua itu merupakan moral positif. Sikap pertama Yuda Cs, pada Yusuf, sikap wanita-wanita terhadap Yusuf, frustasi didamam rumah tangga Potifar, yang merupakan moral negatif.
Unsur Agama : Bimbingan Ya'kub kepada anak-anaknya, doa Yusuf kepada narapidana dalam penjara.
Nilai-nilai ada dua nilai yang memperindah kisah Yusuf ini, yaitu :
Nilai Ethic : Kesabaran Ya'kub, semua sifat-sifat Yusuf yang agung, kesabaran Potifar.
Nilai Esthetic : Tampan Yusuf dan keindahan wajahnya, kecantikan Zulaikha dan kecelakannya.
Personalitas orang-orang yang terlibat dalam kisah Yusuf meliputi semua tingkat usia, berbagai lapisan dan bermacam-macam serajat :
Berbagai tingkat usia : Usia kanak-kanak : Benyamin, Yusuf
Usia remaja : Yuda Cs, Zulaikha, wanita-wanita ternama, Sarabaz dan Habaz.
Usia tua : orang-orang kafilah, Potifar, Raja Rianus.
Usia lanjut : Ya'kub dan Rachel.
Berbagai lapisan : Tani : rakyat Mesir dan anak-anak Ya'kub.
Dagang : orang-orang kafilah
Buruh : Sarabaz dan Habbaz
Penguasa : Potifar, Yusuf, Zulaikha, wanita-wanita
Macam-macam derajat : Derajat Nabi : Ya'kub dan Yusuf
Derajat Raja : Rianus dan Yusuf
Derajat Awam : yang lain-lainnya.
Berapa lokasi : Juga mengenai tempat terjadinya peristiwa meliputi beberapa katagori, ialah : Desa / kampung : tempat tinggal Ya'kub, padang / pegunungan : sumur, pembuangan Yusuf, kota / istana : Istana Raja, Potifar.
Multi situasi : Kisah Yusuf berlaku dalam satu periode yang meliputi tiga situasi atau tida musim :
Situasi normal : berlaku dari permulaan kisah hingga Yusuf menjabat sebagai Wazir Besar
Situasi paceklik : meliputi bagian akhir dari kisah, yang merupakan tantangan bagi Yusuf dan berhasil dijawab dengan baik.
Situasi makmur : keadaan yang sudah dilukiskan bakal tiba sesudah berlaku musim paceklik selama 7 tahun.
Ketiga-tiga situasi tersebut telah dicakup dalam mimpi Rianus.
Demikianlah catatan berapa butiran mutiara yang terpendam dalam kisah Yusuf, maka tidaklah mengherankan apabila kisah ini selalu up to data di segala zaman, cocok di semua tempat dan digemari oleh segenap lapisan masyarakat.

PENYUSUNAN MENJADI NASKAH SANDIWARA
Pengelolahan kisah Yusuf menjadi satu naskah sandiwara haruslah memperhatikan beberapa faktor, yakni antara lain : 1) faktor kitab suci; 2) faktor Nabi; 3) faktor seni dan 4) faktor manusiawi.
1. Faktor Kitab Suci
Tidaklah mungkin memetik kisah Yusuf tanpa mempelajari kitab suci. Sebab kitab sucilah satu-satunya sumber daripada kisah ini. Kitab-kitab atau lembaran-lembaran sejarah yang disusun oleh para ahli sejarah tidak ada yang mencatat kisah ini.
Kitab suci Al-Qur'an sumber pengambilan kisah ini sebagai naskah sandiwara, mempunyai kedudukan dan derajat yang teramat tinggi, nilai ilmiah dan sastra yang agung dan merupakan mu'jizat yang abadi. Oleh karena itu penyusunan harus dilakukan secara berhati-hati, agar jangan sampai merusak atau setidak-tidaknya mengganggu nilai dan martabat Al-Qur'an. aspirasi pada Al-Qur'an dan menghayatinya harus dicapai terlebih dahulu, sebab tanpa apriasi dan penghayatan, yang hanya dapat dicapai melalui iman, tak mungkin nilai-nilai Al-Qur'an bisa dipahami secara hakiki.
2. Faktor Nabi
Kitab Yusuf adalah kisah kenabian. Ada dua Nabi yang terlibat dalam kisah ini, ialah Nabi Yusuf sebagai peran utama dan Nabi Ya'kub, ayah Yusuf. Nabi adalah seorang manusia yang dipilih Tuhan dengan diberi wahyu. Mental dan moral seorang Nabi sudah tentu jauh lebih tinggi daripada seorang manusia biasa. Segala gerak-geriknya selalu disertai sifat mulia dan utama : sepak terjangnya, pergaulannya dengan masyarakat, kehidupannya dengan isteri dan keluarga.
Adanya faktor ini mengharuskan penyusunan naskah dikerjakan dengan hidmat, penuh hormat, tidak boleh tergoda oleh inspirasi liar dan imajinasi yang cemar. Dalam lukisan adegan-adegan kisah-kasih cumbu-rayu antara Zulaikha dengan Yusuf (Ayat 23, dan 25 Surat Yusuf), misalnya, terdapat suasana romantis yang merupakan tanah subur bagi penyusunan tek dialog yang sexualitstis untuk mengindrioducsir adegan-adegan yang menggairahkan. Di lihat dari pandangan I'art pour I'art suasana tersebut adalah satu kesemaptan yang berharga untuk memproduksi daya imajinasi dan berfantasi semaksimal mungkin. Akan tetapi mengingat faktor Nabi, maka tertunduklah kepala dengan khusyu karena sikap respek kepadanya.

3. Faktor Seni
Sudang barang tentu bahwa aproach senilah yang dilakukan dalam menyusun naskah sandiwara. Oleh karena itu istiambatnya pada Al-Qur'an akan dianggap terlalu berani atau bahkan ditafsir yang sudah berlaku sejak berabad-abad yang lampau. Benar bahwa lafadz dan tarkyib Al-Qur'an mengandung nilai-nilai sastera agung dan universil, hal mana sangat mustahil bisa dicapai oleh imajinasi dan intelek manusia, tetapi untuk mewujudkan satu kisah dari Al-Qur'an menjadi satu naskah sandiwara perlu adanya imajinasi yang khas dalam beristimbat, artinya berbeda dengan tradisi ahli tafsir dalam beberapa aspek yang bukan prinsip. Namun demikian setiap arti dan makna ayat-ayat yang diambil, sebanyak 100 ayat, tetap dipelihara identitasnya sedapat mungkin, seperti nanti akan dapat dirasakan adanya bahasa Al-Qur'an dalam beberapa tempat, hal mana mungkin akan dipandang oleh beberapa orang sebagai kurang serasi dengan bahasa sandiwara.

4. Faktor Manusiawi
Naskah sandiwara dimaksudkan untuk ditungkan menjadi suatu play yang utuh dari satu lakon kehidupan beberapa orang. Oleh karena itu harus mampu melukiskan kewajaran dan kelaziman dalam menginducsir bentuk-bentuk kehidupan. Bentuk kehidupan keluarga yang utuh memerlukan kehadiran seorang ibu yang aktif berperan. Itulah sebabnya dalam adegan-adegan keluarga Ya'kub ditampilkan Rachel, meskipun dalam Al-Qur'an hanya disebut dengan dua kata-kata. Orang-orang kafilah adalah pedagang-pedagang yang dalam kehidupannya selalu tamak pada keuntungan-keutungan materiil yang besar. Oleh karena itu wajar kalau mereka berebutan dua cekcok dalam soal-soal pembagian keuntungan, suatu sikap yang diisaratkan dalam Al-Qur'an (ayat 20 surat Yusuf) dengan kalimat : mereka membeli Al-Qur'an dengan dirhan yang sedikit. Kehidupan rumah tangga seorang penguasa tinggi pemerintahan negara seperti Potifar, lazim memiliki beberapa bujang, maka ditampilkanlah Khadam dan Sona sebagai bujang dan pembantu Zulaikha. Roda pemerintahan negara tak mungkin bisa dijalankan hanya oleh raja seorang diri, tetapi pasti ada pembantu-pembantu kepercayaan Raja, maka tampillah Sanakar dan Humaret sebagai tokoh-tokoh penting pemerintahan. Demikian pula adanya tenaga-tenaga ahli dalam periode Baranas dan Luthan. Lakon pertemuan antara Zulaikha dan Yusuf dalam suasana pernikahan perlu diexpose untuk membuat lengkap dan utuhnya lakon cinta.
Juga hal nama seseorang merupakan kelaziman mutlak. Sebelas orang anak Ya'kub di samping Yusuf tidak dapat tidak mesti mempunyai nama dirinya masing-masing, maka dalam naskah ini disebut nama-nama mereka : Yuda, Rofail, Samon, Lawath, Rivalon, Yazuar, Danil, Novothal, Yadum dan oth serta Benyamin, yang diambil dari suatu sumber dan disesuaikan dengan lisan Indonesia. Rachel, isteri Ya'kub, ibu dan Yusuf dan Benyamin : Potifar, Aziz (penguasa) Mesir, Zulaika, isteri Aziz, Azora, seorang hakim paman Zulaikha yang menjadi saksi, Habaz dan Sarabaz dua orang pelayan Raja, Rianus, Raja Mesir waktu itu adalah nama-nama yang didasarkan pada suatu sumber, kecuali nama Azora. Wanita-wanita ternama yang diundang dalam jamuan makan oleh Zulaikha, yang menurut salah satu sumber berjumlah 6 orang, juga ditampilkan dengan nama-nama : Varyakut, Bazil, Arian, Haiz , Burda dan Nirla, hanyalah nama-nama imajinair.
Jadi, kalau dalam naskah ini terdapat nama-nama dan plot yang tidak terkandung dalam Al-Qur'an ialah karena faktor manusiawi ini. Namun demikian, thema, kerangka dan message daripada naskah ini secara utuh adalah tetap sama dengan thema, kerangka dan message kisah Yusuf sebagaimana adanya di dalam Al-Qur'an.

NASKAH SANDIWARA "YUSUF"
Naskah sandiwaras yang berjudul "YUSUF" ini tersusun dari 5 (lima) babak, merupakan naskah yang cukup panjang bagi dunia theater Indonesia. Namun bagi peminat yang menghendaki tidaklah mutlak harus mementaskan penuh lima babak, tetapi bisa memilih umpannya 2 babak, yang sudah akan cukup menyuguhkan suatu permainan yang lengkap dan utuh. Sebab pada hekekatnya totalitas lakon "YUSUF" ini adalah gabungan dari beberapa lakon yang utuh. Peminat yang menghendaki thema persaudaraan umpannya dapat mengembali babak I disambung dengan babak IV dan V, thema cinta bisa diambil dari babak II disambung dengan adegan 3 babak IV, thema kemanusiaan dari babak II disambung dengan babak V. Demikian pula mengenai tek dalam naskah ini, tidaklah mutlak harus diucapkan secara harfiah sebagaimana adanya, tetapi bisa disesuaikan dengan kondisi-kondisi nyata sepanjang tidak merusak nilai dan makna. Sebab, meskpiun naskah ini sudah termasuk naskah yang panjang, tetapi rangkaian kalimat-kalimatnya hampir seluruhnya mempunyai arti penting dalam membentuk makna keseluruhan. Oleh karena itu variasi yang bernilai bisa menambah ekspresi seni.

Petarukan, …………………2009
Penyusun,

"YUSUF"
(Synopsis)

Ya'kub seorang Nabi utusan Tuhan, yang hidup pada tahun 2500 sebelum Masehi di Negeri Ka'nan, mempunyai 12 orang anak laki-laki Yuda, Rovail, Samon, Lawath, Rifalon dan Yazuar. Seorang isterinya yang lain melahirkan Danil, Novothal, Yadum dan Oth. Rachel yang merupakan isteri terakhir melahirkan Yusuf dan Benyamin. Kedua isterinya yang pertama telah meninggal dunia, maka tinggal Rachel yang mendampingi Nabi Ya'kub menjalankan tugas kenabian dan memimpin anak-anaknya.
Yusuf adalah anak Ya'kub memiliki sifat-sifat keagungan, bakik rohaniah maupun jasmaniahnya. Kemulusan jasmaninya, kehalusan budinya, kecerdasan otaknya dan ketinggian akhlaknya telah tulus memperindah bentuk lahiriyahnya, sampai keelokannya menonjol sekali dan sangat tersohor. (Hingga sekarang Yusuf merupakan lambang keagungan seorang lelaki). Oleh sebab itu menjadilah ia tumpuan kedengkian dan kebencian saudara-saudaranya, kecuali Benyamin, adik kandunganya sendiri. Lebih-lebih keindahan yang memancar dari pribadi Yusuf sangat membekas pada Ya'kub, ayahnya, sehingga banyak mempengaruhi tumbuhnya cinta kasih ayah terhadap anaknya. Demikian besar cinta Ya'kub kepada Yusuf, sampai-sampai dirasakan oleh saudara-saudaranya Yusuf seolah-olah hanya sepuluh persen saja cinta Ya'kub kepada 10 anaknya.
Krisis kebatinan yang menimpa Yuda Cs (10 orang) telah menjadi peluang yang besar sekali bagi syaitan untuk meniup-niupkan api hasud dengki dan menanamkan bibit-bibit permudahan antara saudara. Semakin hari semakin bertambah subur kedengkian Yuda Cs kepada Yusuf, sebagaimana pribadi Yusuf pun mengalami perkembangan yang sangat pusat, baik lahir maupun batin.
Menginjak usia 12 tahun Yusuf menerima isyarat bahwa ia akan mempunyai harap depan yang gilang-gemilang, isyarat yang berupa mimpi. Pada suatu pagi yang cerah, sebagaimana biasa Ya'kub mengadakan pertemuan dengan putra-putranya, untuk menanyakan hal ikhwalnya dan memberi pelajaran keagamaan serta membagi tugas pekerjaan. Sudah pasti bahwa Yusuf selalu berada didekat ayahnya, dan mendapat perhatian pertama, maka pagi itupun Yusuf mendapat panggilan pertama dan di saat itulah Yusuf menuturkan mimpi ajaib kepada ayahnya, ialah bahwa ia telah bermimpi 11 bintang beserta matahari dan bulan bersujud kepadanya (Yusuf). Ya'kub yang hatinya sangat terkesan oleh mimpi Yusuf melrang menuturkan sedikit apa yang tersirat di dalam mimpi itu. Pada saat itulah Yuda Cs masuk ruangan untuk memberi salam pagi dan menerima pelajaran dan tuntutan sebagaimana biasa. Agaknya seorang diantara mereka mendengar sebagian dari kata-kata ayahnya mengenai mimpi itu. Maka setelah berkumpul merekapun mendapat pelajaran agama dan petunjuk-petunjuk tentang pekerjaan. Seleesai pertemuan setelah meminta anak-anaknya agar hari itu ada yang membantu pekerjaan di rumah berhubung ibu mereka Rachel sedang tdiak enak badan, Ya'kub keluar bersama Yusuf untuk sesuatu keperluan. Di saat itulah seorang itulah seorang diantara Yuda Cs mengungat sikap "tidak adil" ahanya menganak-tirikannya mereka dan menganak emaskan Yusuf dan Benyamin. Perundingan berlangsung dengan lancar, sebab sebelumnya mereka telah mempunyai pendapat dan sikap yang sama. Maka diputuskanlah untuk membuat Yusuf di sebuah sumur, aga diketemukan oleh kafilah dan akhirnya jatuh menjadi seorang budak belian. Untuk memperdayakan ayahya mereka membuat tipu muslihat pura-pura akan mengadakan tasmasya ke Jibal dan mereka merayu ayah mereka dan Yusuf sampai akhirnya Ya'kub terpaksa menyerah, memperkenankan mereka mengaja Yusuf bertamasya. Dengan perasaan puas mereka berangkat ke tamasya bersama Yusuf. Akan tetapi belum lagi mereka sampai di sumur, kemarahan mereka terhadap Yusuf sudah tidak bisa dibendung lagi. Yusuf diikat tangannya dan dipukuli sepanjang jalan. Dalam kesempatan itu mereka mengunggat agar Yusuf menceritakan mimpi yang pernah dibicarakan dengan ayah. Mula-mula Yusuf bungkam tidak mau membuka mulut sesuai dengan peran ayahnya. Tetapi oleh karena tidak kuat menahan siksaan mereka, dan dibujuk-bujuk, maka Yusuf mengalahan menceritakan mimpinya. Bukan semakin reda kemarahan mereka sebagaimana yang dijanjikan semula, tetapi malah bertambah berkobar-kobar.
Tiba di tepi sumur, dengan gemas mereka menjatuhkan Yusuf ke dalam sumur. Sesudah itu mereka sejenak kebingungan bagaimana nanti mempertanggung jawabkan Yusuf kepada ayah mereka. Mereka menemukan akal untuk menipu ayah mereka ialah dengan melumuri baju Yusuf yang kebetulan sudah dilepas terlebih dahulu, dengan darah hewan untuk ditunjukkan sebagai bukti kepada ayah mereka bahwa Yusuf dimakan srigala. Dengan berpura-pura menangis sedih mereka menundukan kepada ayah mereka bahwa ketika mereka berlomba-lomba berburu, Yusuf sedang menunggui barang-barang, dimakan oleh srigala, sehingga tinggal bajunya yang berdarah saja yang tertinggal. Ayah mereka yang sehari-harian cemas dan was-was atas keselamatan Yusuf, sangat terkejutt mendengar berita duka ini. Demikian pula Rachel yang sedang sakit memaksakan diri untuk mendengar berita sedih itu. Akan tetapi betapapun rapih mereka dalam bersandiwara, namun Ya'kub dan Rachel tidak termakan oleh tipu daya mereka. Kedua orang tua masih menganggap bahwa Yusuf tidak mati, akan tetapi tiada jalan lain kecuali bersabar, sebab sabar adalah jalan yang paling indah.
Tiga hari-tiga malam Yusuf berada di dalam sumur sendirian dengan segala penderitaannya. Yuda dan Danil selalu mengamati-amati betapa kesudahannya nanti. Sampai pada saatnya kafilah tiba ditempat itu Yuda dan Danil bersembunyi menyisih di semak-semak. Tiga orang anak kafilah datang ke sumur untuk mengambil air. Ketika mereka mempersiapkan tali dan ember, dilihatnyalah bekas-benas yang sangat mencurigakan. Demikian pula ketika salah seorang menjenguk ke sumur dilihatnya omba-ombak di air, seolah-olah ada ikan besar di dalam air itu. Cekcok kecil terjadi diantara mereka dalam temannya itu terlalu bodoh mau memperhatikan hal-hal yang bukan urusannya. Waktu mereka mengangkat ember dari dalam sumur, terkejutlah mereka melihat seorang anak yang sangat rupawan menggandul pada ember mereka. Mereka bergembira bukan main mendapatkan seorang anak yang tampak rupawan itu. Pada saat itulah Huda dan Danil muncul dan mengklaim bahwa anak itu adalah budak mereka yang melarikan diri. Sesudah melalui sedikit perselisihan akhirnya disepakati Yuda dan Danil menerima bayaran 20 dirham atas penjualan seorang budak. Sebelum berangkat menju Mesir, orang-orang kafilah itu sudah membayangkan betapa besar keuntungan yang akan mereka peroleh nanti, maka terjadilah cekcok kecil pula dalam hal pembagian keuntungan nanti, dan mujurlah karena orang yang tadinya acuh tak acuh tampi dengan idea akan mencarikan pasaran yang lebih baik sehingga keuntungan akan berlipat ganda, dengan demikian cek-cek dapat dihidari, karena mereka sudah merasa adil.
Setelah tiba di Mesir, mereka langsung menuju ke istana Potifar, Menteri Besar (Aziz) Mesir, langganan mereka, seorang bangsawan yang kaya raya lagi dermawan, tetapi tidak mampunyai seorang anakpun. Isterinya, Zulaikha, seorang cantik jelita pun seorang dermawan. Suami isteri ini sudah lama mendambakan hadirnya seorang anak ditengah-tengah mereka. Mereka sudah bosan hidup kesepian anak di tengah-tengah mereka. Mereka sudah bosan hidup kesepian anak dan gelisah dicekam kekhawatiran mereka tidak mempunyai keturunan, sehingga kehadiran Yusuf ditengah-tengah mereka merupakan lampu yang menerangi rumah-rumah gelap gulita. Bagi orang dagang suasana ini merupakan kesempatan yang gilang gemilang, santapan empuk yang diidam-idamkan, untuk mengeruk keuntungan yang besar. Mereka berusaha memanfaatkan kesempatan itu, dengan mengexpose sikap, gerak-gerik dan ucapan-ucapan yang memikat dan menarik. Mereka mematok 100.000 dirham yang dikatakannya suatu harga yang sangat murah dibandingkan dengan nilai barang, walaupun di dalam hati mereka khawatir kalau-klau transaksi gagal karena harga yang diminta itu sebenarnya spektakuler dan spikulatip. Namun betapa terkejutnya mereka ternyata Potifar dengan senang hati membayar 200.00 dirham ditambah dengan hadiah 10 kati minyak kesturi. Pedagang-pedagang itu mula-mula tidak mempercayai pendengarannya sendiri, dan selagi mereka dalam kebingungan, Zulaikha menyatakan akan memberi hadiah 100.000 dirham ditambah dengan 20 geblog kain sutera murni. Hampir-hampir copot akal mereka karena gembira yang luar biasa. Yusuf diterima sebagai anak tunggal dalam keluarga Potifar dengan kehidupan yang diliputi oleh segala macam kemewahan dan kenikmatan hidup sebagai keluarga milioner.
13 tahun telah berlalu sejak Yusuf hadir di tengah-tengah keluarga potifar. Kebesaran jiwa, ketinggalan akhlak, kemurnian watak, kecerdasan otak, keelokan bentuk serta keindahan wajah, telah membentuk yusuf menjadi seorang pemuda yang agung. Segala yang terpancar dari pribadi Yusuf merupakan keindahan yang mempunyai nilai-nilai artistic sangat tinggi, gerak langkahnya, tutur bahasanya senyumya dan segala-galanya menjadi daya tarik yang dasyat terutama bagi kaum wanita.
Potilar, sebagai soerang pejabat tinggi pemerintahan negara waktunya banyak dirampas oleh tugas kenegaraan yang selalu menumpuk. Meksipun ia bukan seorang play-boy seperti kebanyakan rekan-rekannya, namun sering sekali pada jam-jam istirahat ia tidak hadir di samping keluarganya. Isterinya sering kecewa menunggu kedatangannya.
Zulaikha, seorang bangsawan yang indah rupawan, seorang wanita yang cantik jelita, ternyata mempunyai kesabaran dan keuletan yang cukup tinggi. Kegelisan jiwa, kesepian batin karena kekecewaan dalam perkawinan tidak mempengaruhi setianya, tidak melunturkan cintanya kepada sang suami selama puluhan tahun. Demikianlah keluarga Potifar dan rumah tangganya yang berjalan tenang setengah air telaga. Sampai kemudian tibalah masa kedewasaan Yusuf yang sangat menggemparkan karena sifat-sifat keagungan, keelokan dan keindahanya. Zulaikha yang siang malam berdekatan dengan Yusuf, menikmati keindahan lahiriah dan batiniyahnya, mustahil tidak terpesona untuk selanjutnya tergila-gila kepada Yusuf yang notabene adalah anak angkatnya sendiri. Sudang berbilang tahun Zulaika mempertahan diri terhadap daya tarik Yusuf yang dashyat itu, untuk memelihara setia ahu dan cita kasihnya kepada sang suami. Betatapun ia bersusah payah membendung gelora jiwabnya dan gelombang asmaranya, namun akhrinya bedah pula benteng pertahanannya. Pada suatu siang di waktu sang suami sedang bertugas di luar, nafsunya bergejolak hebat sampai ia berteriak-teriak histeris. Yusuf yang mendengar teriakan-terikan itu segera datang untuk melihat apa yang sedang terjadi. Melihat wajah Yusuf, jiwa timbul Zulaika seketika menjadi tetapi, tetapi tiba-tiba emosinya yang cepat sekali memuncak sampai merusak keseimbanganya. Rindu dendam, cita asmara, kagum pesona, bercamprur dengan haus daha, meluap dalam batin Zulaikha sehingga mengekspose sign-sign seksual yang romantis sekali. Di lain pihak, Yusuf tetap tenang tak tergoyahkan oleh “bomb” yang sedang meledak dashyat. Sesudah rengekan-rengekan tidak mampu membawa Yusuf mendekat kepadanya, maka dengan garang ia menyerang Yusuf yang tetap teguh utuh dapat mengontrol dirinya dengan baik. Yusuf meronta melepaskan dirinya sekuat tenaga dari pelukan Zulaikha dan lari dengan susah paayh meahan tarikan kuat Zulaika pada bagian belakang bajunya sampai sobek, menuju pintu yang telah dikunci sebelumnya oleh Zulaikha. Tangan Yusuf menggapai-gapai masih bisa meraih anak kunci pada daun pintu dan dibukanya pintu dengan hentakan kuat, pada saat mana Potifar sedang mengulurkan tangannya untuk membuka pintu yang sama. Bagaikan disambar geledek Potifat terkejut dan seketika terjadi hening, tegang seperti detik-detik menjelang palu hakim jatuh memutuskan hukuman mati, sampai terdengarnya lagi suara Zulaikha yang melontarkan serangkaian tundahan kepada Yusuf, yang segera mengelakkan dengan mengembalikan tuduhan itu kepada Zulaikha. Sekarang ganti Potifar mengalami krisis keseimbangan namun ia masih beruntung karena ingat pada Azora, seorang hakim, paman Zulaikha sendiri, yang segera diminta datang memberi pertimbangan persoalan itu. Hakim itu mengemukakan dalil yang bersifat yuridis rasional, ialah bahwa sobekan yang terdapat pada bagian belakang baju Yusuf merupakan kecurangan Zulaikha. Kebesaran / Potifar / jiwa segera menumbuhkan kesadaran pada dirinya sehingga diambilnya keputusan untuk melupakan kejadian itu dari ingatan. Tetapi mana busk yang tidak berbau, sas-sus yang dengan cepat meluas menjadi percakapan umum dengan seribu satu bumbu telah merata di kalangan masyarakat, terutama di kalangan wanita-wanita ternama. Cemoohan dan sinisme yang dialamatkan kepada Zulaikha, ditangapinya dengan penuh kesabaran. Maka dicarikanlah suatu tipu muslihat untuk membalas rekan-rekannya dan sekaligus untuk mempertahankan nama baiknya sendiri. Ia menyelenggarakan jamuan makan istimewa dengan mengundang wanita-wanita bernama : Varyakut, Bazil, Arian, Haniz, Burda dan Nirla.
Segalanya sudah diatur sedemikia rupa sehingga apa yang direncanakan Zulaikha dapat berjalan lancar, di saat wanita itu memegang pisau-pisatu sebagai perabot makanan yang lazim dikalangan tinggi, Yusuf yang sudah ditandai dengan indah sekali disuruh mendekat mereka. Kehadiran Yusuf di samping mereka membuat terkejut bukan main wanita-wanita itu : mata memandang tercenggan, hati berdebar-debar senang, mulut terbuka menga-nga, kagum terpesona, dianggapnya bukan manusia biasa tetapi seorang malaikat utama. Mereka dengan tidak sadar telah memotong-motong jari-jari mereka dengan pisau-pisau yang masih dipegang di tangan. Zulaikha yang memperhatikan itu dari jauh merasa cemburu dan segera memanggil Yusuf agar meninggalkan mereka. Setelah Yusuf pergi barulah merasa merasakan pedih pada jari-jari mereka dan panikan mereka setelah mengetahui darah bercucuran dari jari-jari mereka.
Kejadian itu membangkitkan emosi Zulaikha sampai ia menjadi penasaran. Ia mengancam Yusuf akan dimasukan ke dalam penjara, apabila tidak mau menuruti kemauan nafsunya. Yusuf tetap tentang dan memandang lebih senang hidup dengan tenang di dalam penjara, daripada hidup mewah di dalam istana diburu-buru oleh dorongan nafsu dan akan menjadi tumpuan cemburu. Maka terdengarlah sreangkaum doanya kepada Tuhan, mohon diselamatkan dari fitnah yang akan membuat musnah.
Peristwa berdarah di istana Potifar segera meluas tersiar, sehingga para pembesar menjadi gempar. Mereka mempertimbangkan lebih baik Yusuf disingkirkan di dalam penjara untuk menjaga nama baik para wanita, isteri dan keluarga mereka.
Di belakang terali besi, dinding-dinding tebal, atap-atap kuat, Yusuf meringkuk dengan penuh kesabaran dan kesabaran. Pada saat yang sama terdapat dua orang narapidana bekas pelayan istana yang ditanah karena tuduhan merencanakan pembuhan atas diri raja dengan meracuni makanan atau minuman. Pada suatu pagi kedua nara pidana mengadukan kepada Yusuf bahwa semakan mereka masing-masing bermimpi sangat mengesankan sekali. “Saya memeras anggur dan saya sugukan kepada raja” kata seorang, yang seorangpun menyambung “sayapun membawa beberapa roti di atas kepala saya, lalu tiba-tiba seorang burung menyambar sepotong dan dimakannya” coba terangkan apa arti itu. Sebelum menerangkan arti mimpi itu, Yusuf terlebih dahulu berdakwah kepada mereka dengan aajran agama Ibrohim, anggur akan segera bebas dan bekerja kembali sebagai pelayan raja, sedang yang membawa roti disambar burung juga akan segera keluar tetapi untuk menjalankan hukuman mati di tiang salib sampai bebas itu Yusuf berpesan agar menyampaikan kepada majikannya, tetang kisah Yusuf yang sebenarnya, tetapi malang, rekannya ini lupa sama sekali pesan itu.
Di istana raja Rianus di Mesir sedang berlangsung suasana suram, sebab raja sedang masghul karena mimpi yang tak tersingkapkan artinya. Pada suatu malam raja bermimpi melihat tujuh ekor lembu gemuk-gemuk keluar dari laut di susul tujuh ekor lembu lainnya yang kurus-kurus memakan tujuh lembu gemuk hais semuanya. Kemudian raja melihat tangkai padi hijau segar, tetapi di sampingnya terdapat tujuh tangkai yang kering mati. Berbagai ikhtiar telah ditempuh untuk menyingkapkan miteri itu, namun belum ada yang berhasil. Ikhtiar terakhir diadakan, ialah mengadakan sayembara umum. Pada ketika itulah Sabaraz demikian nama rekan Yusuf di penjara yang bebas, teringat kepada pesan Yusuf di penjara tujuh tahun yang lalu. Ia segera melaporkan kepada raja, apa yang ia alami dipenjara dengan Yusuf mengenai mimpi. Mendengar berita itu hati raja mendadak menjadi tenteram, lalu diutusnya Sarabaz untuk menanyakan mimpinya kepada Yusuf di dalam penjara. “Bakal datang masa normal selama tujuh tahun dimaan para petani akan bercocok tanam sebagai sediakala. Tetapi hasil panennya hendanya disimpan dengan baik dan dibiarkan pada tangkainya agar awet untuk cadangan masa paceklik yang segera tiba sesudah itu selama tujuh tahun pula. Sesudah itu tibalah tahun gemah ripah subur makmur, cukup hujan dan turah pangan, sampai-sampai petani dapat memeras bagian hasil panen buah anggur. Demikianlah arti mimpi raja, kata Yusuf kepada Sarabaz. Karena gembira mendapat jawaban yang memuaskan, raja memerintahkan agar Yusuf dibebaskan atas nama Raja. Akan tetapi Yusuf tidak mau segera keluar sebelum persoalannnya dengan wanita-wanita yang melukai tangannya sendiri itu diclearkan. Raja memanggil wanita-wanita itu, terutama Zulaika, dimintai keterangan dan pendapatnya mengenai pribadi Yusuf. Dengan blak-blakan dan pendapatnya Zulaikha mengakui apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya, ia telah menginsafi kesalahah-kesalahannya dan memuja kesucian dan kejujuran Yusuf.
Dengan upacara yang sederhana tetapi hidmat Yusuf disambut oleh Raja dan pembesar istana, antara lain Humaret, Sanakar dan Zulaikha sendiri yang mewakili suaminya, Potifar yang sedang sakit. Pada hati sanubari raja sendiri setelah berhadapan sendiri dengan Yusuf, yang telah dikaguminya atas sikap-sikap dan sfiat-sifat Yusuf yang agung itu, timbul rasa hormatnya dan bertambah atas kagumnya dan sekaligus tumbuh harapan-harapannya atas datangnya mirackle dari tangan Yusuf bagi kepentingan negara dan kerajaan. Maka pada upacara itu pula raja menawarkan kepada Yusuf, jabatan penting mana yang ia sukai. Dengan penuh tanggung jawab, Yusuf yang telah diangkat sebagai kepercayaan raja pribadi, memilih departemen yang mengurusi penerimaan dan pembiayaan negara. Yusuf memimpin depertemen berdasarkan konsepsi-konsepsi baru dan ilmu, sehingga dalam waktu yang relatif pendek negara bisa makmur dan maju. Malang tak boleh ditolak, mujur dak bolah diraih. Potifar, Wazir Besar kerajaan Mesir meninggal dunia, dan Zulaikha yang berpuluh tahun menyimpan rasa rindu dikawinkan oleh raja menjadi isteri Yusuf, buah jantung cahaya matanya. Pesta perkawinan dilangsungkan, dan raja yang pada waktu itu sedang sakit telah mewakilkan Sanakar dan Humaret untuk menghadiri upacara tersebut. Tetapi tiba-tiba raja dtang di pesta itu untuk menyampaikan ucapan selamat dan mengumumkan keputusannya mengangkat Yusuf sebagai putra mahkota yang menjaba sebagai Wazir Besar, menggantikan Potifar, yang berkuasa penuh menjalankan pemerintahan negara. Maka tibalah saat yang dinanti-nantikan Zulaikha selama bertahun-tahun, dalam saat mana ia dengan penuh kebanggaan akan membuka rahasia yang paling bersifat pribadi. Dengan kemalu-maluan tetapi bangga ia menyatakan kepada Yusuf bahwa ia masih tetap utuh “perawan”. Yusuf menyambut pernyataan itu dengan sikap yang tetap mulia.
Masa paceklik telah tiba. Di mana-mana terjadi kekurangan dan kelaparan. Distribusi umum diadakan dimana-mana diseluruh pelosok negara, suatu program di bawah badan khusus yang dipimpin Yusuf. Bagi pendatang dari luar negeri dibuat depot khusus yang diawasi langsung oleh Yusuf. Setiap hari berduyun-duyung orang datang untuk mendapatkan bahan pangan. Pada saat itu datnglah serombongan musafir dari Kan’an di Mesir untuk membeli bahan pangan. Mereka itu adalah Yuda bersaudara yang berjumlah 10 orang. Mereka kurus-kurus dengan wajah yang menunjukkan penderitaan yang amat berat. Yusuf segera mengenal mereka, tetapi merkea sama sekali tidak mengenal Yusuf. Yusuf ingin mendengar keterangan lebih banyak lagi dari mereka tanpa bisa diketahui siapa ia. Maka dituduhnyalah mereka sebagai mata-mata asing. Dengan demikian mereka memberi keterangan selengkap-lengkapnya tanpa diminta. Kemudian mereka dijamu dengan sebaik-baiknya dan diberi hanya pangan secukupnya. Rasa rindu kepada saudaranya, Benyamin yang ternyata tidak terdapat diantara mereka, menyebabkan Yusuf merasa memasang perangkap halus ialah meminta mereka datang lagi dengan mengajak Benyamin ke Mesir, kalau tidak, mereka tidak bakal diizinkan menginjak tanah Mesir, jangankah mendapatkan bahan pangan. Dengan perlakuan yang sangat baik, pemberian yang cukup banyak dan mengembalikan secara diam-diam barag-barang penukar mereka ke dalam karung mereka masing-masing, Yusuf bermaksud memancing saudara-sauraranya, Benyamin datang ke Mesir, maka setibanya di rumah, Yuda bersaudara membujuk lagi ayahnya agar mengizinkan Benyamin diajak serta pergi ke Mesir. Ya’kub yang masih segar ingatannya kepada Yusuf dan masih ingat pula pada peristiwa hilangnya Yusuf, sudah tentu berkeberatan meluluskan permintaan Yuda Cs. Namun karena desakan-desakan dan bujukan-bujukan dari Yuda Cs sesudah meminta janji mereka, Ya’kub meluluskan pula permohonan mereka itu. Benyamin diajak mereka pergi ke Mesir. Dengan mengikuti petunjuk ayah mereka, inilah agar mereka memasuki kota Mesir melalui beberapa pintu masuk secara terpencar, tibalah mereka dengan selamat di negeri itu.
Setibanya disana mereka tidak segera masuk menjumpai Yusuf di istana, tetapi beristirahat untuk melepas lelah terlebih dahulu. Ketika mereka pada pagi harinya menghadap untuk mendapatkan bahan pangan yang lebih banyak dengan melaporkan bahwa Benyamin benar-bener mereka ajak, Yusuf segera mengenal Benyamin. Dengan memerintahkan agar Yuda bersaudara pergi mengurus bahan pangan, Yusuf merangkul Benyamin dan bercakap-cakap tanpa diketahui saudara-saudranya. Untuk mengambil Benyamin tetap tinggal disampingnya di istana. Yusuf membuat siasat, agar rahasianya tidak terbuka. Disuruhnya seorang petugas memasukan secara diam-diam, piala emas milik raja ke dalam Benyamin. Pada waktu kafilah sedang siap hendak berangkat, Yusus memerintahkan menggundang kembali Yuda bersaudara yang kemudian dituduh mencuri piala emas pusaka istana. Mereka menolak keras tuduhan itu. Oleh sebab itu para petugas diperintahkan menggeledah mereka dimuluai dai karung Yuda. Kemudian ternyata piala emas terdapat pada karung Benyamin. Yuda Cs marah-marah kepada Benyamin. Mereka memaki-maki dengan kata-kata yang sangat tajam, kasar dan bengis, sampai menyinggung perasaan Yusuf dan hampir-hampir Yusuf marah dibuatnya, seandainya ia tidak ingin merahasiakan dirinya. Meskipun sebelumnya telah disepakati bahwa apabila nanti ternyata terdapat bukti pada salah seorang diantara mereka, dialah yang menerima hukuman, ialah jatu sebagai budak sesuai dengan hukum pidana negeri Kan'nan, namun mereka mohon dengan sungguh-sungguh agar Benyamin dilepaskan dan sebagai gantinya mereka bersedia diambil dua atau tiga orang menjalani hukuman jatuh sebagai budak. Permohonan sudah tentu ditolak Yusuf dan Benyamin diambilnya. Sebenarnya Yuda Cs mau tinggal di Mesir saja sampai ayah mereka mendengar sendiri peristiwa itu, atau mereka mati di negeri itu, tetapi mereka tidak diizinkan dan diharuskan segera meninggalkan Mesir. Mereka pulang tanpa Benyamin ikut serta.
Ya'kub dan isterinya di Kan'an sudah mulai gelisah menanti anak-anaknya terutama Benyamin, yang tak kunjung tiba. Hati kedua orang tua itu mulai was-was. Takkala Yuda Cs tiba dirumah ternyata Benyamin tidak ikut serta, Ya'kub dan isterinya terkejut dan sedih. Yuda Cs memberitahukan apa yang telah terjadi dengan Benyamin di Mesir, tetapi Ya'kub tidak bisa menerima keterangan mereka, apalagi mendengar bahwa hukuman yang dikenakan kepada Benyamin adalah hukuman pidana Kan'an yang dianggapnya tdiak mungkin. Ia menduga bahwa Benyamin telah mengalami nasib yang sama seperti Yusuf, ialah diperdayakan Yuda Cs. Maka sakitlah mata Ya'kub karena banyak mengeluarkan air mata mengenang Yusuf yang sangat dicinta dan ketambahan sekarang Benyamin tidak ada, sampai ia tidak bisa melihat. Namun demikian ia dan isterinya teatp bersabar dan tawakkal kepada Tuhan. Ia percaya bahwa Yusuf masih hidup dan sewaktu-waktu ia bakal bertemu kembali bersama Yusuf dan Benyamin. Kemudian ia memerintahkan anak-anaknya untuk mencari Yusuf dan Benyamin sampai ketemu jejaknya, tidak boleh berputus asa. Maka Yuda Cs pun pergi mengembara melaksanakan peritah ayah mereka.
Sementara itu Yuda di Mesir dengan sibuk mengendalikan pemerintahan negara dan sibuk menanggulangi kalaparan yang semakin hebat. Berbagai pembaharuan dan penyempurnaan dilaksanakan di segala bidang. Ia memimpin pemerintahan dengan mahir sekali. Semua persoalan diselesaikan dengan cara-cara yang sangat menakjubkan. Para pembesar negara pada tercengang dan kagum atas kemahiran Yusuf memimpin pemerintahan, sampai mereka menjulukinya seniman ulung bidang pemerintahan negara. Mereka menganggap bahwa Mesir dan Raja Rianus sangat beruntung menemukan Yusuf disaat menelang tibanya musim paceklik yang bisa mengancam keselamatan negara. Pekerjaan Yusuf sehari-hari mengatur langsung, memeriksa di tempat, segala pekerjaan baik yang rutin maupun yang khusus.
Di tengah-tengah kesibukannya itu Yusuf kedatangan Yuda Cs yang kali ini keduanya nampak lebih menyedihkan. Yuda menyatakan terus terulang kepada Yusuf bahwa mereka ditugaskan ayah mereka untuk mencari jejak Yusuf sampai ketemu. Beberapa orang yang hadir di Majlis itu dan mengetahui pesoalannya tetap diam seolah-olah tdiak mengerti apa-apa. Yusuf yang merasa sudah tiba saatnya untuk membuka rahasia dirinya kepada saudara-saudaranya terlebih dahulu mempertunjukan sehelai surat berharga tentang jual beli seorang "budak" kepada Yuda dan menanyakan apakah surat itu tidak palsu. Yuda mengakui bahwa surat itu betul dan ia sendiri yang membuatnya. Waktu Yusuf menanyakan bagaimana kisahnya, Yuda menjawab bahwa mereka dahulu mempunyai budak yang melarikan diri. Sampai disitulah cererita Yuda ketika tiba-tiba Yusuf marah kepada Yuda Cs dan memperingatkan mereka pada kekejaman-kekejaman meraka sejak masa lalu. Maka sadarlah mereka bahwa raja muda itu adalah Yusuf, saudara mereka sendiri. Mereka terkejut dan takut. Pada saat itu pula mereka mengakui segala kesalahan dan kekejaman mereka dan menyerah kepada Yusuf untuk dihukum sebagai pembalasan. Kebesaran jiwa Yusuf mendorong untuk mengambil keputusan mengampuni mereka. Yusuf menyerahkan bajunya kepada mereka untuk segera dibawa pulang ditutupkan pada wajah ayahnya yang matanyta sembuh kembali bisa melihat sebagaimana biasa. Kemudian Yusuf meminta agar ayah-bundanya dan seluruh sanak kerabatnya berhijrah pindah ke Mesir.
Sementara Ya’kub sudah mencium bau Yusuf yang dirasakannya sangat harum dan menyenangkan. Dengan keadaan tak dapat melihat ia berjalan-jalan menghirup udara di halaman rumahnya. Ia berteriak-teriak girang memanggil istrinya dan mengatakan bahwa ia telah mencium bau Yusuf yang harum sekali. Pada waktu itu ada beberapa orang menyaksikan tingkah laku Ya’kub yang ganjil tidak masuk ala. Mereka memperingatkan Ya’kub bahwa ia tersesat pada kenangan lama yang hama dan menyerukan agar Ya’kub kembali pada pikiran yang waras. Menurut keyakinan orang banyak Yusuf yang sudah hilang 25 tahun lamanya sudah mati. Namun demikian Ya’kub tetap bersabar kepada mereka dan terus menghirup-hirup udara yang katanya berbau harumnya Yusuf. Ternyata pada waktu wajah Ya’kub yang merapatkannya pada wajahnya sampai beberapa saat. Betapa terkejutnya ketika ia membuka baju itu dan ternyata matanya sembuh bisa melihat kembali. Yuda Cs menyimpulkan kabar yang paling menggembirakan tentang keadaan Yusuf sekarang. Kedua orang utu menerima kabar gembira dengan penuh syukur kepada Tuhan. Permintaan Yusuf agar mereka berhijrah ke Mesir di sambut dengan segala senang hati dan segera di laksanakan.
Di Mesir Yusuf masih seperti biasa, sibuk dengan tugas memimpin jalannya pemerintahan. Pembagian pangan kepada rakyat dimanfaatkan untuk program pembangunan yang langsung yang menyangkut kepentingan rakyat banyak pada waktu itu, ialah pertanian. Program padat karya dilaksanakan di beberapa daerah untuk membuat bendungan dan saluran air. Para ahli dikerahkan untuk membuat perencanaan yang baik dan sempurna. Namun demikian rasa keadilan dikalangan rakyat tetap menjadi inti yang dijadikan dasar semua program pemerintahan. Ketika sedang memperbincangkan masalah pelaksanaan pembangunan bendungan dan saluran air dengan para ahli, Luthan dan Baranas, Yusuf menerima laporan dari pegawal bahwa serombongan ebsar orang Kan’an sedang tiba, Yusuf merasa yakin bahwa mereka itu adalah rombongan ayah-budanya segera meninggalkan majlis untuk menjemput mereka di luar istana, sedudah berpesan agar Zulaikha tetap tinggal di ruang majlis untuk menerima tamu nanti. Zulaikha yang juga diliputi perasaan berdebar-debar sibuk mengatur segala sesuatunya, mengundang Benyamin, Sanakar dan Humaret. Setibanya di ruang majlis Yusuf dengan beraseri-seri memperkenalkan ayah-bundanya kepada para hadirin dan selanjutnya memperkenalkan Zulaikha kepada ayah-bundanya. Kemudian Yusuf membimbing ayah-bundanya duduk di atas singgasana yang dituruti hanya sebentar saja. Akhrinya Ya’kub minta agar Yusuf duduk di atas singgasana, kemudian memerintahkan kepada anak-anaknya 11 orang untuk bersama-sama ayah-benda mereka sujud menghormati Yusuf.
“Ayahanda, inilah kandungan mimpi nanda, telah dijadikan kenyataan oleh Allah” kata Yusuf dengan tenang.


Petarukan, …………………….2009


( RUSYANTO )









SUSUNAN PERSONALIA

Ya’kub : Seorang Nabi ayah dari 12 orang putra, termasuk Yusuf dan Benyamin
Yusuf : Seorang Nabi, putra Ya’kub, dengan Rachel.
Benyamin : Adik Yusuf, anak Ya’kub dengan Rachel.
Yuda :
Rofail : Anak Ya’kub dari seorang istrinya, yang bernama Lea
Samon :
Lawath :
Yazuar :
Danil :
Novothal : Anak-anak Ya’kub dari salah seorang istri
Yadum :
Oth :
Potifar : Wazir Besar, suami Zulaikha, dari Mesir
Rianus : Raja Mesir
Habaz : Bekas pelayan Raja Rianus yang dipenjar dan dihukum mati di palang salib.
Sabaraz : Pelayan Raja yang dipenjara dan bebas
Sanakar : Pembantu Raja bidang pemerintahan
Humaret : Penasehat dan pembantu Raja.
Azora : Seorang hakim, paman Zulaikha
Khadam : Bujang Potifar
Orang I :
Orang II : Orang-orang kafilah yang menemukan Yusuf di sumur
Orang III :
Pengawal : Yang mengawal pintu istana Raja Rianus
Pengawal : Yang mengawal pintu istana muda, istana Yusuf
Petugas : Pegawai yang melayani pembagian bahan pangan
Barunas : Seorang ahli bangunan, pembantu Yusuf.
Luthan : Seorang ahli tanah, pembantu Yusuf
Orang-orang : 3 orang tetangga Ya’kub
Pengawal : Petugas keamanan di dalam penjara
Rachel : Istri Ya’kub yang melahirkan Yusuf dan Benyamin
Zulaikha : Istri Potifar, kemudian istri Yusuf
Permaisuri : Istri Raja
Varyakut :
Bazil :
Arian : Wanita-wanita yang melukai tangannya sendiri
Haniz :
Budra :
Nirla :
Sona : Pelayan putri di istana Potifar


















“YUSUF”

BABAK I
ADEGAN 1

Di Kan’an di rumah Nabi Ya’kub (masuk Nabi Ya’kub)
Ya’kub : Yusuf, Yusuf, Yusuf, Yusuf, Yusuf, Yusuf, Yusuf.
(masuk Yusuf)
Yusuf : Saya, ayah. Salam pagi, ayah
Ya’kub : Selamat untukmu dan barokah Allah atasmu, anakku. Bagaimana tidurmu semalam, nak ?
Yusuf : Semalam nanda dalam keadaan baik, ayah. Malam yang sangat menyenangkan sekali.
Ya’kub : Oh, syukur, nak.
Yusuf : Ayah
Ya’kub : Ya, kenapa, nak ?
Yusuf : Semalam nanda bermimpi indah sekali, ayah.
Ya’kub : Oh, Iya ? mimpi bagaimana anakku ? Coba tuturkan
Yusuf : Ananda bermimpi melihat sebelas bintang, beserta matahari dan bulan, mereka bersujud kepada nanda.
Ya’kub : Oh, anakku, Yusuf, cahaya indah, sinar matahku (memeluk) Mimpi itu jangan engkau ceritakan kepada saudara-saudaramu, ya nak ?
Yusuf : Baik, ayah. Tidak akan nanda ceritakan kepda saudara-sudara nanda, mimpi itu.
Ya’kub : Ya, sebab mereka akan iri hati kepadamu, lalu hati mereka akan digoda oleh syaitan agar mereka benci kepadamu dan berbuat jahat mencelakakan engkau.
Yusuf : Oh, kenapa begitu, ayah. Adakah mimpi ananda mempunyai arti, ayah ?
Ya’kub : Tentu, itu sudah tentu, anakku. Arti mimpi itu sangat penting bagi mu dan juga bagi seluruh keluarga Ya’kub. Ketahuilah, anakku. Bahwa itu berarti Allah telah berkenan memilih engkau, anakku, dan berkenan pula memberimu ilmu untuk memahami kejadian-kejadian, termasuk kejadian-kejadian dalam mimpi.
Yusuf : Alangkah senangnya !
Ya’kub : Memang, anakku, dan Allah masih akan menambahkan kenikmatan kepadamu, anak.
Yusuf : Apakah kepada saudara-saudara nanda juga, ayah ?
Ya’kub : Ya, memang kepada semua keluarga Ya’kub, Allah akan memberikan kenikmatan itu.
Yusuf : Kenikmatan apa itu, ayah ?
Ya’kub : Kenikmatan yang besar sekali, yang dahulu diberikan kepada kedua nenekmu, itulah Nabi Ibrahim dan Nabi Ishak.
Yusuf : Saya belum begitu paham, ayah.
Ya’kub : Kenikmatan itu ialah derajat kenabian dan wahyu petunjuk hidup, agar bisa selamat di dunia sampai di akherat nanti. Nak. (masuk Yuda, Samon, Rofail dan Lawath).
Oh, anak-anakku, selamat semuanya,bukan ? barokah Allah untukmu sekalian.
Yuda : Salam pagi, ayah. Barokah Allah untuk ayah. Kami selamat semua, ayah. (mereka menyalami Ya’kub).
Ya’kub : Mana Rifalon dan Yazuar, Yuda ?
Yuda : Sedang menuju kemari, ayah.
Ya’kub : Iya ? mereka selamat semua, bukan ?
Anak-anakku, kamu harus ada yang membantu di rumah hari ini. Sebab ibumu tidak enak badan.
(masuk Rifalon dan Yazuar)
Oh, anakku Rifalon dan Yazuar. Kamu selamat semua, bukan ?
Barokah Allah untuk kamu berdua.
Rifalon : Salam pagi, ayah. Barokah Allah untuk ayah. Kami baik-baik semua, ayah.
Ya’kub : Danil dan adik-adiknya belum datang. Kita tunggu sebentar lagi agar mereka tidak ketinggalan dalam pelajaran hari ini. Apakah rumput liar itu sudah engkau babat dan dibersihkan, Yuda ? agar tidak merusak tanaman-tanaman.
Yuda : Sudah, Ayah. Rumput-rumput liar itu sudah kami babat dan kami bersihkan.
Ya’kub : Ya, bagus. Apakah parit-parit itu sudah engkau bersihkan, Samon ? agar air bisa mengalir lancar dan cukup.
Samon : Sudah, ayah. Parit-parit itu sudah kami bersihkan bersama Lawath dan air sudah bisa mengalir lancar dan cukup, ayah.
Ya’kub : Ya, bagus. Jadi, Yuda dan Rifalon membersihkan rumput-rumput, Samon dan Lawath membersihkan parit-parit. Apakah tanaman-tanaman itu sudah engkau sirami Yazuar ?
Yazuar : Sudah, ayah. Saya bersama Rofail setiap sore menyirami tanam-tanaman itu.
Ya’kub : Ya, bagus
(Masuk Danil, Novothal, Yadum dan Oth)
Danil : Salam pagi dan barokah, ayah
Ya’kub : Salam dan barokah Allah untuk kamu sekalian, anak-anaku. Bagaimana keadaan kalian semalam, baik-baik, bukan ?
Danil : Baik-baik semua, ayah.
Ya’kub : Bagaimana keadaan lembu-lembu, Danil ? Adakah yang sakit ?
Danil : Lembu-lembu dalam keadaan bai, ayah. Semua sehat-sehat tidak ada yang sakit. Saya dan Novothal menggembalakan di rumput-rumput yang segar dan hijau, sehingga lembu-lembu menjadi gemuk-gemuk, ayah.

Ya’kub : Ya, bagus. Dan juga kandang-kandang tidak boleh kotor.
Bagaimana keadaan biri-biri, Jadum ?
Yadum : Keadaannya sehat-sehat semua, ayah. Saya bersama Oth menggembalakannya sampai cukup makan, dan membersihkan kandang dengan baik, ayah.
Ya’kub : Ya, bagus
Sekarang kamu kumpul semua. Baiklah saya mulai sekarang pelajaran pagi ini. Dan sebelumnya saya ingin tahu apakah kamu sekaliah sudah hafal bagaimana berdoa waktu dan mulai bekerja ?.
Yusuf : Saya sudah hafal, ayah. “engkau maha murah oh, Tuhan, jauhkan hamba dari godaan syaitan.”
Ya’kub : Ya, bagus. Saya kira kamu sudah hafal semua.
Saya mulai sekarang pelajaran pagi ini.
Kewajiban manusia : satu, mengabdi kepada Tuhan, Zat Yang Maha Esa, kedua, berbakti kepada orang tua, ketiga, berbuat baik kepada semua, terutama kerabat dan saudara, kawan dan tetangga, keempat : menolong yatim-piatu dan fakir miskin. Itulah pokok-pokok budi mulia. Hendaknya diingat-ingat dan diamalkan dengan sungguh-sungguh. Apakah kamu sudah paham, semua ?
Yusuf : Sudah, ayah (yang lain mengatakan sudah)
Ya’kub : Sekarang tingal aku memberi petunjuk perihal bekerja.
Anak-anaku, semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan baik. Harus bisa selesai tepat pada waktunya. Ketahuilah, pekerjaan yang tidak selesai tepat pada waktunya, tidak akan membawa hasil yang baik, dan akan banyak menyulitkan.
Bekerja harus dengan hati riang dan ikhlas, agar terasa ringan dan tidak banyak kesalaahn-kesalahan.
Camkanlah, anak-anakku.
Sekarang, bantulah ibumu di rumah, aku akan keluar bersama Yusuf, sebentar lagi aku kembali (keluar bersama Yusuf).
Samon : Yuda, bagaimana ? bagaimana saudara-saudara ? kita sudah cukup menderita, lahir maupun batin. Ayah tetap tidak merubah sikapnya. Malah semakin lama semakin mengabaikan kita dan semakin mendewa-dewakan Yusuf, memanjakan Benyamin. Apakah kita akan tinggal diam begini saja, tidak berusaha sesuatu ?
Rofail : Yuda, engkau yang paling besar. Coba pikir, kita ini sepuluh orang dan sudah besar-besar. Semua pekerjaan yang melaksanakan kita. Setiap hari kita bekerja keras diladang. Tapi kita diabaikan oleh ayah. Tetapi, Yusuf dan Benyamin, yang masih kecil-kecil, belum bisa bekerja, dicintainya dengan sepenuh cinta, sampai kita tidak mendapat perhatian sama sekali. Semua kasih sayang ayah dicurahkan kepada Yusuf.
Lawath : Tidak ada jalan lain, kecuali menyingkirkan Yusuf. Ktia sudah berkali-kali mempersoalkan masalah ini. Sekarang tinggal mengambil ketegasan saja. Kalau kita mau menerima nasib begitu, kita tinggal sabar saja. Tetapi kalau tidak menerima, ktia harus bertindak, bagaimana, Yuda ?
Kalau menurut pikiran saya, mudah. Singkirkan saja Yusuf, yakni dibunuh.
Rifalon : Apakah tidak lebih kita buang saja ke tempat yang sangat jauh, biar tidak bisa pulang kembali. Saya kira ayah lambat laun akan mencintai kita dan terlupa kepada Yusuf. Bagaimana pendapat saudara-saudara ?
Yuda : Saya sedang berpikir bagaimana baiknya kita bertindak. Membunuh Yusuf, saya kita tidak akan sampai mati. Sebab Yusuf adalah darah kita sendiri, daging Yusuf adalah juga daging kita sendiri. Selalu itu pembunuhan adalah satu dosa besar.
Danil : Saya sependapat dengan Rifalon, sebaliknya kita buang saja ke negeri lain yang jauh.
Yuda : Baik memang, tetapi bagaimana kita bisa melaksanakan hal itu, sedangkan Yusuf selalu bersama ayah siang malam ?
Danil : Sekarang, bagaimana pendapatmu, Yuda ?
Yuda : Begini : kita sembunyikan sja Yusuf di dalam sebuah sumur yang tidak jau letaknya dari ini. Saya sudah tahu tempatnya. Hampir setiap hari pasti ada rombongan kafilah yang singgah disana untuk mengambil air. Apabila mereka menimba di sumur itu, Yusuf diketemukan dan diambilnya. Kita tinggal mengintai saja. Kalau sudah diambil, Yusuf kita akui sebagai budak yang melarikan diri dan bersembunyi disumur itu. Kita minta mereka membelinya dari kita. Mereka pasti mau asal tidak mahal. Maka jatuhlah Yusuf sebagai budak bersama kafilah dan tidak mungkin bisa kembali.
Danil : Baik sekali rencanamu, Yuda. Tetapi bagaimana kita bisa mengajak Yusuf, kalau siang malam selalu bersama ayah ?
Yuda : Saya punya rencana begini : kita berpura-pura akan mengadakan tamasya ke Jabal. Kita buat rencana itu sangat menyenangkan, agar Yusuf tertarik dan ikut serta, dan ayah pasti akan mengijinkan walaupun terpaksa.
Danil : Ya, baik sekali. Mari kita lakukan, kapan ?
Yuda : Sekarang juga. Awal kita harus kelihatan bersungguh-sungguh semua harus turut membujuk ayah dengan halus. Mari kita bersiap-siap, Itu ayah sedang menuju kemari.
Danil : Awas, jangan sampai gagal. Kita harus berhasil.
(Masuk Ya’kub bersama Yusuf)
Ya’kub : Ada apa, masih berkumpul saja disini ? kenapa belum mulai bekerja ?
Yuda : Sebentar lagi, ayah. Kami sedang merencanakan akan bertamasya ke Jabal, ayah. Sudah agak lamau kami belum bertamasya selama musim bunga tiba. Kami ingin menikmati pemandangan indah, hawa sejuk nyaman, melihat warna-warni bunga yang sedang mekar, kemudian mandi di telaga yang bening.
Danil : Sesudah kami bekerja kras setiap hari, kami ingin bertamasya ke Jibal, berburu binatang-binatang yang jinak-jinak disana, ayah.
Yuda : Saya kita arah tidak berkeberatan kami bertamasya untuk menyenangkan hati.
Ya’kub : Kamu akan mengadakan tamasya ke Jibal ?
Boleh, asal semua pekerjaan sudah kamu selesaikan semua.
Yuda : Apakah kami boleh membawa perbekalan secukupnya, ayah ?
Ya’kub : Boleh, bawalah secukupnya. Kapan kalian mau berangkat ?
Yuda : Kami mohon Yusuf boleh ikut, ayah ? agar senang nanti di sana.
Ya’kub : Yusuf akan diajak serta ? jangan. Ia bukan cukup kuat untuk berjalan jauh seperti kamu.
Danil : Jangan khawatir, ayah. Kami tidak akan berjalan terus menerus. Kami akan selalu berhenti ditempat-tempat yang teduh, sehingga Yusuf nanti tidak akan merasa lelah.
Rifalon : kami tidak akan merasa gembira nanti, jika Yusuf tidak turut serta. Sebab kami akan selalu teringat Yusuf nanti.
Rofail : Kenapa ayah tidak mengijinkan kami bergembira bersama Yusuf. Kami adalah saudara Yusuf, ingin selalu bersama, baik suka maupun duka. Apakah ayah tidak percaya kepada kami, dikira kami akan meninggalkan Yusuf nanti ?
Ya’kub : Tidak, anak-anakku. Bukan karena tidak percaya kepada kamu, tetapi hatiku risau apabila berpisah dengan Yusuf. Apalagi akan pergi ke Jibal, aku sangat khawatir barang kali nanti kamu kepergok srigala, lalu kamu pergi berlari-lari dan Yusuf tertinggal di belakang, diterkam oleh srigala.
Yuda : Jangan khawatir, ayah. Kami selalu berkumpul, sehingga tdak mungkin srigala berani menyerang kami. Kami selalu siaga menghadapi bahaya agar selamat semua. Kami tidak mau rugi kehilangan seseorangpun dari kami, apalagi Yusuf yang selalu kami jaga.
Dabil : (mendekat Yusuf) alangkah senangnya nanti, Suf. Kami akan memetik kembang yang warna-warni, berburu menangkap kelinci yang lucu-lucu, lalu makan dengan nikmat, kemudian mandi di telaga yang jernih.
Yusuf : Apakah saya boleh ikut serta, ayah ?
Yuda : Tentu Suf, ayah tentu tidak akan berkeberatan engkau ikut serta bergembira bersama kami. Bukankah begitu, ayah ?
Ya’kub : Sebenarnya hatiku risau ditinggal pergi engkau, Yusuf, anakku, tetapi jika engkau ingin turut serta dan supaya kakak-kakamu tidak kecewa, aku terpaksa mengijinkan. Tetapi aku pesan, dan ingat-ingatlah pesanku ini, wahai anak-anakku. Jagalah baik-baik adikmu, Yusuf, jangan dilupakan menjaganya, dan berhatilah-hatilah.
Yuda : Terima kasih, ayah. Kami akan bersiap-siap sekarang.
Mari adik-adiku, kita kumpulan perbekalan dan peralatan yang cukup, jangan sampai kita nanti kekurangan sesuatu apa. (mereka keluar, diikuti oleh pandangan sedih dan was-was oleh Ya’kub).

ADEGAN 2
BABAK 1

Di Kan’an di tepi sumur, tempat peristirahatan kafilah.
(Yuda bersaudara masuk menggiring Yusuf yang diikat tangannya).
Yuda : Ayo, katakan sekarang ! kalau tidak mau, kau akan dibunuh di sini.
Yusuf : Jangan, kak. Ayah telah melarang aku menceritakan kepada kakak-kakakku.
Danil : Belum juga kau mau mengaku. Mati kau disini.
Yusuf : Aduuh. Oh, Tuhan !
Rofail : Sudahlah, kita bunuh saja sekarang.
(Memegang tangan Yusuf) Yusuf, adikku, katakan saja supaya engkalu selamat. Katakan saya. Kami tidak akan memberitahukan kepada ayah, kau jangan takut. Aku kasihan kepadamu, Yusuf.
Biar aku lepaskan tali ini dik, katakan.
Yusuf : Aku bermimpi melihat sebelas bintang beserta matahari dan bukan, mereka sujud kepadaku.
Yuda : Apa kata ayah tentang mimpi itu ? Ayo, katakanlah.
Yusuf : Ayah mengatakan bahwa mimpi itu merupakan pertanda, Allah telah berkenan memilih aku dan memberikan ilmu tentang kejadian-kejadian, termasuk kejadian dalam mimpi, serta akan menyempurnakan nikmanya kepadaku dan kepada keluarga Ya’kub semua.
Danil : Iniih, bintang (memukul Yusuf dan diikuti oleh yang lain).
Yuda : Sudah, sudah Danil. Kita masukkan saja sekarang. Mungkin kafilah hampir segera tiba.
(Mereka beramai-ramai memasukkan di sumur dengan tali).
Danil : Sekarang kita tinggal memimirkan bagaimana nanti menghadapi ayah di rumah. Bagaimana pendapatmu, Yuda ?
Yuda : Mana tadi kamis Yusuf ?
Rifalon : Oh, kutinggal di bawah pohon disana.
Yuda : Ambil lekas, engkau Rifalon bersama Oth.
(Rifalon dan Oth keluar)
Danil : Akan diapakan baju kamis itu ?
Yuda : Untuk ayah. Mari kita menangkap seadanya.
Rifalon : Untuk apa lagi hewan itu ?
Yuda : Nanti saja saya beritahu, sekarang mari kita berburu.
(Mereka keluar dan sesaat Yuda kembali menengok ke dalam sumur).

ADEGAN 3
BABAK 1

Di rumah Nabi Ya’kub (Ya’kub masuk dalam gelisah)
Ya’kub : Benyamin, Benyamin, Benyamin, Benyamin
(Benyamin masuk)
Benyamin : Saya, ayah.
Ya’kub : Engkau jangan pergi jauh-jauh, nak. Kenapa engkau tahu ?
Benyamin : Menanti kak Yusuf di jalanan, ayah.
Ya’kub : Sudah nampak Yusuf datang ?
Benyamin : Belum, ayah.
Ya’kub : Pergilah ke jalan sana ! Lihatlah barangkali Yusuf dudah nampak datang. Kalau sudah nampak, lekaslah pulang, biar hatiku segera tenang.
(Benyamin keluar)
Ya’kub : Mudah-mudahan lekas pulang, Yusuf. Oh, Tuhan ! lindungilah anakku, Yusuf, cahaya mataku, sinar indah-permata hatiku. Oh, Tuhan ! lindungilah ia.
(masuk Benyamin tergopoh-gopoh)
Benyamin : Sudah, ayah. Mereka sudah nampak sedang berjalan.
Ya’kub : Pergilah lagi ke jalan sana. Jemputlah kakakmu Yusuf.
(Benyamin keluar)
Lihatlah barangkali ia kepahayan, tolonglah. Mudah-mudahan ia selamat.
(masuk Benyamin).
Benyamin : Mereka pada menangis, ayah.
Ya’kub : Kenapa ? mereka pada menangis ? Oh, Tuhan ! ada apa gerangan ?
(masuk Yuda bersaudara membawa baju kamis Yusuf yang berlumuran darah)
Oh, ada apa ? Yusuf. Mana Yusuf ? Dimana Yusuf ? Yuda ! Dimana Yusuf ? kenapa kamu menangis saja, Yuda ? Danil, di mana Yusuf ?
(masuk Rachel berselimut)
Rachel : Ada apa anak-anak ? kenapa kamu menangis semua ? Ada apa ?
Ya’kub : Mana anakku, Yusuf ? kenapa tidak bersama kamu ? masih tertinggal dibelakang ?
Yuda : Ayah,
Ya’kub : Aakah ia kepayahan ? Benyamin, jemputlah Yusuf.
Danil : Ayah,
Ya’kub : Kenapa kamu menangis saja ? sakitkah ? apakah Yusuf sakit ?
Rachel : Katakanlah, nak. Apa yang terjadi. Apakah ada yang sakit ?
Yuda : Ini bajunya, ayah.
Ya’kub : Oh, kenapa ? Lukakah ia ? Dimana ia sekarang ? Coba kamu jangan menangis saja. Diamlah !
Yuda : Ayah, kami mohon ampun, ayah.
Ya’kub : Kenapa ? Dimana Yusuf ?
Yuda : Yusuf dimakan srigala, ayah.
Ya’kub : (bersama-sama Rachel) hah ? apa katamu ?
Yuda : Yusuf dimakan srigala.
Ya’kub : Dimakan srigala ? Ah, tidak. Tidak mungkin. Bukankah kamu selalu berkumpul ? Bukankah kamu selalu menjaga Yusuf ? Srigala tak berani mangsa.
Danil : Waktu kami sedang asyik berlomba-lomba memburu kelinci, Yusuf kami suru menunggu burung-burung. Kami asyik berlari-lari sampai jauh. Waktu kami kembali, kami dapati hanya baju Yusuf saja yang tertinggal dan sudah berlumuran darah. Srigala telah memangsa Yusuf. Inilah bajunya, ayah.
Ya’kub : Oh, Yusuf ! Dimana engkau sekarang, Yusuf, anakku ?
Tidak. Tidak mungkin Danil.
Yuda ! kamu telah mencelalakan Yusuf, saudaramu sendiri. Inilah tipu dayamu sendiri. Tidak mungkin Yusuf dimana srigala. Ini bajunya masih utuh. Tidak mungkin. Kamulah yang menipu. Kamulah yang tertipu oleh nafsumu sendiri. Ketahuilah, kesabaran nantinya akan membawa kebahagiaan. Kesabaran akan membawa keelokan. Aku akan bersabar menerima musibah ini, sebab kesabaran adalah keindahan.
Yuda : Kami sudah menduga bahwa ayah takkan percaya kepada kami meskipun jujur, tidak bohong.
Ya’kub : Yah, itu terserah Tuhan.
Ketahuilah, Allah maha penolong, yang akan menolong Yusuf.
Oh, Tuhan ! Tolonglah Yusuf, anakku, Engkau, yang Tuhan Maha Penolong.
Benyamin, mari ikut aku (Ya’kub keluar bersama Benyamin dan diikuti mereka)


ADEGAN 4
BABAK 1

Di tepi sumur tempat pemberhentian kafilah
(masuk tiga orang anak buah kafilah membawa ember dan tali)
Orang I : Coba ambil lagi tali seutas untuk menyambung tali ini. Saya kira ini belum cukp.
Orang II : Nanti, saya liha dahulu sumurnya (melihat kedalam sumur)
Orang I : Bagaimana ? cukup kira-kira ?
Orang II : Airnya berombak-ombak, seperti ada ikannya.
Orang III : Biarkah saja ikan-ikan itu di dalam air. Itu memang rumahnya.
Orang I : Mungkin baru ada orang mengambil air disini.
Orang II : Ya, mungkin. Tetapi saya kira memang ada ikan yang cukup besar di dalam air itu.
Orang III : Kalau memang ada ikannmya mau diapakan ? Biarkah saja, itu bukan kepentingan kita. Kita hanya membutuhkan airnya saja, kawan.
Orang II : Bailah kita sambung saja tali ini. Saya kira memang harus disambung. Aku akan ambil tali lagi (keluar)
Orang I : Coba, lihatlah. Di tempat ini seperti baru terjadi hal-hal yang tidak beres. Coba perhatikan. Bekas-bekas itu. Ini ada tali. Dan kayu-kayu itu ? Oh, apa gerangan yang baru terjadi di sini ? (masuk orang II)
Orang II : Ada apa ?
Orang I : Coba lihat. Seperti baru terjadi apa-apa di sini.
Orang II : Itu, seperti ada sesuatu yang dijatuhkan di sumur, itu berkasnya ?
Orang III : Kamu ini mau apa ? Kita ini kan musafir, bukan pencuri jejak-jejak orang lain. Itu untuk-untuk kita sudah kehausan. Lekaslah ambil air, jangan berfikir yang bukan-bukan, kawan.
Orang I : Baiklah, kau memang selalu praktis. Kadang-kadang keterlaluan. Sampai-sampai pikiranmu itu seperti tidak ada saja.
Orang III : Jangan omong yang bukan-bukan kawan. Kita ini musafir, jangan suka mencuri gara-gara, engkau.
Orang II : Sudah, sudah, sudah. Kita jengan cekcok. Lupakan saja semuanya. Mati kita ambil sekarang. Turunkan ember ini. Ayo ! (menurunkan ember bersama-sama).
Orang I : Oh, sangat berat. Hei, apa itu ? coba lihat ! ada anak di dalam sumur. Anak yang bagus sekali. Ayo kita angkat perlahan-lahan.
Orang II : Jangan, nanti, nanti. Tambah tali dulu supaya kuat. Saya ambil tali dulu (lari keluar dan masuk membawa tali).
Hai, peganglah tali ini. Peganglah erat-erat.
Orang I : Hai, anak muda. Kenapa engkau berada di dalam sumur ?
(masuk Yuda dan Danil)
Orang II : Ada apa ?
Yuda : Hai musafir. Anak ini adalah budak kami yang melarikan diri. Kami sudah payah mencari kemana-mana tidak menjumpainya. Tapi bersembunyi di sini rupanya.
Orang I : Saya tidak tahu-menahu urasanmu anak-anak muda. Anak ini saya ketemukan disni, di dalam sumur ini.
Yuda : Betul, kamu telah menemukannya di dalam sumur, tetapi anak ini adalah budak kami.
Orang II : Ya, seumpama anak ini betul budakmu, tetapi kami telah mendapatkannya di dalam sumur, bukan di ladangan. Dan untuk membuktikan pengakuanmu benar, kamu harus mengadakan saksi yang sah.
Danil : (Kepada Yusuf) Hai, budak yang durhaka ! bukankah kau budang kami yang lari ?
Orang I : Betulkan engkau, hai anak muda, budak milik anak-anak muda ini (Yusuf mengangguk).
Danil : Wahai musafir, apakah kamu menghendaki budak ini ?
Orang I : Ya, kami menghendakinya, dan maksudmu bagaimana ?
Danil : Kalau begitu ambillah. Dan bayarlah kepada kamu seberapa kamu mau. Aku tidak mau mahal. Sebab budak ini sudah tidak berharga lagi bagi kami. Ia sudah melarikan diri. Belilah dengan harga seberapa saja, agar sah menjadi milikmu.
Orang I : Bailah, bagaimana kalau ku bayar 20 dirhman, maukan kamu ?
Danil : Dua puluh dirham ? Bolehlah. Bayarlah sekarang .
(Sesudah menerima bayaran)
Yuda : Lebih baik kamu sembunyikan saja budak ini bersama barang-barangmu.
Orang I : Ya, sudah tentu. Aku tidak mau orang-orang lain turut campur dengan urusan ini.
(Keluar Yuda dan Danil)
Sampai sekarang memang firasatku masih tajam. Aku sudah merasa akan terjadi hal-hal yang luar biasa. Dan kuharap keuntungan besarlah yang bakal terjadi. Sekarang etlah terbukti, pucuk dicinta, ulam tiba.
Orang III : Akupun mempunyai firasat seperti engkau juga. Hanya saja aku tidak mau bicara, sebelum nyata. Maksudku, akupun tertarik dengan bekas-bekas disini dan aku akan menyelidikinya. Tetapi dengan cara diam-diam.
Orang I : Memang engkau selalu lebih pandai daripada orang lain. Tapi ingan bahwa engkau tidak berserikat di dalam keuntungan ini.
Orang III : Jangan serakah, kawan. Kita adalah senasib sepenanggungan. Aku tahu bahwa engkau mempunyai banyak saham dalam perkara ini, tetapi aku bisa memberikan jasa-jasa baik untuk mencarikan pasaran yang lebih baik di Mesir nanti yang dapat meliputi gandakan keuntungan, seperti engkau (kepada orang II) bisa mengurus dengan baik sampai ke Mesir. Itu berarti kita berserikat dalam perdagangan ini. Apakah hal yang demikian itu tidak cukup adil ?
Orang II : Saya rasa memang harus demikianlah. Mari kita segera berangkat. Di belakang sudah ada rombongan lagi. Nanti bisa bertambah buyar. Aku cukup bisa diandalkan mengurus dan menjaga budak mahal ini dengan baik. Ayolah (mereka keluar).
Orang III : Yah, aku ingat sekarang. Dia pasti mau membeli dengan harga mahal, pasti. Aku sudah kenal baik dia. Orang berpangkat tinggi, kaya raya dan tidak mempunyai anak.
Orang I : Hah ? Siapa dia ?
Orang III : Kau ingin tahun ? nanti saja, kalau kita sudah sampai di Mesir.
Orang I : Kenapa tidak sekarang saja, supaya akan bisa menikmati harapan-harapan yang indah selama dalam perjalanan ini.
Orang III : Boleh saja sekarang, asal engkau mengakui bahwa aku mempunyai saham penting dalam perniagaan ini. Bukankan begitu ?
Orang I : Saya rasa memang demikianlah, saya setuju.
Orang III : Nah sekarang dengarkan dengan baik. Dia adalah Potifar, Perdana Menteri Mesir. Dia kaya raya, dermawan, lagi tidak mempunyai seorang anakpun. Aku yakin sekali apabila ia melihat budak ini, pasi sangat tertarik hatinya. Berapa saja kita minta, pasti dia tidak berkeberatan membayarnya. Lebih lebih nanti isterinya. Wah, gila nanti engkau melihatnya.
Orang I : Jangan berlebih-lebihan, kawan. Nanti aku bisa jadi tidak percaya kepada omonganmu.
Orang III : Aku tidak main-main. Aku berani bertaruh dengan bagian keuntungan saya.
Orang I : Aku percaya sudah. Tetapi bahwa aku akan menjadi gila melihat isterinya, saya anggap ini mirip penghinaan kepada diriku.
Orang III : Kalau begitu, aku minta maaf. Tetapi setidak-tidaknya engkau akau tercengan melihat Zulaikha, si cantik jelita itu.
Orang I : Zulaikha ? Alangkah indah nama itu ? Zulaikha, aku jadi …
Orang III : Ya, pasti. Apalagi nanti kalu melihat wajahnya. Ayolah !
(mereka keluar)







BABAK II
ADEGAN 1

Di Mesir, di istana Potifar Aziz.
(Masuk Potifar, diikuti oleh Orang III dan orang I)
Potifar : Tuan-tuan, kapan tiba di Mesir ?
Orang III : Kami tiba semalam, tuanku.
Potifar : Lama kita tidak bersua. Bagaimana khabarnya ?
Orang III : Baik-baik tuanku, semoga tuanku bertambah jaya.
Potifar : Ada membawa dagangan berharga, tuan-tuan ?
Orang III : Ada, tuanku. Kami khusus membawa untuk tuanku.
Potifar : Barang apa itu ? Coba bawa kemari.
Orang III : Baik tuanku. (Keluar dan sebentar kembali lagi)
Potifar : Mana ?
Orang III : Sebentar, tuanku.
(Masuk musafir (orang II) mengirimkan Yusuf )
Inilah tuanku. Seorang budak pilihan yang sengaja saya pilih buat tuanku.
Potifar : Ya ? Oh, ajaib sekali. Aku telah lama mengharap-harapkan yang semacam ini, tetapi belum tiba. Ajaimb, diwaktu akhir-akhir ini aku merasa akan menemukannnya. Pucak dicinta, ulam tiba. Tuan-tuan, dengarkanlah. Sebenarnya sudah lama aku merasa bosan hidup di cekam kesepian, tanpa seorang anak yang dapat menghidupkan suasana kebatinanku.
Siapa nama budak ini ?
Orang III : (kepada orang I) Siapa ?
Orang I : Oh, aku hampir lupa menanyakannya. (kepada Yusuf) siapa namamu.
Yusuf : Saya Yusuf.
Potifar : Engkau Yusuf. Nama yang baik pada wajah yang baik.
Kenapa tuan-tuan belum tahu namanya ? sangat Ajiab
(Kepada Khadam)
Khadam, ambil minuman anggur yang paling baik, lima (Khadam keluar)
Sudah lama saya berusaha untuk mendapatkan hiasan dalam rumah ini. Namun masih belum dikabulkan oleh Tuhan. Rumah ini hingga saat ini masih tapi gersang, membosankan.
(Masuk khadam membawa minuman anggur)
Ha, silahkan tuan-tuan minum, dan juga engkau Yusuf.
Khadam, tuan puteri dimohon datang kemari, Ya ?
Khadam : Saya, tuanku (keluar)
Potifar : Dimana tuan-tuan menjumpai Yusuf ini, dan bagaimana tuan-tuan menjumpainya ? Sebab terasa olehku ada hal-hal yang luar biasa. Itu saya lihat pada diri Yusuf, dan dari cara dan ciri yang menyimpan dari kelajiman.
Orang III : Kami telah menemukannya telah kami mengeluarkan uang yang banyak, tuanku, tetapi saya hiraukan. Dan itu kami lakukan semata-mata untuk kami persembahkan kepada tuanku.
Potifar : Itu urusan perniagaan sudah tentu. Tuan-tuan tidak usah khawatir tentang keuntungan yang akan tuan-tuan peroleh. Saya tidak akan menghiraukan masalah uang. Tetapi saya ingin mengetahui nilai-nilai moril dan spiritul yang terpendam dalam perniagaan ini.
(masuk Zulaikha dikawal Khadam dan diiringi oleh Sona)
Wahai Zulaikha, lihatkan anak muda ini. Ada hal-hal ajaib di dalam dirinya. Kuharap akan berkenan dalam hatimu untuk menerimanya sebagai kuntum bunga penyegar rumah tangga kita. Semoga membawa keindahan dalam kehdiupan kami. Atau akan kami angkat menjadi seorang anak kami yang akan menjadi pewaris kami.
Zulaikha : Siapakah anak muda itu, kanda ? Darimana dia ?
Potifar : Aku belum tahu banyak tentang dia. Itu nanti akan dapat kita ketahui, pasti. Aku hanya minta kepdamu, Zul, untuk menerima dengan baik. Dapatkah engkau ?
Zulaikha : Oh, tentu dapat, dengan segala senang hati. Aku telah lama merindukan hadirnya seorang anak di tengah-tengah keluarga kami. Namun tak kunjung tiba. Tetapi akhir-akhir ini aku ditumbuhi semacam perasaan gembira, seolah-olah aku akan mempunyai seorang anak. Dan ajaib sekali, kini terkabul. Siapa namamu, nak ?
Yusuf : Saya Yusuf
Zulaikha : Oh, namanya indah sekali. Sesuai dengan wajahmu. Adakah engkau senang tingal disini bersama kami ?
Yusuf : Saya merasa senang juga tinggal disini.
Zulaikha : Sona, siapkan pakaian yang bagus-bagus dan bawa kemari.
Sona : Saya, tuan puteri.
Zulaikha : Dan bawalah selengkap-lengkapnya kemari, akan saya pilih di sini.
Sona : Saya, tuan puteri (keluar)
Zulaikha : Khadam, siapkan makanan yang istimewa, yang lezat-lezat dan segar.
Khadam : Saya, tuan puteri.
Potifar : Dapatkah tuan-tuan menceritakan apa yang saya minta tadi ? ialah tentang nilai-nilai spiritual ? Agar dapat menjawab pertanyaan batin saya barang sedikit saja ?
Orang III : Tuanku, apakah kiranya kami dapat mohon agar diselesaikan urusan perniagaan dahulu ?
Potifar : O, ya. Baiklah. Berapa tuan minta ?
Orang III : Kami tidak mohon banyak, tuanku. Dan kami kira kalau dibanidngkan dengan nilai (nilai) manusiawi Yusuf, apa yang kami mohon tidaklah berharga sama sekali. Lagi pula kami bukanlah pedagang yang serakah, tuanku.
Zulaikha : Ya, sebutkan saja berapa tuan-tuan minta. Katakan saja. Kami bukanlah orang pelit dalam urusan uang. Katakan jangan ragu-ragu.
Orang III : Oh, terima kasih, tuah puteri, terima kasih. Saya tidak minta banyak. Saya kira 100.000,- dirham tidaklah banyak, tuan puteri.
Zulaikha : Jangan khawatir tuan. Tuan akan segera menerima uang tersebut. Dan masih akan memberi tambahan 100.000 dirham lagi, supaya genap 200.000 dirham. Dan masih ada sedikit buat tuan, minyak kesturi 10 kati. Bukan demikian, Zulaikha ?
Potifar : Betul, kanda. Dan kalau kanda setuju, saya ingin pula memberi sedikit hadiah. Bolehkan ?
Potifar : Tentu, boleh sekali. Dan itu berarti engkau telah menambah derajat Yusuf.
Zulaikha : Buat tuan-tuan, aku akan menambah sedikit hadiah, berupa 100.000 dirham da 20 geblog kain sutera murni.
Kuharap tuan-tuan merasa senang dengan hadiah itu.
Orang III : Oh, sangat berterima kasih, tuanku da tuan puteri. Kami tidak dapat melukiskan betapa gembira hati kami. Kami hanya dapat berdoa agar tuanku dan tuan puteri bertambah jaya. Tuanku, boleh kami sekarang menceritakan sedikit kisah daripada perjumpaan kami dengan Yusuf ?
Potifar : Oh, ya. Tetapi tuan-tuan belum menerima uang dan hadiah-hadiah itu. Maka, baiklah tuan-tuan terima dahulu, seperti permintaan tuan dan janji saya.
Mari, tuan-tuan ikut saya. Dan Yusuf, tinggallah disini saja.
(Keluarga bersama orang III, II, dan I)
Zulaikha : Yusuf, senangkan hatimu disini. Katakan saja kepada khadam atau Sona, atau saya sendiri, apa yang engkau inginkan. Engkau bukan seorang budak. Percayalah, hatiku telah berbisik bahwa engkau bukan seorang budak.
(masuk Sona dengan seperangkat baju-bahu yang amat bagus)
Bangunlah Yusuf. Kupakaikan baju-buju ini.
(memakaikan baju-baju pada Yusuf)
Wahai ! Indah ! Indah sekali !.
Oh,
Dalam kegelapan malam,
Tiba-tiba muncul
Bulan indah gemilang.
Malam pun, oh, menjadi terang
Dalam kekeringan bumi kemerau
Pucuk-pucuk pun layu
Turun hujan curah melimpah
Tanah pun basah merekah
Pucuk-pucuk seger indah
Berbesar hatilah wahai Yusuf
Engkau bukan seorang budak
Pakailah selalu baju-baju yang indah
Makanlah hidangan-hidangan yang lezat
Khadam ! Sona !
Khadam : (bersama-sama Sona) Saya, tuan puteri
Zulaikha : Kamu harus berlaku hormat kepada tuan muda Yusuf ini. Patuhilah segala perintahnya. Layanilah sebagai tuanmu sendiri.
Khadam : (bersama-sama Sona) Saya, tuan puteri
Zulaikha : Yusuf, mari saya perlihatkan keadaan di istana in.i Mari !
(mereka keluar)



BABAK II
ADEGAN 2

(Tiga belas tahun kemudian)
Di Mesir, di Istana Potifar
(masuk Zulaikha, gelisah, bolak-balik ke cermin)
(Khadam masuk)
Zulaikha : Khadam
Khadam : Saya, tuan puteri
Zulaikha : Siapkan minuman yang paling lezat. Ambilkan buah apel dan buah anggur, dan bawalah kemari.
Khadam : Saya, tuan puteri. (keluar)
Zulaikha : Sona ! (Sona masuk)
Sona : Saya, tuan puteri
Zulaikha : Bagaimana, luweskah aku memakai baju macam ini ?
Sona : Oh, luwes sekali tuan puteri. Lebih menarik dan sedap dipandang mata.
Zulaikha : Betul ?
Sona : Sungguh, tuan puteri. Wajah yang indah bertambah indah.
Zulaikha : Cantiklah aku, Sona ?
Sona : Oh, bahkan tercantik, tuan puteri. Akan tergila-gila nanti tuan Potifar melihat kecantikan tuan puteri.
Zulaikha : Jangan bergurau, Sona. Aku bertanya sungguh-sungguh, tahukah ?
Sona : Sungguh, tuan puteri, saya tidak dusta.
Zulaikha : Tetapi, apakah aku masih kelihatan muda, Sona ?
Sona : Oh, saya takut dikira dusta, tuan puteri, kalau mengatakan sebenarnya.
Zulaikha : Tidak, katakanlah.
Sona : Sebenarnya, tuan puteri masih seperti gadis remaja. Sugar bugar, padat berisi, seolah belum pernah bersuami.
Sangatlah mengagumkan, tuan puteri. Kejelitaan tuan puteri bukannya berkurang, tetapi bahkan bertambah dan bertambah muda. Lebih-lebih pada waktu akhir-akhir ini, tuan puteri mengalami perubahan, ialah semakin muda dan jelita. Banyak orang keheran-keheranan termasuk saya sendiri, melihat perubahan tuan puteri menjadi semakin muda, indah berseri. (masuk khadam membawa nampan).
Zulaikha : Hei, jangan masuk dahulu
(khadam buru-buru keluar)
Betulkan, Sona ?
Sona : Sungguh, tuan puteri, saya tidak bohong.
Engkau tidak tahu cacat yang ada padaku, Sona ? mungkin sikapku kaku, bahasaku, kasar, jiwaku oh, entahlah, sehingga seseorang tidak tertarik padaku, apalagi mencintai. Tidak senang memandangku apalagi mendekati.
Cintaku berkobar-kobar menyala, tetapi seseorang tidak pernah merasakan kehangatannya. Jiwaku berdebar-debar bergerlora, tetapi seseorang tak pernah mendengarnya.
Sona.
Dapatkah taman bunga itu indah diwaktu malam gelap gulita ?
Tidak, apabila rembulan tak menyinarinya.
Dapatkah kuncup itu segar di bawah terik kemarau ? Tidak, apa bila hujan tak turun menyiramnya.
Kenapa rembulan tak kunjung bersinar ? Mengapa hujan tak kunjung menyiram, Sona ?
Katakan, Sona. Katakan padaku jangan takut. Apa yang kurang pada diriku ? Cepat katakanlah sekarang. Aku sudah tak tahan menanggung derita ini.
Sona : Oh, tuan puteri (ketakutan) ampun beribu ampun, tuan puteri. Sungguh, tuan puteri, saya tak dapat. Oh, tuan puteri, ampun.
Zulaikha : Tidak. Kau harus mengatakan kepadaku, apa cacatku. Kau harus tahu, katakan sekarang !
Sona : Oh, tuan sekarang (keluar)
(masuk Yusuf)
Zulaikha : Oh, Yusuf.
Yusuf : Saya, bunda.
Zulaikha : Duduklah agak sejenak disni, disisiku.
Yusuf : Saya, bunda.
Zulaikha : Ingin aku menanyakan sesuatu kepadamu, Yusuf.
Yusuf : Budan sedang marah kepada Sona, tadi ?
Zulaikha : Tidak, aku tidak marah.
Yusuf.
Yusuf : Saya, bunda.
Zulaikha : Engkau sudah cukup dewasa, Yusuf. Adakah engkau menyadari hal itu ?
Yusuf : Saya sedang belajar menjadi seorang dewasa, bunda. Saya jenguk dunia yang masih asing itu. Tetapi ternyata, Oh, sangat mengecewakan. Ingin rasa saya surut kebelakang, ke duniaku yang lalu, tetapi sudah tak mungkin.
Zulaikha : Benar, engkau Yusuf. Dunia orang dewasa ini memang penuh kebohongan kepalsuan dan kekejaman. Engkau baru menjenguk sedikit, sudah merasa kecewa. Lebih-lebih aku, Yusuf. Banyak sudah yang kurasakan dan sampai kenyang. Tetapi apa yang aku dapati ? kekecewaan, kesepian, kepalsuan dan kekejaman. Kehidupan ini fatamorgana, Yusuf. Tetapi aku masih melihat ada setitik harapan, Yusuf.
Yusuf : Oh, syukur, bunda.
Zulaikha : Aku melihat seberkas cahaya yang kuharap akan menyinari tamanku yang sedang diselubungi kegelapan malam. Aku melihat segumpal awan yang kuharap akan menyiramkan hujan pada kuncul ditamanku yang sedang layu.
Yusuf : Bunda. Apakah malam tak akan berganti siang, sehingga taman itu selalu dalam kegelapan ? Apakah siang tak akan berganti malam, sehingga kuncup yang layu itu tak mendapat tetesan embun malam.
Bunda. Tak ada dalam hidup sekarang ini yang langgeng. Tak ada jaya yang kekal, dan derita yang abadi. Kecuali kalau hidup ini dipandang hanya setengah hati, maka siang dan malam adalah silih berganti.
Zulaikha : Yusuf. Bagi seorang yang sedang menggapai-gapai pada kebiruan fatamorgana di bawah terik kemarau, tak akan menunggu tibanya malam. Seorang yang sudah tercampak dalam kebekuan salju ditengah malam, tak akan menentu lagi tibanya siang.
Siang dan malam adalah untuk mereka yang tinggal di lembah yang penuh berkah.
Tetapi aku, Oh Yusuf, adalah dia. Dia yang sedang menati ajal dibaawh terik kemarau ditengah padang pasir. Aku adalah dia, Yusuf. Dia yang sedang menanti maut dalam kebekuan malam di tengah badai salju. Aku adalah dia dan dia itu, Yusuf. Berilah aku setetes embun pada bibirku, wahai kelana muda. Kasihilah aku seteguk anggur penghangat pada mulutku, wahai pandu perwira.
(bangkit mengunci pintu)
Yusuf, berilah aku, Yusuf. Mari dekati aku, Yusuf. Marilah Yusuf. Aku sangat haus.
Zulaikha : (bangkit memeluk Yusuf) Yusuf, aku tak tahan lagi, aku akan mati, ayolah.
Yusuf : Jangan, budan. Itu satu dosa pengkhianatan, bunda (meronta hendak lari, tetapi dipegangi pada bajunya) Jangan.
Zulaikha : (Merapatkan diri dengan menarik kuat baju Yusuf), oh, Yusuf aku tahan lagi. Aku tak mampu lagi. Kasihinilah, Yusuf.
Yusuf : Jangan, bunda. Jangan (meronta melepaskan diri dan lari menuju pintu tetapi sempat di raih bajunya oleh Zulaikha dan ditariknya sekuat tenaga sampai sobek) jangan gila.
Zulaikha : Engkau kejam, Yusuf, engkau kejam kepadaku. Oh, kejam sekali.
Yusuf : (meraih slot pintu dan membukanya) Oh,
Potifar : Ada apa, Zul, Yusuf. Ada apa, Yusuf ?
(Hening)
Zulikha : Oh, kanda. Yusuf, kanda.
Potifur : Kenapa Yusuf ?
Zulaikha : Ia hendak berbuat yang tidak baik kepadaku.
Oh, kanda. Apa pula ganjaran buat anak yang menghina isterimu kalau bukan bui ? Apa pula balasannya kalau bukan hukuman yang berat sekali ?
Potifar : Yusuf, betulkah demikian ?
Yusuf : Ayahanda, itu tidak benar, ayahanda.
Potifar : Lalu ?
Yusuf : Ibunda yang menggoda dan memperdayakan nanda, untuk menurut keinginannya, ayahanda.
Potifar : Betulkah demikian, Zul ?
Zulaikha : Sungguh memalukan anak itu, kanda.
Potifar : Hai, siapa yang benar diantara kamu ? Kenapa kau berdua tidak mengaku terus terang saja ? Mengapa kamu berdusta ? Katakan dengan jujur, supaya ku dapat mengambil keputusan.
Zulaikha : Kanda, aku adalah isterimu, kenapa engkau tidak percaya ? Kenapa tidak engkau bela ? Kenaka tidak pertahankan kehormatannya ? Apakah kanda sudah tidak mencintaiku ? sudah tidak percaya kepadaku.
Oh, kenapa aku jadi tidak berharga daripada Yusuf ?
Potifar : Tidak. Ini adalah perkara penting, persoalan besar, persoalan moral. Taruhannya adalah nilai manusia sendiri, saya sendiri. Zulaikha, selama ini, enkau dalah satu-satunya wanita yang ku cintai, dan setiamu kepadamu besar sekali.
Yusuf, engkau adalah satu-satunya anakku, yang kusayangi secara tulus ikhlas, dan engkaupun patuh tidak pernah mengecewakanku. Aku sangat berbahagia mempunyai isteri sebagai engkau, Zulaikha. Dan aku bangga mempunyai anak sebagai engkau, Yusuf.
Khadam, panggilkan Hakim Azora supaya kemari.
Khadam : Saya, tuanku (keluar)
Potifar : Zulaikha, tinggalkan aku sendirian di sini.
Yusuf, tinggalkan aku sendiri di sini.
(Zulaikha dan Yusuf keluar)
Jika mahkota ini,
Pusaka suci,
Moral
Sudah runtuh
Dapatkah kita hidup sebagai manusia ?
Jika istana ini,
Mahligai sejati
Rumah tangga
Sudah hancur
Dapatkah hidup ini berarti ? (berdiri sempoyongan)
Oh, kenapa tanah tempatku berpijak ini bergoncang - goncang ?
Oh, bangunan ini juga bergerak-gerak hendak runtuh ?
Dimana ada landasan ?
Dimana ad pegangan ? (mencari-cari pegangan)
Atau aku sendiri yang tak berpijak pada dasar ?
Dan akukah yang tidak mempunyai pegangan ?
Oh, benar, akulah yang berdosa. Ya, akulah yang harus bertanggung jawab dalam perkara ini.
Selama ini aku hanya membagakan mahkota dan mahligai, tidak lebih.
Aku tidak pandai membinanya. Aku tidak dapat menyemarakannya.
Aku tak mampu menyalakan pelita di dalamnya.
Mahligai itu kubiarkan sepi tak berpengaruhi, beku, gelap dan mati.
Waktuku habis dirampas oleh kesibukan-kesibukan palsu, bahkan hidupnya tercecera tak menentu.
Maka, akulah yang harud dihukum. Inilah hukumannya, ya, inilah hukuman-ku
(masuk Hakim Azora)
Oh, tuan Hakim Azora.
Hakim : Saya, tuan Potifar
Potifar : Maafkan tuan Hakim. Pekerjaan di luar dinas ini, saya harap hendaknya dipandang sebagai tindakan darurat yang perlu diambil segera. Sebab kedaannya memang luar biasa. Saya sendiri hampir fatal, tuan Hakim.
Hakim : Drama rumah tangga, barangkali tuan Potifar ?
Potifar : Oh, tuan Hakim sudah mengerti ?
Hakim : Tidak sulit, tuan Potifar. Sebab itu adalah kasus epidemis.
Potifar : Kalau begitu, berarti bukan hal yang luar biasa lagi, artinya merupakan perkara biasa saja ?
Hakim : Maksud saya, bahwa persoalan itu adalah sedang umum melanda golongan elite di kota ini. tanpa mengurangi sifat-sifat kejahatannya dan keluarbiasaannya. Jadi, tetap bersifat luar biasa dipandang dari segi moral dan hukum.
Potifar : Apakah tuan Hakim sudah sering mengadili perkara seperti ini ?
Hakim : Ya, sering juga, tetapi dalam bentuk yang berbeda-beda tentunya.
Potifar : Saya tidak ingin perkara ini bocor keluar, tuan Hakim. Apalagi sampai dicium oleh juru warta. Sebab nanti akan menjadi pelecehan yang tidak baik dikalangan masyarakat, dan akan menimbulkan kegoncangan yang akan mengganggu ketenangan dan ketertiban. Tetapi saya juga tidak ingin mempersoalkan ini tetap menjadi duri dalam daging, yang akan menimbulkan ketegangan-ketegangan dalam jiwa saya.
Saya ingin adanya semacam penyelesaian atau setidak-tidaknya jawaban atas tanda tanya besar yang melingkar-lingkar di dalam pikiran saya.
Oleh karena itu saya minta tuan Hakim bisa memberikan suatu penyelesaian yang saya kehendaki.
Hakim : Sikap dan pendirian tuan dalam menghadapi kasus semacam ini adalah sangat terpuji. Saya menyatakan hormat atas sikap tuan ini. Oleh karena itu saya akan berusaha membantu tuan keluar dari lingkaran setan ini.
Saya mengharap tuan tidak berkeberatan menuturkan kembali apa yang tuan saksikan pada waktu itu, menurut apa adanya tanpa ditafsirkan oleh pendapat atau emosi tuan sendiri.
Potifar : Ketika saya pulang dari istana Raja Rianus, persis waktu saya membuka pintu, pintu itu terbuka dari dalam, dan ternyata Zulaikha dan Yusuf sedang kejar-mengajar. Tetapi saya selanjutnya tidak bisa melihat dengan pasti, sebab mereka lalu serentak berhenti. Mereka mengadu dan menuduh satu sama lain. Saling mencacikan dirinya sendiri masing-masing.
Hakim : Apakah tidak ada sesuatu bukti dan saksi ?
Potifar : Saksi tidak ada. Tetapi kalau bukti, saya belum tahu.
Hakim : Ya, saksi memang sukar didapat dalam kasus semacam ini. Tetapi kalau bukti atau setidak-tidaknya indikasi masih bisa diharapkan pasti ada. Biasanya terhadap tanda-tanda pada baju mereka. Mugkin bekas tarikan tangan atau sobek sedikit saja. Itu sudah cukup untuk mengetahui siapa yang berdusta dan siapa yang jujur.
Kalau pada baju Yusuf terdapat sobek dibagian depan, maka Zulaikha jujur dan Yusuf yang berdusta. Tetapi kalau sobek itu terdapat dibagian belakang, maka Zulaikha yang berdusta dan Yusuf jujur.
Potifar : Baiknya saya panggil saja, tuan Hakim.
(keluar, kemudian masuk lagi bernama Zulaikha dan Yusuf)
Hakim : Saya mitna Zulaikha dan Yusuf berdiri tenang.
Tuan Potifar, mari kita perhatikan.
Potifar : Saya sudah jelas, tuan Hakim, siapa yang jujur dan siapa yang berdusta.
Wahai Zulakha, engkaulah yang bersalah, engkaulah yang membuat tipu daya yang sangat berbahayat.
Zulaikha : (kepada Hakim Azora), Oh, paman Azora !
Hakim : Ya, anakanda ! Itu tidak bisa dihindari, nak. Sebab bukti telah berbicara apa adanya. Kesalahan tidak mungkin bisa dibela.
Potifar : Yusuf !
Potifar : Lupakanlah semua ini. Anggaplah tidak terjadi apa-apa. Jagalah agar peristiwa ini tidak bocor keluar. Lupakanlah engkau Zulaikha, insfalah kesalahanmu ini. Mintalah ampun atas dosamu. Tutuplah lembaran lama sampai disini saja. Mulailah dengan lembaran baru. Kesempatan berbuat baik masih terbentang luas sekali. Kembalilah menempuh jalan yang benar sebab jalan itu bersih, lurus dan aman, walaupun sedikit mendaki. Tinggalkan jalan yang salah, sebab jalan itu bengkok, kotor, lagi tidak aman dan meluncur jurang. Tuan Haim, saya berterima kasih atas bantuan tuan, mari kita mengadakan sedikit upacara (mereka keluar).


BABAK II
ADEGAN 3

Masih di istana Potifar.
(masuk Zulaikha membawa seperangkat pakaian Yusuf, diikuti Sona dan khadam membawa makanan dan minuman).
Zulaikha : Khadam
Khadam : Saya, tuan puteri
Zulaikha : Panggilkan Yusuf kemari
Khadam : Saya, tua puteri (keluar)
Zulaikha : Apakah engkau juga mendengar issue diluar tentang diriku, Sona ?
Sona : Ada juga mendengar, tuan puteri.
Zulaikha : Bagaimana sas-sus mereka itu ?
Sona : Mereka pada umumnya berkata dengan sinis sekali terhadap tuan puteri, malah ada yang terang-terang mengatakan : terlalu, isteri perdana menteri tergila-gila kepada bujangnya sediri.
(masuk Yusuf dan Khadam)
Zulaikha : Yusuf
Yusuf : Saya, ibunda
Zulaikha : Jangan keluar dahulu, ya ? Berdandanlah sebaik-baiknya. Pakailah ini. Tinggallah saja di dalam, menunggu panggilan saya.
(Yusuf keluar membawa pakaian)
Engkau Khadam. Di sini saja mengatur papan hidangan ini. Oh ya, pisau-pisau itu belum dibawa kemari. Ayo lekas ambil Khadam.
(Keluar mengambil pisau-pisau)
Sona, buah-buahan ini ditaruh disini, boket ini tempatnya disini. Oh ya, apakah nyonya Bazil dan Nyonya Varyakut berjanji akan datang ?
Sona : Sona, tuan puteri, malah mereka sangat bergermbira mendapat undangan dari tuan puteri.
(Khadam masuk membawa pisau-pisau)
Zulaikha : Mari pisaunya, ini penting, harus diletakkan di sini. Lekas, tamu-tamu itu sudah pada datang.
(masuk tamu-tamu wanita)
Tamu-tamu : Selamat sore Nyonya Potifar.
Zulaikha : Silahkah duduk dengan sesuka hati. Saya senang sekali anda sekalian sudi memperhatikan undangan saya.
Varyakut : Nyonya Zulaikha senang, tentu saja, kami semua maklumkan ?
(tamu-tamu tertawa)
Zulaikha : Varyakut dan Bazil. Anda berdua sangat cantik sekali. Aku iri hati lo. Arian dan Haniz sangat manis-manis. Aku panas melihatmu. Nona Burda dan Nona Nirla, anda berdua bagaikan bidadari, cantik dan menyala. Aku gemas melihat kamu.
Bazil : Adakah kami semua ini seperti binatang-binatang di langit, Zulaikha ?
Zulaikha : Oh, tentu. Anda semua seperti bintang-bintang kemilau.
Bazil : Oh, malang kami ini. Apa daya bintang berhadapan dengan bulan purnama ? lenyap cahaya bintang, tenggelam oleh sinar bulan, engkaulah Zul, bulan purnama itu (semua tertawa).
Arian : Tetapi aku belum heran, yang ku herani ialah mengapa nyonya Zulaikha jadi semakin muda. Itu yang luar biasa.
Hanis : Ya, sebab dia sedang anu,… (mereka tertawa)
Zulaikha : Bicaralah sesuka hatimu. Aku tidak marah. Tetapi itu makanan di depan jang didiamkan, nanti marah makananan-makanan itu. Ayo makan sambil ngobrol-ngobrol (keluar).
Varyakut : Tetapi sayang (sinis). Perempuan cantik sehebat itu doyan bujangnya sendiri. Ooo masih mendingan kalau main-main dengan lelaki gentelmen. Sayang, sayang.
Bazil : Itu salahnya pepatah sendiri. Kenapa berbunyi "Cinta adalah Buta".
Varyakut : Ah, tapi kan masih bisa meraba ?
Arian : Salah Zulaikha sendiri. Kenapa tidak mau cuci mata di luar. Jadi tahunya hanya bujang sendiri setiap hari. Itulah sebabnya.
Haniz : Masa bodoh Arianlah yang sudah banyak pengalaman. Beri saja nanti Zulaikha les tentang begitu itu.
Arian : Jangan begitu, saya murid anda, bukan ?
Hanis : Oh, ya ? saya pula.
(Zulaikha masuk)
Zulaikha : Mari kita santap hidangan ini. Anda harus menghabiskan masakan ini, masakah istimewa, hasil karya saya sendiri, khusus untuk santapan wanita-wanita tercantik di dunia. Ayo mulai, tangggung bisa lupa mertua nanti. Ambillah pisau-pisau ini.
(Tamu-tamu memegang pisau, Zulaikha keluar)
Bazil : Awas. Jangan lupa sang mertua, nanti bisa jadi janda engkau, Niz.
(Masuk Yusuf dengan tenang).
Varyakut : Hei, Niz, lihatlah lelaki itu. Siapa dia ?
Haniz : Oh, lelaki itu ?
Varyakut : Ya, kenalkah engkau ?
Hanis : Belum, sayang. Engkau Arian, kenalkah ?
Arian : Oh, ini rupanya "yang' nya Zulaikha. Oh, bukan main, bukan main.
Varyakut : Ssst, nampak seperti bukan manusia biasa. Oh, barangkali seorang dewa yang baru turun dari khayangan.
Yusuf : Selamat sore, selamat kerjamu, nona-nona.
Varyakut : Selamat sore, oh dewa ?
Yusuf : Maaf nona, saya bukan dewa. Panggilah saya Yusuf.
Varyakut : Oh, maaf. Selamat sore Yusuf.
Arian : Marilah Yusuf, duduk di sini, makan bersama kami sambil omong-omong.
Yusuf : Terima kasih, nona. Saya rasa agak kurang sopan, nona.
(masuk Zulaikha)
Zulaikha : Masuklah Yusuf. (Yusuf keluar)
Varyakut : Diakah bujangmu, Zul ?
Zulaikha : Ya, kenapa ?
Varyakut : Saya kira dia bukan manusia biasa, tetapi seorang malaikat yang mulia.
Oh, jariku, aduuh.
Zulaikha : Oh, kenapa. Jarimu juga berdarah, Arian.
Arian : Aduh, mati aku.
(yang lain-lain juga menjerit melihat jarinya sendiri-sendiri luka-luka darah parah).
Zulaikha : Yusuf, Khadam, Sona, ambillah cepat obat-obatan dan verband.
(masuk Yusuf dan keluar lagi bersama Khadam dan Sona).
Tenanglah, jangan menjerit-jerit. Tahanlah supaya darah tidak banyak keluar.
(masuk Yusuf bersama Khadam dan Sona)
Mana obatnya Yusuf, kau masuk saja lagi.
Khadam, Sona, ayo diobati dan diverband.
(mereka sibuk mengobati dan membalut).
Varyakut : "Yang" mu itu hanya membawa sial saja, Zul.
Zulaikha : Itu salah kamu sendiri. Kenapa mata kamu nakal, menelusuri habis-habis bujang orang ? Kenapa kamu tidak ingkatkan diri ? Lain kali jangan begitu, ya ?
Varyakut : Saya sendiri tidak mengerti Zul. Itu Arian dan Bazil yang …
Zulaikha : Mukanya jangan suka mencemoohkan orang, itulah akibatnya.
Itulah dia bujang saya, kalau kamu mau tahu. Baru melihat selinas saja kamu sudah begitu. Bagaimana kalau seperti aku bersanding siang malam, melihat hal-hal yang lebih indah lagi ?
Arian : Ah, tak ngertilah aku. Karena jadi begini. Bagaimana suamiku nanti. Sudalah Zul, aku permisi pulang saja. Aduh pedih.
Zulaikha : Ya, aku menyesal sekali atas kejadian ini. Sudilah anda sekalian memaafkan. Sebenarnya aku belum puas, ingin bertemu lebih lama lagi, tetapi oleh karena anda menahan sakit, terpaksalah aku mengijinkan.
Arian : Maaf Zul, kami akan permisi kepada Yusuf, bolehkah ?
Zulaikha : Boleh, tentu.
Yusuf, Yusuf
(masuk Yusuf)
Yusuf : Saya, bunda.
Zulaikha : Tamu-tamu ini mau pulang.
Arian : Kami permisi pulang, Yusuf.
Yusuhf : Oh, begitu, terima kasih, terima kasih
(mereka keluar)
Zulaikha : Khadam, Sona, keluarlah dahulu. (Khadam, Sona keluar)
Yusuf,
Yusuf : Saya, bunda.
Zulaikha : Jangan panggil saya bunda, Yusuf. Saya bukan ibumu. Apakah yang kelihatan sudah tua ? masih muda, bukan ? Panggil saja akul Zul, lebih mudah dan lebih seni. Bukankah begitu ? Yusuf, hatikus sudah terlanjur terpaut kepadamu. Aku mencitai deengan lebih dari segala-galanya. Salahkah aku ? Mungkin tingkah lakuku yang dipengaruhi oleh cinta, dipandang dai norma moral, teramat janggal dan kasar. Tetapi dapatkah cinta itu disebut sesuatu yang kasar ?
Yusuf, terimalah cintaku padamu. Aku tidak mungkin dapat dipisahkan darimu sesaatpun, Yusuf. Kecuali apabila engkau dipisahkan oleh dinding-dinding tebal dan terali-terali yang kokoh. Aku tahu, Yusuf. Engkau tidak bisa dipaksa menuruti kemauanku, sebab engkau tetap teguh menjaga kesucian, menjaga ketinggian moral. Itu adalah baik. Tetapi tahukan Yusuf, apa yang ku perbuat untuk memuaskah hatiku ?
Aku hanya dapat dipisahkan darimu jika engkau dipisahkan oleh dinding-dinding tebal penjara. Maaf aku, Yusuf. Pikirkanlah masak-masak sebelum segalanya dijalankan. (keluar).
Yusuf : Oh, Tuhan. Hambamu ini lebih senang meringkuk dalam penjara, daripada terjebak mereka dalam perangkat asmara, Oh, Tuhan. Jika tidak Engkau lepaskan muslihat ini lepas jauh dari hambamu. Pastilah terjerumus kedalam bujuk rayu, dan bodoh binasalah tentu. (keluar).

BABAK III
ADEGAN 1
Di dalam penjara.
(Masuk Yusuf bersama dua nara pidana dengan seragam penjara)
Yusuf : Sudah tenangkan pikiramu, Sarabaz ?
Sarabaz : Belum, apakah anda sudah bisa tenang ?
Yusuf : Saya kira begitulah.
Habbas : Jangan bohong engkau, Yusuf. Tak mungkin orang di penjara bisa tenang pikriannya. Kecuali kalau engkau sudah gila.
Yusuf : Saya rasa aku tidak gila.
Habbaz : Ya, tetapi kalau orang disekap dan diasingkan seperti ini, jauh dari keluarga, jauh dari famili, tidak memiliki kemerdekaan, dekat selalu pada siksaan, peekerjaan sangat berat, makannya hanya sekerat. Kalau orang bisa tenang pikirannya dalam keadaan begiti, saya kira tidak normal.
Yusuf : Memang, kaalu engkau berfikir selalu pada soal-soal materi : soal-soal makanan, soal-soal pakaian, soal-soal perumahan, kendaraan, perempuan, uang dan soal-soal pribadimu sendiri saja, penjara ini adalah pemisah dirimu dari semua itu, penjara ini adalah untuk menekan dan mempersempit gerak fisikmu, sehingga engkau merasa tersiksa.
Tetapi dapatkah dinding-dinding ini mempersempit perkembangan pikiran maju ? Bisakah terali yang kuat ini menahan gerak cita-cita mulia ? Mampukah polisi-polsi dengan senjatanya itu mengawasi kebebasan berfikir, menyusun cita-cita dan mengembangkan jiwa ?
Sarabaz : Saya rasa pendapamu itu benar, Yusuf.
Yusuf : Ya, dan ini bukan pendapatku, tetapi kenyataan. Penjara dengan segala perlengkapannya sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa terahdap perkembangan alam pikiran, pemupukan jiwa dan penyusunan cita-cita. Bahkan sebaliknya, penjara dan hakekatnya merupakan tanah yang sabar bagi pikiran, jiwa dan cita-cita. Apa yang sukar dilakukan di luar bisa mudah diselesaikan di dalam penjara.
Sarabaz : Saya kagum pada pikiranmu, Yusuf. Saya jadi ingin mendengar kisahmu sampai bisa masuk di penjara ini.
Yusuf : Itu adalah kehendak Tuhan. Mungkin agar aku mengalami pematangan jiwa dalam penjara ini, untuk bekal masa mendatang. Mungkin supaya aku dapat menginsafi betapa welas asihnya Tuhan kepada hamba-hambanya. Banyak hamba-hambanya yang melakukan dosa-dosa besar, tetapi masih dibiarkan menemukan kesadarannya sendiri sampai datangnya ajal. Mungkin supaya aku dapat merasakan betapa jauh perberdaan keadilan manusia dengan keadilan Tuhan. Dan mungkin pula agar supaya aku menyadari betapa tinggi nilai kemerdekaan.
Habbaz : Apapun alasanmu, Yusuf, tetapi pasti engkau pernah melakukan kejahatan, sehingga engkau dimasukkan ke dalam penjara ini.
Yusuf : Ya, mungkin, dan dengarkanlah : seperti telah kami dengar mungkin bahwa di kota ini sedang terjadi semacam wabah, ialah dekadensi moral, terutama dikalangan kaum elit. Para bapak-bapak sudah tidak memperdulikan lagi kewajibannya kepada keluarga dan rumah tangga. Mereka memburu segala macam kesenangan dan hiburan. Isteri-isteri mereka dibiarkan kesepian dan menderita. Akibatnya kaum wanita itupun menjadi pengikut kaum adam, yakni menjadi pemburu kesenangan dan hiburan. Mahkota mereka sebagai ratu yang disegani dan berwibawa sudah ditinggalkan dan bahkan ada yang menjadi buruan mereka. Aku dianggap berbahaya, bisa menimbulkan kegoncangan-kegoncangan di rumah-rumah orang besar.
Sarabaz : Oh, kalau begitu, kisahmu itu hampir sama dengan kisahku, ialah akibat fitnah. Aku bekerja sebagai pelayan Raja Rianus, sebagai pelayan Raja, menyediakan minuman anggur khusus untuk raja. Temanku ini, Habbaz, pelayan Raja bagian makanan roti. Pada suatu hari Raja jatuh sakit karena keracunan, sesudah makanan roti dan minum anggur, hidangan dari Habbaz dan aku. Maka aku dan Habbaz ini dakwa meracuni raja dan dijebloskan kedalam penjara ini. padahal aku yakin benar bahwa minuman yang ku hidangkan pada waktu itu bersih dan murni seperti sedia kala. Dan aku yakin bahwa aku tidak bersalah. Di sini aku hanya sementara, menunggu hasil penyelidikan yang teliti. Tetapi semalam aku bermimpi yang tidak seperti mimpiku di malam-malam sebelumnya.
Yusuf : Coba kisahkan mimpimu itu, aku ingin mendengarnya.
Sarabaz : Aku memeras anggur kemudian ku haturkan kepada raja, demikian mimpi itu Yusuf, terangkanlah kepadaku arti mimpi itu. Aku mempunyai dugaan bahwa engkau bisa menerangkan arti mimpi.
Habaz : Akupun semalam bermimpi, dan juga berkesan sekali dalam pikiranku. Aku membawa roti di atas kepalaku, akan kupersembahkan kepada Raja, tetapi tiba-tiba seekor burung menyambar sepotong roti dimakannya. Demikian mimpiku itu. Aku minta tolong kepadamu Yusuf, untuk menerangkan kepadaku arti mimpi itu.
Yusuf : Memang, mimpimu berdua itu merupakan mimpi yang mempunyai arti. Sabarlah, aku akan menerangkan artinya sebentar lagi, sebelum kamu menerima bagian makan pagi ini.
Aku akan menerangkannya dengan berdasarkan ilmu yang diajarkan Tuhan kepadaku, bukan berdasarkan ramalan-ramalan dan dugaan-dugaan dari orang-orang yang tdiak percaya kepada Tuhan dan kufur kepada hari kemudian.
Dengarkanlah hai kawan ! Aku menganut agama yang di bawah oleh kakekku Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq dan ayah Ya'kub. Tidaklah patut lagi bagi kami, mempersekutukan Allah dengan sautu apapun. Agama Ibrohim itu merupakan anugrah besar dari Allah kepada kami dan masyarakat umummnya. Tetapi mereka itu sebagaian besar tidak mau bersyukur.
Wahati teman penghuni penjara ini ! Coba kamu pikirkan, apakah Tuhan yang bermacam-macam itu lebih baik daripada Tuhan Yang maha Esa Lagi Maha Kuasa ?
Sesungguhnya apa yang kami sembah selain Allah adalah semata-mata nama-nama yang diciptakan oleh kamu sendiri dan nenek moyangmu. Tuhan tidak memberi izin dan landasan apapun pada sembahan itu.
Ketahuilah wahai kawan, bahwa segala keputusan adalah ditentukan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu sekalian tiada menyembah selain kepada Allah semata. Itulah agama yang benar. Akan tetapi sebagian besar orang tidak mau mengerti. Nah, sekarang akan kuterangkan arti mimpimu itu, dengarkanlah baik-baik kawan.
Sarabaz, engkau akan segera keluar dan bekerja kembali sebagai pelayan Raja, menyediakan anggur minuman seperti sedia kala.
Dan engkau Habaz, juga akan segera keluar, akan tetapi akan menjalankan hukuman mati di palang salib dan akan dimakan buruk dari bagian kepala.
Habaz : Oh, tidak. Aku tidak mimpi. Aku hanya berpura-pura saja.
Yusuf : Dengarkanlah kawan ! Semua itu sudah menjadi keputusan, jadi tinggal menunggu pelaksanaan saja.
Sarabaz : Oh, terima kasih, Yusuf, terima kasih. Mudah-mudahan engkaupun tidak akan lama tinggal di sini. Ada pesan apa, kawan ? Aku akan membantu nanti. Kalau benar aku direhabilitir lagi sebagai pelayan Raja, maka aku akan menyampaikan kisahmu itu kepada Raja. Setujukan kawan ?
Yusuf : Oh, terima kasih atas kesediaanmu itu. Kalau memang engkau tidak berkeberatan, cobalah sampaikan kisahku itu kepada Raja. Mudah-mudahan raja menyadari keadaan sebenarnya tentang diriku dan masyarakat. (terdengar suara lonceng).
Nah, saat makan pagi telah tiba. Mari kita ambil sekarang. (mereka mengambil alat-alat lalu keluar).

BABAK III
ADEGAN 2

Di Mesir, di istana Raja Rianus
(masuk Raja Rianus diiringi oleh pembesar-pembesar kerajaan)
Raja : Humaret
Raja : Saya, sri paduka.
Raja : Apakah ada kejadian-kejadian di wilayah Mesir yang berarti, yang dapat dihubungkan dengan mimpiku ?
Humaret : Saya telah menerima laporan dari wilayah-wilayah negara, tetapi tidak mendapat kabar yang khusus, sri paduka.
Raja : Kalau demikian, belum ada pemecahan sama sekali atas teka-teki mimpi itu. Apakah teka-teki itu takkan kunjung terjawab ? Kalau begitu aku akan menjadi fatal menanggung rahasia yang teramat berat ini.
Sanakar : Oh, sri paduka yang kami junjung tinggi. Berbagai ikhtiar telah diadakan, tetapi tidak ada jawaban yang dapat memuaskan atas mimpi sri paduka. Apakah tidak lebih baik sri paduka mengabaikan saja mimpi itu, agar sri paduka tidak menanggung beban berat yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan sri paduka ?
Raja : Tidak bisa, Sanakar. Demikian besar pengaruh mimpi itu atas jiwa dan pikiranku. Seolah-oleh di depan mataku sedang berkecamuk malapetaka yang akan membinasakan rakyatku. Dapatkah hal itu dilupakan ?
(masuk pengawal)
Pengawal : Sri paduka, tiga orang hakin menyatakan ahli penafsir mimpi. Mereka ingin menghdap sri paduka, kalau diperkenankan.
Raja : Bawalah menghadap kemari. (pengawal keluar)
Sudah beratus kahin telah menyatakan ahli ta'bir mimpi, tetapi buntu semuanya. Aku sebenarnya sudah bosan, tetapi kali ini berangkali bisa.
(masuk pengawal diiringi oleh tiga orang kahin).
Raja : Betulkan anda bertiga orang-orang kahin ?
Kahin-kahin : Betul, sri paduka, kami adalah kahin-kahin terkenal.
Raja : Apa maksud kamu daatng di sini ?
Kahin I : Kami mendengar berita bahwa sri paduka sedang berduka cita karena suatu mimpi yang penuh rahasia. Kami datang di sini bermaksud menyumbangkan sesuatu menurut keahlian kami, ialah memecahkan rahasia mimpi sri paduka.
Raja : Apakah kamu sudah menguasai ilmu yang mendalam tentang ta'bir mimpi ? sudahkan kamu yakin akan kemahirannya sekalian ?
Kahin II : Sri paduka yang teramat mulia. Kami sudah sejak berpuluh tahun telah mendalam dalam ilmu ini. Dan berpuluh tahun pula kami telah membuka ta'bir mimpi yang amat pelit menurut pendapat orang, tetapi kami selalu berhasil.
Raja : Baikah, sekarang dengarkan. Humaret, bacalah catatan mimpiku itu.
Humaret : (membuka buku pusaka khsus catatan mimpi Raja Rianus)
Pada tanggal 13 bulan awal tahun Kadal, malam Jum'at dan 3 pagi sri baginda Raja Rianus dari kerajaan Mesir bermimpi melihat tujuh ekor lembu gemuk-gemuk muncul dai laut kemudian muncul tujuh ekor lembu lainnya kurus-kurus badannya, makan sampai habis ketujuh lembu gemuk itu. Kemudian sri baginda melihat tujuh tangkai padi hijau segera dan disampingnya ada pula tujuh tangkai padi kering mati.
Raja : Itulah mimpiku. Sekarang terangkanlah wahai kain apa artinya, nanti kamu akan mendapat hadiah yang selayaknya.
Kahin II : Ampun, sri paduka. Izinkanlah kami melihat pada pusaka totem (mereka membuka semacam buku kuno).
Ampun beribu ampun sri paduka, Raja junjungan. Menurut Sabda pusata totem ini, mimpi sri paduka tergolong mimpi yang tak berarti.
Raja : Oh, kamu ini tergolong kahin yang tak berarti. Enyalah dari sini, wahai penipu sial !
Kahin III : Ampun sri paduka. Raja junjungan. Masih ada …
Raja : Tida ada lagi. Ayo enggah dari ini !
(Kahin-kahin keluar)
Humaret, buatlah sayembara berhadian dan segera umumkan kepada rakyat : Barang siapa dapat memecahkan rahasia mimpi ini akan menerima hadiah yang besar sekali.
Humaret : Perintah akan segera kami laksanakan, sri padukka.
(masuk Sarabaz).
Sarabaz : Sri paduka, Raja Rianus junjungan hamba. Sekiranya hamba bisa mengikuti sayembara itu, tetapi seorang teman hamba dahulu waktu hamba dalam penjara.
Raja : Bagaimana engkau bisa tahu temanmu itu dapat membuka rahasia mimpi, Sarabaz ?
Sarabaz : Sri paduka, ketika hamba di dalam penjara bersama Habaz, kami masing-masing bermimpi, dan kami tanyakan kepada teman kami itu. Teman itu menjawab dan menerangkan arti mimpi kami yang ternayta tepat sekali, sri paduka.
Raja : Siapa temanmu itu, Sarabaz ?
Sarabaz : Teman hamba bernama Yusuf, sri paduka.
Raja : Oh, Yusuf ?
Sarabaz : Betul, sri paduka. Dahulu ia berpesan agar agar hamba menghaturkan kepada sri paduka, tentang hal ikhwalnya.
Raja : Ya, peranah saya mendengar nama itu. Dan sekarang hatiku mulai tenteram, Yusuf, ya, semoga bisa.
Kenapa tidak engkau katakan sejak dahulu, sehingga aku tidak lama-lama menanggung beban in, Sarabaz ?
Sarabaz : Ampun beribu ampun, sri paduka junjungan hamba. Hamba lupa sama sekali, sri paduka.
Raja : Baiklah, Sanakar,
Sanakar : Saya, sri paduka
Raja : Berikan mandat Raja kepada Sarabaz untuk mejumpai Yusuf di penjara.
Sanakar : Saya, sri paduka (memberikan mandat kepada Sarabaz).
Raja : Sudahkan engkau tahu apa mimpiku itu, Sarabaz ?
Sarabaz : Sudah, sri paduka.
Raja : Coba sebutkan.
Sarabaz : Sri Baginda yang mulia Raja Rianus yang bertahta di Negeri Mesir, bermimpi : melihat tujuh ekor lembu gemuk-gemuk muncul dari laut, lalu muncul pula tujuh ekor lembu yang kurus-kurus makan sampai habis ketujuh lembu yang gemuk-gemuk itu. Lalu Sri Baginda melihat tujuh tangkai padi yang segar hijau, dan tujuh tangkai lainnya kering mati.
Raja : Ya, betul. Sekarang berangkatlah.
Sarabaz : Mohon perkenan dan restu, sri paduka (keluar).
Raja : Ya,
Ajaib, aku sudah merasa tentram sekarang. Serasa sudah terbuka pintu rahasia itu. Mari kita melihat taman.
(mereka keluar).


BABAK III
ADEGAN 3
Di dalam penjara
(Yusuf masuk bersama pengawal)
Pengawal : Anggaplah ini rumah anda sendiri saja, Yusuf.
Yusuf : Sejak tujuh tahun yang lalu aku sudah menganggap rumah ini sebagai rumahku sendiri.
Pengawal : Kenapa perkaramu tidak pernah disidangkan ?
Yusuf : Tidak mungkin bisa disidangkan.
Pengawal : Kenapa ?
Yusuf : karena aku tak mempunyai perkara apapun.
Pengawal : Oh, jadi engkau difitnah ? Kenapa engkau tidak mengajukan permohonan kepada sufir atau pengadilan ?
Yusuf : Saya kira tidak gunanya. Dan aku telah menganggap kamar ini sebagai rumah sendiri, bukanlah tadi begitu ? lagi pula tidaklah aku sendirian menjalani nasib seperti ini. Tahukan engkau bahwa sebenarnya banyak orang-orang yang nasibnya menjadi permainan para penguasa mendekam bertahun-tahun di penjara tanpa adanya pengadilan atas perkara yang dituduhkan kepada mereka ?
Ya, itulah kehidupan dunia. Hanya merupakan permainan semata.
Pengawal : Nampaknya engkau memang lebih berharga daripada aku, Yusuf.
Selamat tinggal, aku ada tugas (keluar)
Yusuf : Selamat bertugas kawan. Semoga engkau merasa berbahagia. Terali ini, dinding ini, atap ini, pintu ini, ya, kamar ini, dan dia, pengawal yang merasa sial itu. Setiap pati, setiap sore, setiap siang, setiap malam. Kamu semua, tidak jemu-jemunya selalu muncul di sekelilingku. Tidak pernah berganti. Apakah kamu benci kepadaku ? Oh, saya rasa tidak. Apakah aku benci kepadamu ? Aku jadi malu. Mengapa aku harus membenci kamu yang selalu setia kepadaku ? Mengapa aku harus membenci kamu yang selalu akrab kepadaku ? Mengapa aku harus membenci kamu yang secara ikhlas menemaniku ? Setidak-tidaknya aku tidak membenci kamu semua. Kamu adalah temanku. Dan aku adalah temanmu.
(Masuk pengawasl bersama Sarabaz)
Oh, ini teman lama. Sarabaz, betuklah engkau ?
Sarabaz : Benar, aku Sarabaz. Engkau tidak khilaf, Yusuf, meskipun sudah tujuh tahun lamanya dan engkau masih tetap seperti sediakala. Heran aku, Yusuf. Tak ada tanda-tanda sedikitpun engkau merasa sedih disini.
Yusuf : Apa kabar, teman ?
Sarabaz : Baik-baik saja, teman. Aku sekarang masih bekerja sebagai pelayan raja. Dan aku datang disini adalah atas tugas dari Raja untuk menjumpai engkau, Yusuf.
Yusuf : Oh, ada sesuatu yang penting agaknya ?
Sarabaz : Ya, begitulah. Barangkali engkau sudah mendapat firasat.
Yusuf : Aku tidak bisa mengetahui hal-hal yang ghaib, katakanlah.
Sarabaz : Soal mimpi lagi. Tetapi ini mimpi raja. Sangat penting bukan ?
Yusuf : Ya, mungkin. Tetapi apakah belum pernah dijelaskan oleh ahli-ahli nujum dan para kahin istana ? Bukankan di dalam istana terdapat corp astrolog dan kahlin ? Apa kerja mereka ?
Sarabaz : Tentu saja sudah. Tidak hanya corp astrolog dan kahin istana tetapi juga astrolog-astrolog dan kahin-kahin swasta di seluruh nusantara, baik yang profesional maupun yang amatir. Tetapi mereka gagal total dalam usahanya memecahkan teka-teki mimpi yang sangat misterius itu. Sampai Raja sendiri marah kepada korp Astrolog dan korp kahin istana yang hanya menambah beban anggaran saja, sampai-sampai Raja menaruh curiga kepada korp astrolog dan kahin resmi itu.
Maka saya memberanikan diri menampilkan namamu, Yusuf, kepada Raja. Raja sangat berkenan menerimanya. Bahkan baginda mengatakan hatinya sudah mulai tenang.
Yusuf : Ya, semoga Tuhan memberi petunjuk kepadaku. Ceritakanlah sekarang mimpi itu.
Sarabaz : Pada suatu malam Baginda Raja Rianus bermimpi melihat tujuh ekor lembu gemuk-gemuk muncul dari laut, lalu muncul pula tujuh ekor lembu yang kurus-kurus makan sampai habis ketujuh lembu yang gemuk-gemuk itu. Lalu Sri Baginda melihat tujuh tangkai padi yang segar hijau, dan tujuh tangkai lainnya kering mati. Itulah mimpi Raja.
Yusuf : Selama tujuh tahun mendatang ini, rakyat akan bertanam seperti sediakala. Tetapi hasil panennya perlu disimpan dengan baik, dan dibiarkan pada tangkainya supaya bisa awet. Ambilah sekedar cukup untuk makan saja, jangan dijual, jangan di ekspor. Kemudian sesudah itu datanglah masa paceklik yang sangat hebat selama tujuh tahun. Segala persediaan akan habis dimakan selama itu, kecuali hanya sedikit saja sisanya yang disishkan untuk bibit lagi. Sehabis masa paceklik itu tibalah tahun makmur, cukup hujan, cukup makan, dimana rakyat berkelebihan bahan pangan, sampai anggur-anggur mereka diperas menjadi minuman.
Nah, itulah arti daripada mimpi Raja itu.
Sarabaz : Oh, luar biasa engkau Yusuf. Pasti Raja akan bersuka cita. Dan engkau pasti akan mendapat hadiah yang besar. Yah, akupun merasa ouas sekarang. Ketahuilah, teman. Bahwa selama ini, istana diliputi kemurungan, karena Raja dalam keadaan duka nestapa, menanggung beban berat daripada rahasia mimpi. Izinkanlah aku meninggalkan tempat ini sekarang, untuk segera menghadap Raja, menghaturkan kunci rahasia ini agar Raja bersuka hati, dan istanapun cerah kembali. Aku yakin, engkau akan segera keluar, Yusuf. Selamat tinggal (keluar).
Yusuf : Selamat jalan, sampai bertemu lagi (keluar bersama pengawal)
BABAK III
ADEGAN 4

Di dalam penjara.
(Yusuf masuk membawa makanan pagi, kemudian menyusul pegawal bersama Sarabaz membawa seperangkat pakaian dan hadiah-hadiah).
Yusuf : Apa kabar, kawan ?
Sarabaz : Selamat bertemu kembali, Yusuf.
Yusuf : Apa kabar, kawan ?
Sarabaz : Kabar gembira, Yusuf. Raja sangat bergembira dan berterima kasih kepadamu. Inilah hadiah dari Raja untuk engkau. Pakailah baju-baju ini sekarang.
Yusuf : (kepada pengawal) bolehkan aku memakinya di sini, kawan ?
Pengawal : Boleh, pakailah sekarang.
(Yusuf mengenakan pakaian-pakaian baru).
Engkau ini seperti pembesar saja, Yusuf. Tak pantas sebenarnya engkau menghuni tempat ini.
Inilah barangkali imbalan dari ketahaban dan kesabaranmu selama tujuh tahun mengeram di sini tanpa suatu kesalahan apapun.
Sarabaz : Masih banyak lagi yang akan dianugrahkan Raja kepada Yusuf.
Pengawal : Oh, apa lagi ?
Sarabaz : Atas nama Raja, Yusuf hari ini dikeluarkan dari penjara dan dibebaskan dari segala tuduhan.
Pengawal : Oh, Yusuf. Hatiku gembira, tetapi perasaanku sedih, mendengar berita ini.
Engkau akan segera bebas di dunia luas. Tempat ini akan menjadi sepi, sesepi hatiku. Karena berpisah dengan engkau, Yusuf.
Yusuf : (kepada pengawal) Terima kasih, kawan. Atas ketulusan hatimu. Perasaanku juga berdebar-debar hendak berpisah dengan engkau, sahabat.
Persahabatan yang akrab dan setia, dengan engkau, kawan, dengan terali, dengan semuanya yang ada di sini, selama tujuh tahun tanpa berpisah, diwaktu senang maupun di waktu susah, berkesan sangat dalam di hati, takkan kulupa sampai mati.
Sarabaz : Mari kita berangkat sekarang, Yusuf. Raja sudah menunggumu.
Yusuf : Masih ada sesuatu yang harus diselesaikan dahulu, Sarabaz.
Sarabaz : Segala sesuatunya sudah saya selesaikan dengan sifir dan instasi yang bersangkutan apa masih ada lagi ?
Yusuf : Persoalan yang menyangkut dengan wanita-wanita yang memotong-motong tangannya sendiri. haru ada penyelesaian lebih dahulu.
Sarabaz : Saya kira Raja akan menjamin keberesan soal itu, Yusuf.
Yusuf : Belum tentu dapat. Sebab tipu daya wanita sudah terbukti keampuhannya. Banyak raja-raja berkuasa, jendral-jendral perkasa yang tekuk lutut dihadapan wanita.
Sarabaz : Oh, engkau sangat bijaksana, Yusuf. Aku menjadi sangat kagum.
Yah, bolehlah. Akan kusampaikan hal ini kepada Raja.
Aku permisi dahulu, kawan. Selamat tinggal (keluar).
Yusuf : Selamat jalan.
Pengawal : Belum pernah aku melihat kebijaksanaan setinggi itu, Yusuf.
Belum pernah aku menjumpai orang tabah seperti engkau.
Yusuf : Oh, jangan memuja yang tidak ada tempatnya, kawan.
Aku hanya ingin mengundur saat perpisahan, saat yang sangat berat, peristiwa yang sangat mengharuukan.
Perpisahan dengan engkau, dengan terali besi ini, dengan tempat ini.
Aku ingin menikmati lagi barang sesaat : keakraban dan kesetiaan dari semuanya ini, terutama engkau. (suara lonceng).
Mari kita keluar, lonceng sudah berbunyi. (Mereka keluar).

BABAK IV
ADEGAN 1

Di istana Raja Rianus.
(masuk Raja dengan beberapa pembesar istana)
Raja : Sanakar.
Sanakar : Saya, sri paduka.
Raja : Sudahkah engkau panggil, Zulaikha dan wanita-wanita itu ?
Sanakar : Sudah, sri paduka. Mereka sedang menuju kemari, sri paduka.
Raja : Bagaimana sikap mereka terhadap Yusuf, adakah mereka masih mempunyai perhatian dan atau sudah melupakan peristiwa itu ?
Sanakar : Sangat mengherankan, sri paduka. Waktu wanita-wanita itu diberi tahu tentang panggilan sri paduka yang menyangkut peristiwa lama dengan Yusuf, mereka nampak bergejolak lagi emosinya, sehingga kelihatannya seolah-olah peristiwa itu baru saja terjadi. Mereka pada umumnya sangat bersimpati kepada Yusuf, terlebih-lebih Zulaikha.
Raja : Tahukan engkau, Sanakar, mengapa wanita-wanita itu, terutama Zulaikha, sangat mengagumi dan tergila-gila kepada Yusuf ?
Sanakar : Saya tidak begitu mengerti, sri paduka.
Raja : Adakah engkau mengerti, mengapa aku snagat berkenan kepada Yusuf ? Humaret ?
Humaret : Karena Yusuf telah berhasil memecahkan teka-teki mimpi sri paduka.
Raja : Bukan itu, Humaret.
Humaret : Itu adalah rahasia di tangan sri paduka pribadi. Tak mungkin saya tahu, sri paduka.
Raja : Dengaarkanlah, wahai Sanakar, Humaret dan yang hadir disini.
Aku sangat kagum kepada Yusuf : kebesaran jiwanya, keberhihan pribadinya, ketinggian budinya, keluasan ilmunya, ketabahannya, kecerdasannya, semua itu sangat mengagumkan dan juga kesempurnaan parasnya.
Pernakah kamu mendengar ada seorang yang dipenjara tujuh tahun, waktu akan dibebaskan belum mau karena ada sesuatu soal yang menurut pendapatnya belum seleesai ?
Kalau saya sendiri sebagai Yusuf, yang mendekam di dalam penjara dalam tujuh tahun, maka tatkala utusan Raja memberikan bebas dan mengajak keluar, saya akan meloncat keluar pintu. Maka jelas dan ada rahasia yang sangat dalam sekali di dalam pribadi Yusuf.
Dari sinilah dapat dipahami mengapa Zulaikha tergila-gila kepada Yusuf. Gejolak jiwa wanita ini disebabkan oleh cintanya yang menyala, bukan karena ia lebih muda daripada Potifar, suaminya, tetapi karena pribadi Yusuf yang menyinarkan keindahan-keindahan dan memancarkan sifat-sifat keagungannya yang langsung menyentuh kedalam kalbu wanita ini.
Sebab Zulaikha sendiri adalah seorang wanita yang memiliki pribadi yang kuat, kehidupan yang terhormat, sifat-sifat yang utama, dan lingkungan yang utama. Dia merupakan prototype wanita yang sukar dicari tolok bandingannya.
Berbeda dengan wanita-wanita yang melukai tangannya sendiri. Mereka ini adalah wanita-wanita manja yang tidak memiliki pendidikan dan kepribadian yang kuat. Mudah tergoda dan meriah. Maka jika mereka melulai tangannya sendiri, itu adalah salah mereka (masuk pengawal).
Pengawal : Beberapa tamu wanita akan menghadap, sri paduka
Raja : Silahkan menghadap kemari, (pengawal keluar)
Aku ingin menyelami sendiri lubuk hati mereka terutama Zulaikha.
Benar memang Kata Yusuf, bahwa wanita memiliki tipu daya yang sudah terbukti keampuhannya. Seorang penguasa yang tidak waspada, tanpa disadari ia sudah jatuh ke dalam perangkap wanita. Ia akan menjadi pelayan yang setia dari wanita. Lalu bukan lagi merupakan seorang penguasa yang eprkasa, tetapi seekor kuda penarik kereta. Maka celakalah ia dan menderitalah seluruh rakyat dan negara.
Waspadalah kamu sekalian terhadap tipu daya kaum wanita. Sekali lagi waspadalah.
(masuk tamu-tamu wanita).
Zulaikha : Selamat sejahtera Raja junjungan.
Raja : Oh, ini Varyakut, Arian, Bazil dan siapa lagi ini ?
Zulaikha : Haniz, Burda dan Nirla, sri paduka.
Raja : Oh, ya ? Maaf saya agak khiilaf. Bagaimana keadaan dan sekalian, baik-baik bukan ?
Zulaikha : Atas restu sri paduka, kami dalam keadaan baik-baik, sri paduka.
Raja : Tahukah kalian mengapa diundang menghadap di sini ?
Varyakut : Kira-kira ada sangkut pautnya dengan seorang bujang yang bernama Yusuf, sri paduka.
Raja : Ya, tepat sekali. Adakah kalian ingat pada suatu peristiwa di saat yang lalu ?
Varyakut : Peristiwa berdarah di sitana potifar barangkali, sri paduka ?
Raja : Betul, itulah, mengapa sampai terjadi peristiwa sedih itu ?
Varyakut : Saya kira ada semacam magnitisme yang sangat kuat atau semacam daya gaib dari bujang asal Kan'an itu sri paduka.
Raja : Apakah hal itu dialami oleh hanya seorang atau oleh semua yang hadir disitu ?
Varyakut : Saya kira kami semua merasakan hal yang sama, sri paduka.
Raja : Benarkah wahai nyoya-nyonya ?
(semua membenarkan)
Bagaimana pendapat kalian apakah bujang dari Kan'an itu melakukan sesuatu yang tidak baik terhadap kalian ?
Arian : Kami rasa tidak, ettapi untuk mempertahankan nama baik kami sebagai keluarga terhormat di lingkungan istana, maka tuduhan perlu dilemparkan kepada bujang dari Kan'an itu.
Raja : Hal itu sudah dilaksanakan, bukankah begitu ?
Bujagn dari Kan'an telah meringkuk di dalam penjara selama tujuh tahun tanpa sesuatu kesalahan. Selama itu masyarakat sudah lupa pada peristiwa di istana Potifar itu, dan aib kalian sudah berhasil ditutup-tutupi. Apakah kalian sudah merasa puas, artinyat idak mendendamkan lagi.
Arian : Ya, kami rasa sudah cukup, sri paduka.
Raja : Bagaimana pendapat yang lain-lain, apakah juga sudah merasa cukup ?
(semua menjawab sudah merasa cukup)
Saya rasa, sayapun sudah merasa cukup puas dengan keterangan kalian, maka cukup pula pertemuan kita.
Arian : Mohon perkenan sri paduka untuk meninggalkan majlis ini.
Raja : Ya, saya perkenankan, kecuali Zulaikha yang masih saya perlukan untuk soal-soal lain. (tamu wanita keluar kecuali Zulaikha).
Bagaimana kesehatan Potifar, Zulaikha, apakah ada kemajuan ?
Zulaikha : Belum, sri paduka. Bahkan nampak bertambah payah, meskipun berpuluh tabib terkemuka telah berusaha keras mengobatinya.
Raja : (kepada Sarabaz) hidangkan dua minuman anggur.
(keluar semua kecuali Raja dan Zulaikha)
Aku sangat prihatin atas keadaan Potifar. Disaat-saat negara membutuhkan curahan tenaga dan pikirannya untuk menghadapi tahun-tahun paceklik yang sangat mencemaskan, ia menderita sakit yang serius.
(masuk Sarabaz dengan dua gelas minuman).
Mari kita minim untuk kesehatan Potifar, Zulaikha.
Zulaikha : Oh, terima kasih, sri paduka. (mengambil gelas, minum bersama).
Raja : Engkau telah memaklumi tentunya bahwa kisah kasih antara engkau dengan Yusuf sudah menjadi legenda di kalangan rakyat. Dan yang sampai ditelingaku ialah bahwa engkaulah yang tergila-gila kepada Yusuf dan telah merayunya untuk menuruti keinginanmu. Bagaimana sebenarnya, apa bukan Yusuf yang hendak menodaimu dengan tipu dayanya ?
Zulaikha : Oh, demi Tuhan Yang Maha Suci. Sesungguhnya Yusuf tidak bersalah sedikitpun, sri paduka. Dia adalah seorang yang putih, bersih, suci murni. Tiada noda sedikitpun padanya.
Sri paduka, sekarng saya rasa sudah tiba saatnya untuk membuka pintu rahasia yang selama ini tetap saya tutup. Bahwa sesungguhnya sayalah yang tergila-gila pada Yusuf dan sayalah yang membujuk Yusuf untuk menuruti keinginnan saya, melakukan perbuata yang tidak senonoh, tetapi selamatlah kami berdua sebab dia menolak bujukanku.
Sri paduka, saya sebagai seorang wanita biasa merasa tidak mampu menahan gejolak jiwa yang terus menerus akibat daya tarik Yusuf yang sangat dasyat. Setiap saat saya bergelut dan bertahan terhadap rayuan syaitan yang menusuk kedalam jiwa melalui api asmara. Sampai pada suatu ketika dimana pertahanan tak mungkin lagi diusahakan, maka terjadilah apa yang sampai kini menjadi kisah.
Sri paduka, kesepian dalam hati seorang wanita akibat …
Raja : Saya sudah duga, Zulaikha, ada soal-soal pribadi yang paling prinsip, tidak …. oleh Potifar.
Zulaikha : Saya tidak menyalahkan siapapun, sri paduka. Saya tidak akan membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan, sebab sayapun mempunyai nafsu, dan nafsu selalu mendorong kearah perbuatan dosa, kecuali orang yang mendapat rahmat Tuhan Yang Maha Pengampun Lagi Penyayang.
Raja : Terima kasih, Zulaikha, atas pengakuanmu yang jujur dan blak-blakan, sehingga aku bisa menetapkan sesuatu perkara dengan benar. Pengakuan dan Varyakut serta kawan-kawannya yang terang-terangan itu sangat diperlukan, sebab Yusuf sudah saya bebaskan, tetapi dia menolak sebelum ada penjernihan masalah kisah asrama itu. Maka dengan demikian besok Yusuf sudah bisa diharapkan tiba di istana untuk mendapat penghargaan yang selayaknya.
Zulaikha : Apakah saya diperkenankan turut menyaksikan upacara penganugrahan itu, sri paduka.
Raja : Bukan saja berkenan, tetapi aku memerintahkan engkau hadir secara resmi dalam upacara tersebut.
Sanakar !
Sanakar : (masuk) saya, sri paduka.
Raja : Harap dipersiapkan suatu protokol penyambutan dan penganugrahan dengan setingkat protokol penerimaan Duta Besar.
Sanakar : Segala perintah sri paduka, saya junjung dengan setia.
Raja : Nah, mari kita periksa dahulu suana kota. (mereka keluar)
BABAK IV
ADEGAN 2

Di Istana Raja Rianus
(masuk beberapa pembesar kerajaan)
Humaret : Akhir-akhir ini, sri Baginda nampak kuran gembira.
Sanakar : Mungkin karena Perdana Menteri Potifat menderita sakit keras.
Humaret : Ya, itulah sebaabnya, dan ditambah lagi lagi menghadapi persiapan pelaskanaan rencana tujuh tahun sebagai menghadapi masa paceklik yang sangat mencemaskan.
Sankar : Raja sedang menghadapi masalah-masalah nasional yang maha penting, disaat-saat Baginda sendiri mulai menurun prestasinya.
Humaret : Baginda telah tiba, mari kita sambut.
(Humaret dan Sanakar keluar)
(Raja masuk diiringkan para pembesar)
Raja : Sanakar.
Sanakar : Saya, sri paduka
Raja : Sudah siap segala sesuatunya ?
Sanakar : Segala sesuatunya sudah siap, sri paduka.
Raja : Ketahuilah Sanakar dan Humaret, bahwa aku sebenarnya sedang prihati, karena kesehatan Potifar yang semakin mundur di saat-saat negara sedang membutuhkan tenaga dan pikirannya.
Maka sebenarnya aku telah menggantungkan harapan pada orang baru ini, mudah-mudahan akan membawa keajaiban bagi negara. Bagaimana pendapatmu, Sanakar ?
Sanakar : Saya kira apa yang diharap oleh sri paduka bukanlah khayalan semata, tetapi sudah didasarkan atas pemikiran dan ilham yang benar, sri paduka.
Raja : Oh, belum tentu, Sanakar, belum tentu. Bagaimana pendapatmu, Humaret ?
Humaret : Sri Paduka, jika kunci rahasia nasih bari dengan bangsa dan negara sudah berhasil di temukan oleh seseorang, maka kunci rahasia penyelesaian masalah hari depan itu adalah ditangan oarng tersebut, dalam hal ini ialah Yusuf. Maka harapan sri paduka pada Yusuf tidaklah akan sia-sia.
(masuk pengawal)
Pengawal : Sri paduka, rombongan Yusuf telah tiba.
Raja : Harap disambutm Sanakar dan Humaret
(Sanakar dan Humaret keluar)
Zulaikha,
Zulaikha : Saya, sri paduka.
Raja : Bagaimana perasaanmu, eee saya maksud, pendapatmu ?
Zulaikha : Ampun sri paduka, saya belum bisa berpendapat tentang masalah besar.
Raja : Maaf, Zulaikha. Saya tidak bermaksud mengganggu perasaanmu.
(masuk Yusuf diiringkan oleh Sanakar dan Humaret)
Aku telah menantimu, Yusuf. Hatiku teramat sangat ingin melihat semenjak Sarabaz memperkenalkan namamu kepadaku. Kenapa engkau tidak mau segera dikeluarkan dari penjara ?
Yusuf : Sri Paduka Raja, hati sebenarnya sudah ingin sekali keluar, tetapi berhubung masih ada sesuatu masalah, maka terpaksa saya harus bersabar dahulu.
Raja : Ya, saya tahu, masalah wanita-wanita itu bukan ? Bagaimana perasaanmu, maksud saya, pendapatmu tentang wanita-wanita itu ?
Yusuf : Mereka itu telah menruutkan naluri kewanitaan yang emosional serta mengekesampingkan kata hati nurasinya sendiri, Padaka, oleh sebab itu saya dapat memahaminya, sri paduka.
Raja : Sekarang aku ingin mengerti bagaimana engkau mengartikan mimpi itu, Yusuf.
Yusuf : Saya menafsirkan mimpi sri paduka, berdasarkan ilmu yang kami terima dari Tuhan, bukan dengan takhayul atau dogma-dogma. Saya menjadi sangat menjadi sangat tertarik sekali kepada mimpin sri paduka, sebab menyangkut masalah luas dan sangat penting, yakni masalah perekonomian negara, yang berarti masalah kemakmuran rakyat, masalah penghidupan rakayt banyak.
Raja : Maih ada satu hal yang ingin kutanyakan kepadamu, Yusuf. Ialah apa yang engkau pikirkan selama dalam penjara ?
Yusuf : Saya telah menyusun ide-ide tentang persaudaraan, tentang perekonomian, tentang kesejahteraan rakyat, berdasarkan hidayah dari Tuhan, sri paduka.
Raja : Kalau begitu, penjara menjadi perguruan tinggi dan tempat pematangan jiwa bagimu, Yusuf. Dan tepatlah apa yang sudah kutetapkan buat engkau hari ini.
Bergembiralah wahai Yusuf, pada hari ini aku telah mengangkat engkau dan menetapkan sebagai kepercayaan pribadi saja.
Dan mulai hari ini engkau diangkat sebagai bangsawan yang dimuliakan dan berkedudukan tinggi serta kuat di negara ini di sisi kami.
Yusuf : Terima kasih, sri paduka, terima kasih setinggi-tingginya atas kemurahan sri paduka menganugrahkan beberapa nikmat dan martabat kepada saya.
Semoga dapat kiranya saya memeliharnya dengan baik untuk kepentingan bangsa, kerajaan dan negara.
Sri paduka, saya telah selesai dengan konsepsi perekonomian kerajaan dan penanggukangan bahaya kelaparan di masa pacekilik yang akan datang. Maka sekiranya sri paduka berkenan dalam hati, saya ingin mengabdi kepada negara dengan tugas mengamankan dan menyempurnakan sistem penerimaan dan pengeluaran negara.
Raja : Oh, Yusuf, aku sangat bergembira atau kesediaanmu mengabdi kepada negara dan suka rela, disaat kerajaan sedang menghadapi tugas-tugas maha penting, di saat negara sedang menghadapi krisis yang genting. Maka mulai saat ini pula aku mengangkat engkau sebagai pemegang kas negara.
Wahai para pejabat tinggi kerajaan, aku minta perhatian dari anda sekalian uuntuk turut membantu kepada tugas-tugas Yusuf. Sebenarnya, aku ingin menyelenggarakan pesta yang sgnat meriah untuk merayakan terbukanya misteri mimpiku, dan sekaligus untuk menyambut kedatangan Yusuf dalam upacara penganugrahan, tetapi aku lalu ingat kepada arti mimpi itu sendir, yakni bakal adanya keprihatinan nasional yang sangat merisaukan hatiku. Maka upacara ini jadinya diselenggarakan dengan sederhaan tetapi hidmat.
Syar persilahlah anda sekalian memberi selamat kepada Yusuf. (mereka menyalami Yusuf dengan ucapan selamat).
Sanakar, bawalah Yusuf beristirahat di istana muda.
(mereka pada keluar).

BABAK IV
ADEGAN 3
Di istana Wasir.
(masuk beberapa pembesar kerajaan dengan pakaian kebesaran)
Humaret : Sungguh sangat ajaib, Sanakar, segalaanya berjalan dengan ajaib, seolah-olah ada suatu renacna yang sempurna.
Sanakar : Sudah tentu, Humaret, tetapi bukan rencana manusia, melainkan rencana Tuhan.
Humaret : Semuanya terjadi dengan mudah. Tanpa rintangan atau halangan. Semuanya bersikap pasrah, tanpa persoalan.
Sankar : Ya, aku sendiri juga merasa ajaib. Apa yang akan terjadi untuk Yusuf, seolah-oleh sudah terbayang jelas di depan kita dan sudah dapat dibaca.
Humaret : Menduduki singasana kerajaan tanpa kesulitan. Itulah dugaan saya.
Sanakar : Akupun menduga demikian, dengan bayangan yang jelas sekali terlukis dalam pikiran.
Humaret : Semua ini pasti ada hubungannya dengan pribadi Yusuf : identitasnya dan sejarahnya yang diselubungi kabut rahasia.
Sanakar : pada saatnya nanti hal itu pasti akan terbuka.
Humaret : Aku berharap bisa turut menyaksikan, Sanakar.
(masuk beberapa tamu dan pelayan)
Pengantin yang paling berbahagia, bukanlah demikian, tuan-tuan ?.
Pengantin puteri sudah menanti sejak puluhan tahun lebih dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.
Suaminya bujanan yang molek mulia, seolah-olah moleh utama.
Isterinya janda muda yang cantik indah bagaikan bintang kejora.
Sanakar : Sepasang mutiara indah gilang gemilang, pada bingkai yang cantik cemerlang, tergantung menghias leher yang jenjang, seorang gadis rupawan.
Bukanlah begitu, tuan-tuan ?
Bukankan Yusuf dan Zulaikha itu dua insan yang paling cantik rupawan ? Bukankah kedua insan itu mempunyai kedudukan yang paling terhormat di lungkungan kerajaan ? Bukankah keduanya itu mempunyai martabat yang teramat tinggi ? dan bukankah mereka berdua tinggi di kerajaan Mesir yang jelita.
Kurasa ungkapan seuntai itu masiih jauh dari hakikat dan sifat Yusuf dan Zulaikha yang sebenarnya.
Saya rasa Humaret bisa menambah lagi seuntai untuk menggali makna dari mempelai kita.
Humaret : Lisanku terlalu awam untuk melukiskan keindahan sepasang insang itu. Tintaku tidak cukup untuk menuliskan kata-kata menguoas makna dari kumpulan keindahan yang tiada tolok bandingannya.
(Yusuf dan Zulaikha masuk diiringi dua orang pelayan).
Dua setangkai kusuma yang indah jelita, mekar semerbak mewangi, di pagi berseri, kemilau oleh sinar emas mentari.
Yusuf : Serangkum mutiara yang teramat indah, tuan Humaret.
Zulaikha : Hadiah yang teramat tinggi tak ternilai bagi kami.
Sanakar : Bagaika bulan purnama kembar di langit yang cerah, bersinar indah.
Yusuf : Sedang tuan-tuan adalah bintang gemilang yang amat cemerlang, bintang lebih besar daripada bulan, bukankah demikian, tuan-tuan ?
Tuan-tuan, saya sangat bergembira dan berterima kasih atas kehadiran tuan-tuan.
Humaret : Kami mewakili sri Baginda Raja Rianus, mangayu bagyo mempelai berdua, menyampaikan ucapan selamat menempuh hidup bahagia, selamat membentuk rumah tangga, selamat membina keluarga sejahtera.
Yusuf : Terima kasih, terima kasih atas penghormatan dari sri Baginda Raja Rianus, dan terima kasih kepada tuan-tuan sebagai wakilinya.
Zulaikha : Tuan-tuan, bahagia rasa hati saya sungguh tak terlukiskan. Gembiran perasaan saya tak terucapkan. Menerima penghormatan dari sri Baginda Raja Rianus dan Tuan-tuan.
(suara derak kaki kuda)
Humaret : Seperti suara derap kaki kuda istana.
Sanakar : Akan saya lihat (keluar)
Yusuf : Mungkin Sri Baginda.
Humaret : Sri Baginda sedang tak enak badan, maka mewakilkan saya dan Sanakar.
(masuk Raja dan permaisuri diiringkan Sanakar)
Oh, Sri Baduka. Selamat datang sri paduka dan permaisuri.
Yusuf : Selamat datang sri paduka, selamat datang permaisuri. Sungguh tak terucapkan kegembiraan kami, sri paduka.
Raja : Selamat berbahagia, Yusuf, selamat berbahagia, Zulaikha.
Aku datang tanpa suatu protokol,
Aku datang tanpa ada pengawal,
Datang sesudah memberi kuasa wakil (kepada Humaret)
Karena luapan gembira, karena gejolak emosi dan asa,
Aku tak tahan menanti wakil tiba,
Aku ingin merasakan nikmat ini
Rupa indah yang belum pernah kutemui
Anggur yang belum pernah kuteguk.
Wewanggian yang belum pernah kuhirup.
Zulaikha : Sungguh tak terlukiskan dalam hati, sri paduka. Tak terucapkan dalam kata-kata, kegembiraan dan suka cita dihari yang sangat bahatia, karena restu sri paduka.
Raja : Di samping itu masih ada satu hal yang akan saya umumknan di saat yang bahagia ini, Yusuf, Zulaikha, Humaret, Sanakar dan sekalian yang hadir di majlis ini.
Pada hari ini, hari perkawinan Yusuf dengan Zulaikha yang berbahagia, aku telah mengangkat dan menetapkan Yusuf, sebagai puter mahkota dan berkuasa sebagai Wasir Besar di Negeri Mesir ini.
Yusuf : Terima kasih, sri paduka, terima kasih. Saya menerima pengangkatan ini dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Saya akan melaksanakan kewajiban atas dasar keadilan dan kebenaran.
Humaret : Saya mengucapkan selamat, Yusuf, (menjabat tangan Yusuf dan diikuti oleh yang lain) telah terjadi serangkain peristiwa yang indah di negeri ini, sri paduka. Tak ubahnya bagaikan di rangkum dengan indahnya.
Raja : Oh, sudah tentu Humaret. Yusuf sendiri adalah mutiara indah yang baru diangkat dari dasar lautan yang teramat dalam. Sekarang telah bersemayam di sebentuk cincin yang paling indah di negeri ini, ialah Zulaikha. Maka akan tata tenteramlah negeri ini, adil makmurlah rakyat disini, di Negeri Mesir yang permai.
(pelayan mengedarkan minuman)
Untuk kejayaan mempelai, mempelai, putera mahkota, Wazir Besar, Yusuf dengan isterinnya, Zulaikha, mari kita minum bersama. (mereka minum bersama).
Masukilah pintu surga ini, Yusuf, dengan segala kerelaan dan kecintaaan. Engkau sendiri lebih mengeri mana pohon terlarang, pohon khuldi yang tidak boleh didekati.
Selamat berbahagia, Yusuf, selamat berbahagia, Zulaikha.
(mereka keluar kecuali Yusuf dan Zulaikha)
Zulaikha : Mutiara indah yang diangkat dari laut yang teramat dalam. Huh, ini betul-betul engkau, Yusuf. Bukanlah engkau telah mengalami ujian yang teramat berat ? Sungguh indah ungkapan baginda. Mutiara, engkau memagn mutiara, Yusuf. Tetapi apa yang dimaksud dengan sebentuk cincin paling indah di Mesir ini ? Oh, itu mungkin kedudukan putera mahkota dan jabatan Wazir Besar.
Jadi, maksudnya ialah Yusuf yang elok rupawan bagaikan mutiara yang baru diangkat dari masa percobaan yang teramat berat ibarat laut yang teramat dalam, kini bersemayam di singgasana putera mahkota sebagai Wazir Besar, satu kedudukan yang paling tinggi cemerlang bagaikan sebentuk cincin yang teramat indah. Bukankah demikian, Yusuf ?
Yusuf : Itu berarti engkau tdiak suka diibaratkan sebagai sebentuk cincin yang paling indah di negeri ini. Bukankah begitu, Zulaikha ?
Zulaikha : Begitu begitu, Yusuf. Oh, Yusuf, mutiara indah. Patutkah aku ini diibaratkan sebentuk cincin yang paling indah di Mesir ?
Yusuf : Sebetulnya memang belum patut, sebab engkau adalah sebentuk cincin yang paling indah di dunia, Zulaikha ? jadi bukan terindah di Mesir saja.
Zulaikha : Oh, engkau mentertawakan aku, Yusuf. Oh, Yusuf, mutira permataku yang teramat elok.
Yusuf : Nah, kan begitu. Oh, Zulaikha, cincinku yang teramat cantik jelita, tidak ada tolok bandingan di dunia.
Zulaikha : Tetapi usiaku, Yusuf.
Yusuf : Sudah tahukah engkau, apa usia itu ?
Zulaikha : Oh, aku belum tahu.
Yusuf : Adi dan mulia tiada bertambah usia melainkan bertambah tinggi mutunya dan mulia. Bukankah intan semakin panjang usianya semakin baik ? Bukankah hiasan emas semakin lama semakin antik ? Bukankah demikian, Zulaikha ?
Zulaikha : Ya, betul, saya yakin.
Yusuf : Bukankah engkau semakin hari semakin cantik ? Usia bagimu tidak menambah apa-apa selain menambah keayuan pada wajaib, kematangan dalam langkah, keagugan pada tingkah.
Zulaikha : Oh, tidak tahulah aku, Yusuf. Oh Yusuf, cahaya indah mataku, tahukah engkau, apa yang selama ini kusimpan buat engkau ? Mungkin engkau sudah menduga, betulkah ?
Yusuf : Tiada yang mengetahui perkara gaib selain Allah. Bukankah yang engkau simpan itu merupakan perkara gaib bagiku ? Zul.
Zulaikha : Yusuf, pertama hatiku. Ketahuilah bawah yang kusimpan dengan sabar selama ini adalah pusata suci wanita, kusimpan baik-baik untuk engkau, Yusuf. Aku masih utuh "perawan".
Yusuf : Oh, ya ? Ini adalah tambahan bagi keindahanmu, Zulaikha.
Zulaikha, cincin ku yang teramat indah.
Tahun paceklik segera tiba. Tugasku sangat banyak dalam menyantuni rakyat. Pengehamatan nasional harus semakin diintensifkan, terutama di kalangan eselon-eselon tinggi negara. Alat-alat distribusi harus segera ditertibkan di seluruh pelosok tanah air. Penyeludupan harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Peraturan-peraturan yang keras harus disusun untuk menanggulangi penyelewengan-penyelewenagan terutama yang banyak dilakuka oleh aparat negara sendiri.
Semua itu menuntut adanya kerja keras yang ikhlas, Zulaikha. Dan aku sudah barang tentu tidak bisa bekerja secara maksimal tenpa bantuan dan spirit dari engkau. Tugasmu adalah lebih berat, Zulaikha. Tetapi aku berkeyakinan bahwa engkau adalah isteri penguasa sangat bijaksana, penuh pengabdian dan pengorbanan. Bukankah demikian, Zulaikha ?
Zulaikha : Oh, Yusuf, kekasih yang teramat kumuliakan. Apalagi yang kusenangi kalau bukan mendampingi engkau menjalankan tugas suci ? Mana kegembiraan, mana kebahagiaan bagiku kalau bukan pengabdian dan pengorbanan ikhlas buat membantu engkau melakukan tugas perikemanusiaan ? Jangan ada sejarahpun keraguan dalam sanubarimu, Yusuf,
Yusuf ! mari ! (mereka keluar)
BABAK V
ADEGAN 1

Di Istana Raja Rianus
(masuk beberapa orang membawa kantong / karung, kemudian masuk petugas, menerima uang dan membawa orang-orang ke samping.Yusuf masuk dengan para petugas)
Yusuf : Wahai petugas, layanilah rakyat dengan sebaik-baiknya. Walaupun mereka itu bukan rakyat Mesir, anggaplah mereka sebagai rakyat sendiri, sebagai saudara sendiri.
Jangan kamu mengambil keuntungan sedikitpun dalam menjalankan tugas, baik keuntungan materiil maupun keuntungan moril yang berupa penghormatan jabatan.
Sebab hal itu merupakan aib bagi seorang petugas negara. Seorang petugas negara pada hakekatnya adalah abadi yang menghambakan diri pada rakyat dan negara. Patutlah seorang abdi yang baik mitan dihormati oleh majikannya, ialah rakyat ?
(masuk Yuda bersaudara 10 orang)
Hai para tamu, Anda sekalian datang dari negara seberang ?
Yuda : Benar, tuanku.
Yusuf : Ya, keletihan perjalanan nampak jelas, penderitaan pepergian sangat membekas, rambut dan pakain Anda sekalian kusut masai, sikap dan laku kalian lemas lunglai.
Yuda : Dugaan tuanku tepat sekali. Kami telah datang dari negeri Kan'an. Kami telah meninggalkan keluarga dalam penderitaan. Musim paceklik telah lama menimpa, bahan pangan disna teramat langka.
Kami datang di sini di negeri tuan, kami berharap akan mendapat bantuan. Terimalah barang ini sebagai penukar.
Berilah kami bahan pangan yang ditukar.
Yusuf : Tetapi, maaf, wahat musafir. Dalam keadaan paceklik yang gawat ini musuh-musuh negara telah banyak mengintai. Banyak spion datang di sini guna mematai-matai. Oleh karena itu, maklumlah kalian saya curigai.
Rofail : (maju) tuan penguasa yang kami muliakan. Sungguh malang nasib kami dan keluarga kami di rumah, apabila kami didakwa sebagai mata-mata. Kami adalah orang-orang baik-baik, tuanku.
Yusuf : Dapatkah kalian memberikan bukti-bukti atau setidak-tidaknya keterangan yang benar dan menyakinkan ?
Rofail : Tuanku yang kami muliakan. Kami 10 orang ini adalah bersaudara. Masih ada lagi dua orang yang nunggal bapa. Yang satu kami tinggalkan di rumah, melayani orang tua yang sudah lanjut usia, dan satu lagi dahulu mendapat musibah. Ayah kami adalah Ya'kub, seorang Nabi, sedang kakek kami adalah Iskaq, seorang Nabi pula, anak dari nabi besar Ibrohim. Jadi, kami adalah orang-orang baik dari keturunan baik-baik.
Yusuf : Oh, betulkan demikian ?
Rofail : (bersama-sama lainnya) Sungguh tuanku.
Yusuf : Ya, saya percaya. Anda sekalian sekarang adalah tamu yang akan dihormati dan dilayani sebaik-baiknya. Dan nanti anda sekalian akan mendapat pembagian yang ditukar secukupnya. Tetapi sayang, saudaramu yang satu itu tidak mau ajak serta, kenapa ?
Yuda : Untuk meladeni orang tua yang sudah lanjut usia, tuanku. Tetapi kami membawa karung untuk mendapat bagian adik saya itu, tuanku.
Yusuf : Oh, tidak bisa. Ia harus datang sendiri disini. Datanglah kembali disini bersama saudara kalian yang nunggal bapa itu. Bukankah kamu telah menyaksikan kebaikanku kepada kalian ? Bukankah aku berjanji akan menjamu kalian dengan baik ? Bukankah aku akan memberi kalian bahan pangan dengan takaran yang lebih baik ?
Yuda : Maafkan, tuanku. Karena sudah lanjut usia, ayah kami sangat rewel. Mungkin tidak mau memperkenankan kami mengajak serta saudara kami itu.
Yusuf : Ya, tetapi kalau And sekaliant diak mengajak serta saudarmu itu, kalian jangan datang lagi disini. Kamu tidak akan mendapat lagi bantuan pangan. Tahukan wahai musafir ?
Yuda : Kalau begitu, kami akan mencoba membujuk ayah, agar ia memperkenankan saudara kami itu turut serta kemari. Kami berjanjia akan melakasnakan hal itu, tuanku.
Yusuf : Wahai petugas, bawalah tamu-tamu saya ini ke balai tamu. Dan aturlah pelayanan dengan sebaik-baiknya. Bawalah karung-karung ini ke depot khusus dan isilah sepenuhnya.
(Yuda Cs keluarga dan petugas)
Wahai pengawal, barang-barang penukar ini dimasukkanlah kembali ke karung-karung tamu dari Kan'an itu tanpa diketahui mereka. Biar mereka ketahui di rumah saja nanti, dengan demikian mereka akan kembali lagi di sini.
Pengawal : Wahai paduka, mereka adalah orang-orang asing. Tetapi mendapat perlakuan istimewa. Apakah itu suatu keadilan ?
Yusuf : Benar engkau. Apakah itu ada rahasia tingkat tinggi yang tidak engkau ketahui.
Lagi pula mereka tidak datang setiap minggu di sini, sehingga bagiannya itu harus dilipat gandakan supaya bisa sama dengan mereka yang mendapat bagian setiap minggu.
Ketahuilah, bahwa pembagian pangan ini adalah didasarkan pada asas kemanusiaan semata-mata, bukan move politik. Engkau tahu tentunya bahwa manusia dalah sama di seluruh dunia. Tetapi kemudian datang politik membagi-bagi manusia dengan berbagai dalih, yang pada hakekatnya adalah untuk kepentingan yang tidak luhur.
Jadi, pada hakekatnya bahagian yang diterima oleh para musafir adalah sama saja dengan yang diterima oleh rakyat Mesir sendiri. Mereka mendapat keringanan-keringanan karena mereka telah menempuh jarak yang sangat jauh dengan segala susah payah. Mereka mendapat penghormatan karena maerka adalah tamu.
Mengertikan engkau sekarang ?
Pengawal : Oh, sudah, paduka (keluar membawa barang-barang tamu)
(masuk Zulaikha)
Zulaikha : Banyak sekali tugas yang kanda selesaikan hari ini. Keletihan nampak jelas terlukis, Adakah sesuatu yang luar biasa ? Kalau ada hal-hal yang mengganggu perasaan kanda, saya rasa lebih baik kanda beristirahat sejenak. Bukankah lama kanda belum beristirahat ?
Yusuf : Terima kasih, Zul, terima kasih atas perhatianmu.
Sebenarnya tidak ada hal-hal yang luar biasa di hari ini. semua berjalan seperti sedia kala. Hanya, pada hari ini penunjung bertambah banyak. Hal ini adalah karena paceklik semakin meluas dan merajalela di mana-mana. Malah ada orang-orang asing tiba hari ini ialah dari Kan'an. Itulah mereka yang saya istirahatkan di balai tamu.
Zuilaikha : Oh, mereka itu dari Kan'an ?
Yusuf : Ya, kenapa ?
Zulaikha : Ada sesuatu yang tersirat. Hanya aku belum mengerti. Mari kita ke sana menemui mereka.
Yusuf : Mari
(semua keluar)


BABAK V
ADEGAN 2

Di Kan'an, di rumah Ya'kub
(Yuda Cs masuk membawa karung-karung penuh, lalu masuk Ya'kub)
Ya'kub : Selamat datang dari perjalanan, anak-anakku. Apa kabar ? Baik-baik saja bukan ?
Yuda : Kami selamat semuanya, ayah. Tiada satu halangan pun dalam perjalanan. Malahan kami mendapat penghormatan yang baik sekali dari Wazir Besar Mesir.
Rofail : Kami diterima sebagai tamu yang terhormat dan diberi takaran bahan pangan yang cukup banyak, ayah.
Ya'kub : Itulah pertolongan Tuhan kepada kamu sekalian, ingatlah.
Rofail : Tetapi kami tidak akan mendapat bantuan bahan pangan lagi, ayah. Malah tidak diperbolehkan masuk Mesir, kalau kami tidak mengajak serta Benyamin, ayah.
Ya'kub : Kenapa demikian ? Apa hubungannya dengan Benyamin ?
Yuda : Mula-mula Wazir Besar itu mencurigai kami sebagai mata-mata asing. Kami diminta keterangan yang benar dan menyakinkan. Kami menerangkan masih mempunyai saudara di rumah yang menunggu ayah.
Kemudian Wazir Besar itu sangat menyayangkan kenapa Benyamin tidak diajak serta. Itu sangat mengecewakan Wazir Besar. Kami timinta datang lati kesana mengajak serta Benyamin. Kalau tidak, kami tidak bakal mendapat bahan pangan, bahkan tidak boleh menginjak bumi Mesir.
Ya'kub : Tetapi saya sangat berkeberatan kamu membawa serta Benyamin pergi. Apakah aku akan mempercayakannya kepada kamu sebagai aman aku mempercayakan saudaranya kepada kamu dahulu ?
Tuhan adalah pemelihara sebaik-baiknya dan Dia paling penyang dari segala penyayang.
Rivalon : (Membuka karung) Hai, apa ini ? Barang-barang kami di kembalikan ke dalam karung. Coba, bukalah karunmu (kepada Yazuar). (mereke membuka karung masing-masing).
Yuda : Wahai, barangku juga dikembalikan.
Oh ayah, apalagi yang kami kehendaki ? ini uang dan barang kami dikembalikan semua. Kami akan memberi makan keluarga kami. Wazir Besar itu baik sekali kepada kami. Ini buktinya. Oleh karena itu ayah jangan khawatir tentang Benyamin. Percayalah kepada kami. Kami akan menjaganya dengan baik. Kami pasti akan mendapat hasil yang lebih baik lagi. Hasil yang kami peroleh sekarang ini, kami rasa akan terlalu sedikit jika dibandingkan hasil kami nanti apabila kami mengajar serta Benyamin.
Yazuar : Jangan khawatir ayah. Bukti kebaikan sudah banyak. Izinkanlah Benyamin kami ajak serta pergi ke Mesir.
Ya'kub : Tidak, anak-anakku. Tidak akan kuizinkan ia pergi bsama kamu, sebelum kamu berjanji dengan sumpah setia atas nama Allah bahwa kamu akan membawanya kembali dengan selamat kepadaku. Kecuali jika ada bahaya yang menimpa kamu.
Yuda : Kami akan memberi janji dengan sumpah atas nama Allah seperti yang dikehendaki oleh ayah. Mari saudara-saudara bersumpah : "Kami bersumpah demi Allah kami akan menjaga Benyamin sekuat-kuatnya. Kami akan membawa kembali Benyamin dengan selamat kepada ayah, kecuali kalau kami tertimpa bahaya".
Ya'kub : Allah adalah wakil dari apa yang kita ucapkan. Camkanlah anak-anaku. Berhati-hatilah nanti dalam perjalanan. Berdoalah selalu kepada Allah. Dia akan melindungi kami dari mara bahaya.
Yuda : Dimana-mana kelaparan bersimaharajalela, ayah.
Ya'kub : Benar, anakku. Karena itu kita harus prihatin dan bersabar. Banyak kekacauan akan terjadi. Tuduh menuduh, curita mencurigai satu sama lain.
Oleh sebab itu, nanti jika kami sudah sampai di Mesir, janganlah kamu masuk melalui satu pintu bersama-sama. Masuklah dari beberapa pintu kota. Kamu dahulu telah dicurigai sebagai mata-mata. Nantipun dan kemungkinan kamu dicurigai oleh pengawal-pengawal kota. Jika kamu masuk dari satu pintu, kamu bisa ditangkap semua, tetapi ada yang bisa lolos. Tetapi jika kamu masuk dari beberapa pintu, jika ada yang ditangkap, masih ada yang selamat. Demikian itu ikhtiar namanya. Akan tetapi kepastian dan keputusan adalah di tangan Allah. Aku tidak dapat sedikitpun menolong kamu dari siksaan Allah.
Oleh sebab karena itu kita harus menyerah kepada Allah semta, sebagaimana semua orang yang menyerah hendaknya menyerah kepada-Nya.
Yuda : Akan kami laksanakan petunjuk ayah.
Ya'kub : Ya, ikthiarlah anak-anakku.
Yuda : Izinkanlah kami berangkat minggu depan, ayah.
Ya'kub : Ya, kuizinkan kamu pergi, semoga selamat.
Bawalah bahan pangan itu masuk. Pergunakanlah dengan sangat berhati-hati. Ingatlah, musim paceklik masih sangat berkepanjangan. (mereka keluar).

BABAK V
ADEGAN 3

Di Mesir, di istana Wazir
(masuk Yusuf, Zulaikha dan Pengawal)
Yusuf : Aku telah berusaha sekuat tenaga membasmi pemborosan dan kemewahan di kalangan tinggi dan atas, tetapi masih juga belum sembuh penyakit itu, Zulaikha.
Zulaikha : Oh, kanda, mereka itu sudah identik dengan kemewahan. Sejak mereka berada dalam perut sang ibu, kemewahan sudah diukirkan kepada mereka. Bagi mereka kemewahan adalah hidup. Tanpa kemewahan dunia mereka akan mati. Nasib negara dan rakyat adalah kartu permainan dan taruhan mereka.
Yusuf : Ya, tetapi kita wajib bekerha keras memberantas penyakit itu. Sebab itu adalah tugas kewajiban kita selaku penguasa negara.
Zulaikha : Dalam hal ini kanda telah berhasil banyak sekali. Program penghematan nasional telah berhasil dilaksanakan dengan baik. Pemborosan dan kemewahan tetap ditekan sampai ke tingkat yang paling minim. Penyelundupan dapat ditanggulangi.
Yusuf : Memang, aku harus banyak bersyukur kepada Tuhan. Stockpiling nasional masih cukup mengembirakan, diharapkan cadanagn buat tahun ini masih bisa diharapkan mempunyai sisa. Distribusi dan oelayanan kepada rakyat dapat menumbuhkan hubungan baik dengan semestinya, sehingga dapat menumbuhkan hubungan baik antara tetangga negara dan persaudaraan antar rakyatnya.
Zulaikha : Apakah huru-hura di daerah selatan sudah dapat dipadamkan.
Yusuf : Saya kira dalam satu dua minggu ini sudah aakn padam dengan sendirinya, manakala nilai pangan yang terdiri dari 1000 onta sudah tiba disana.
Itu merupakan pengalaamn yang sangat berharga bagi kita. Penyimpangan dari program meskipun sedikit akan memabwa akibat yang serius. Kedisiplinan harus dipelihara agar selalu terjamin. Pengangkatan pegawai tdiak boleh gegabah : kodnsi mental harus dipertimbangkan dan diteliti sebagaimana halnya syarat-syarat pendidikan dan kecakapan.
Zulaikha : Apa bukan karena hasutan pihak tertentu untuk merongrong kewibawaan kanda ?
Yusuf : Kita tidak boleh mempunyai pandangan demikian, Zul.
Prasangka dari seorang penguasa akan menimbulkan bencana besar bagi negara. Seorang pemegang kekuasaan pemerintahan negara harus berpandangan obyektif realistis. Dengan demikian segala persoalan akan dapat diselesaikan secara wajar dan baik. Akan tetapi kalau seorang penguasa mempunyai pandangan yang dipengaruhi oleh prasangka-prasangka, maka setiap ada kerawutan akan dicari kambing hitamnya. Nah, di sinilah pintu fitnah mulai dibuka : curiga mencurigai, hasud, dengki, dendam kasumat hidup dengan suburnya.
Apa yang akan terjadi sesudah itu, Zulaikha ?
Zulaikha : Bencana akan menimpa negara.
Yusuf : Tetapi kalau penguasa negara tidak berprasangka, bekerja dengan ikhlas dan rela. Penuh kasih sayang kepada rakyat, penuh kepercayaan kepada teman sejawat. Setiap kegagalan dipandang sebagai keselahan sendiri, jangan kelemahan orang lain yang dicari-cari. Kemudian diadakan tindakan perbaikan yang cepat. Apa yang akan dialami oleh rakyat.
Zulaikha : Hidup adil makmur dalam negara yang aman senantiasa, tentu. (masuk pengawal).
Pengawal : Paduka, ada serombongan tamu dari Kan'an.
Yusuf : Ya, bawalah menghadap ke mari.
(Pengawal keluar)
Mereka, rakyat negeri Kan'an juga mengalami pacekilik yang sangat gawat. Dan masih untunglah kita disini mempunyai cukup cadangan bahan pangan.
Zulaikha : Sangatlah menarik orang-orang Kan'an ini. Mungkin ada hal-hal yang bisa dipelajari dari mereka.
Yusuf : Aku juga tertarik untuk mengetahui mereka lebih dalam lagi.
(masuk Yuda bersaudara).
Selamat datang tamu-tamu dari Kan'an, kapan anda sekalian tiba di Mesir ?
Yuda : Kami mengucapkan selamat kepada tuhanku. Kami tiba di sini, kami maksud di Mesir, sejak kemarin dulu, tuanku.
Yusuf : Apakah saudaramu yang dahulu ditinggalkan di rumah, ada kamu ajak serta sekarang ?
Yuda : Benar, tuanku. Kami mengajak serta saudara kami yang paling muda, inilah dia Benyamin namanya (memajukan Benyamin).
Yusuf : Oh, ya. Benarkah Benyamin, ayahmu sudah lanjut usia, bagaimana keadaannya sekarang ?
Benyamin : Benar, tuanku. Ayah sudah sangat tua, lagi pula beliau selalu berduka-cita karena mengenang kakak saya, yusuf yang hilang sejak usia 25 tahun yang lalu.
Yusuf : Oh, kasihan benar, ya ? dimana Yusuf sekarang kira-kira?
Benyamin : Tidak ada yang mengetahui nasibnya, tuanku.
Yusuf : Oh, kasihan sekali.
Wahai musafir dari Kan’an ? Bilakah anda sekalian hendak pulang ?
Yuda : Kami bermaksud hendak lusa, tuanku.
Yusuf : Baiklah, kalau tenaga sudah pulih kembali, buat apa lama-lama menunggu disini, sebab keluarga di rumah sudah menanti? Sekarang anda sekalian boleh mengambil buhan di Depot bersama petugas. Silahkan mengurusnya. (Yuda cs. Keluar)
Wahai Benyamin, coba kemar sebentar, aku ingin bercakap-cakap dengan engkau sebentar. Yang lain supaya mengurus pengambilan barang 2.
(Benyamin masuk kembali)
Benyamin, tahukah engkau, siapa aku?
Benyamin : Saya tidak tahu, tuanku.
Yusuf : Sesungguhnya aku adalah Yusuf, kakakmu sendiri, Benyamin.
Benyamin : Oh, engkau Yusuf ?
(berangkulan menangis)
Yusuf : Ya, aku Yusuf, kakakmu, Benyamin. Jangan bersedih hati engkau.
Benyamin : Tidak saya duga sama sekali saya akan berjumpa dengan engkau, kak. Saya sudah lupa sama sekali saya akan berjumpa dengan engkau.
Yusuf : Tak mengapa, Benyamin.
Zulaikha : Oh, makanya aku sudah merasakan ada sesuatu, kanda. Mari kita hormati sebaik-baiknya.
Yusuf : Kita rahasiakan dahulu perkara ini, Zul. Biarlah saudara-saudaraku yang lain tidak mengerti dahulu.
Benyamin : engkau telah menjadi orang yang teramat mulia, kak.
Yusuf : Ya, inilah ni’mat Allah yang diberkan kepadaku. Allah memuliakan orang yang dikehendaki-Nya dan merendahkan orang yang di kehendaki-Nya pula.
Sekarang engkau tinggal saja disini bersamaku, tidak usah lag pulang ke Kan’an.
Benyamin : Tetapi bagaimana nanti ayah di rumah, dan bagaimana dengan saudara-saudara kita itu ?
Yusuf : Saya kira ayah akan tetap bersabar sampai waktunya nanti boyong ke mari. Dan mengenai saudara-saudara kita itu akan saya buatkan suatu siasat, agar mereka tetap tidak menyadari perkara ini. Engkau nanti tinggal diam saja, meskipun dituduh sebagai pencuri. Ini adalah siasat mata-mata.
Sekarang pergilah menyusul saudara-saudara kita, dan berbuatlah seolah-olah tidak mengenal aku. (Benyamin keluar)
Hai pengawal. Masukkanlah piala ini kedalam karung Benyamin.
Awas jangan diketahui orang lain, harus sangat berhati-hati. Ini adalah rahasia. Tahukah engkau?
Pengawal : Saya, Paduka.
Zulaikha : Engkau pandai sekali, kanda.
Yusuf : Ini adalah satu siasat belaka. Untuk menyimpan suatu rahasia diperlukan adanya siasat, demikian pula untuk membongkar rahasia.
Zulaikha : Ini merupakan awal penyingkapan misteri kanda yang tak kunjung terungkap.
Yusuf : Pada saatnya, rahasia apapun pasti akan terungkap. Tetapi rahasia ini adalah suatu misteri yang diatur oleh Tuhan. Jadi, bukan buatanku.
Zulaikha : Justru itu menjadi amat indah. Sayapun tidak akan turut campur tangan dalam urusan Tuhan ini. Semuanya akan berjalan dengan wajar dan elok sekali.
Yusuf : Sebenarnya rahasia ini adalah merupakan sebagian dari rahasia hidup manusia sendiri, yang mengandung nilai-nilai manusiawi (masuk Yuda bersaudara)
Sudahkah kalian selesai dengan urusan pengambilan bahan pangan itu?
Yuda : Sudah, tuanku. Kami menghaturkan terima kasih dan mohon perkenan tuanku untuk terus pulang ke Kan’an.
Yusuf : Ya, saya izinkan. Berhati-hatilah dalam perjalanan.
Yuda : Sudah tuanku, kami berangkat sekarang.
Yusuf : Silahkan.
Hai pengawal, panggilah kembali mereka, ada pusaka hilang.
Pengawal : (menuju pintu keluar) Hai musafir, kembalilah! Hai musafir, kembalilah! Ayo kembali dahulu, kamu pencuri, ya?
(Yuda bersaudara masuk)
Yuda : Ada apa, tuanku? Sehingga kami dipanggil kembali?
Yusuf : Piala emas milik raja telah hilang. Itu barang pusaka yang bernilai tinggi.
Yuda : Akan tetapi kami tidak tahu-menahu, tuanku.
Yusuf : Boleh kamu membersihkan diri, tetapi akupun boleh mendakwa kaalian. Sekarang kembalilah pusaka itu. Nanti akan saya ganti dengan hadiah berupa bahan pangan sebeban unta dan saya jamin kebenarannya.
Yuda : Tuanku yang kami muliakan. Kami bersumpah demi Allah bahwa kami datang di sini bukan hendak membuat kekacauan di bumi ini, tidak hendak membikin kerusakan di dalam masyarakat.
Kami bukan pencuri dan kami adalah orang-orang yang jujur seperti tuanku ketahui.
Humarat : Ya, itu hak tuan untuk membela diri dari tuduhan. Tetapi bagaimana nanti kalau ternyata kamulah yang mencuri, apa hukumannya?
Rifalon : Oh, tuan. Sungguh kami merasa tidak enak mendengar tuduhan tuduhan tuan, yang seolah-olah sudah memastikan kami sebagai pencuri. Kami benar-benar tersinggung oleh tuduhan tuan ini.
Humarat : Kamu boleh mengemukakan macam-macam alasan untuk membela diri. Tetapi apakah kamu bersedia digeledah? Saya kira kalau kamu tidak merasa bersalah, kamu tidak akan berkeberatan digeledah.
Rifalon : Sebenarnya bukan pada tempatnya digeledah, sebab hal itu merupakan pelenggaran atas nama baik dan harga diri kami. Tetapi kalau benar-benar diperlukan dan tuan-tuan menghendaki, apa boleh buat, lakukanlah.
Humarat : Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi : apabila nanti ternyata kamulah adalah orang asng di sini?
Yuda : Terserah tuanku, hukuman apa yang akan diputuskan kepada kami, kami sama sekali tidak takut.
Yusuf : Sesuai dengan hukum yang berlaku di negeri kalian, maka orang yang terbukti mencuri, dihukum dengan dijadikan budak. Bagaimana pendapat kalian?
Rifalon : (kepada saudara-saudaranya) bagaimana, dapatkah kita terima?
Yuda : (bersama-sama yang lain) bisa diterima dengan catatan bahwa siapa yang kedapatan bukti maka dialah yang menerima hukumannya.
Yusuf : Baiklah, saya setuju. Sekarang kamu akan digeledah satu persatu, dimulai dari karung kepunyaan orang tertua.
(para petugas menggeledah dimulai dari karung milik Yuda)
Yuda : Kami akan menuntut ganti rugi atas pencemaran nama baik kami.
Humaret : Penggeledahan belum selesai, jangan keburu sesumbar.
(petugas mengeluarkan piala dari karung Benyamin)
Ha, inilah piala itu, mau bilang apa lagi?
Yusuf : Nah, bukti telah berbicara. Apalagi yang hendak kamu kemukakan?
Yuda : (kepada Benyamin) engkau anak celaka, Benyamin, membikin celaka kami semua. Engkau membikin malu kami malu semua saja. Buat apa piala kau curi? Pantas engkau, ya?
Tuan2, pantas saja Benyamin ini mencuri, sebab kakaknya dalulu yang bernama Yusuf juga mencuri.
Yusuf : Siapa? Kamu ini suka membawa-bawa nama orang lain yang tidak sangkut-pautnya, ya?
Benyamin : Dahulu kamu menganiaya sampai kakak saya, Yusuf hilang tak tentu rimbanya. Sekarang kamu menjelek-jelekkan namanya didepan orang-orang mulia.
Tuan-tuan, Yusuf kakak saya tidak pernah mencuri apapun. Ia dahulu mengambil patung emas dari kuil dan terus membuangnya, bukan untuk dimiliki, tetapi untuk mencegah orang banyak menyembah bunda, agar mereka kembali menyembah Allah yag menciptakan alam semesta.
Yuda : Kau pindah bicara untuk menutup-nutupi kesalahanmu saja, Benyamin.
Benyamin : Sesudah dahulu kamu menganiaya kakak Yusuf, sekarang akan kamu ulangi lagi dengan menganiaya adiknya?
Rifalon : Sebab terbukti engkau buat dosa mencuri mau apalagi?
Yusuf : Hai, apa? Kamu akan menjadi hakim di sini? Kaau menganggap diri kamu berkuasa di sini? Kamu menganggap sepi penguasa-penguasa di negeri ini? Sehingga kamu akan menetapkan hukuman kepada orang lain?
Ketahuilah wahai musafir dari Kan’an. Di sini ada pemerintahan yang sah dan mampu melaksanakan hukum.
Negeri ini adalah negara hukum, negara Undang-undang.
Ada badan tertentu yang berwenang melaksanakan hukuman, buka sembarangan orang meskipun berkedudukan tinggi, boleh sewenang-wenang menghukum orang lain.
Tak seorangpun meski orang asing dapat diperlakukan dengan sewenang-wenang tanpa ketentuan hukum oleh aparat hukum yang berwenang.
Kamu tak boleh dan taak pantas menjatuhkan hukuman, baik lisan maupun tulisan atau perbuatan. Kamu seharusnya diam saja, tanpa berbicara seenaknya saja. Itu berarti penghinaan sendiri terhadap kami, penguasa di sini. Apakah kamu menganggap dirimu lebih utama dan lebih berkuasa di sini daripada kami?
Kalian demikian halnya, kamu bisa dihukum mati di sini, berdasarkan undang-undang yang sah.
Ya, betul. Tetapi kami cukup bersabar dan lapang dada.
Dengarlah wahai musafir, kamu adalah tamu kami yang wajib dimuliakan. Maka hendaknya kamu sebaliknya menghormati kami sebagai tuan rumah di sini.
Nah, maka sekarang saya tetapkan sesuai dengan persetujuan yang disepakati, bahwa Benyamin dihukum dengan hukuman : jatuh sebagai budak kami sebagai pemilik barang yang dicuri.
Yuda : Wahai tuanku yang kami muliakan. Ampunilah segala kesalahan kami tadi. Kami menyesal atas sikap dan ucapan-ucapan kami yang kurang sopan dan tidak pada tempatnya.
Tuanku kepada kami, dari permulaan kami datang disini sampai sekarang. Maka kami tidak ragu lagi akan kemurahan tuanku sekal lagi, ialah agar sudi membebaskan Benyamin dari hukuman dan mengambil salah seorang atau dua orang dari kami untuk menggantikan Benyamin, berhubung Benyamin masih mempunyai bapa yang sudah lanjut usia dan sangat cinta kepadanya.
Yusuf : Allah! Lindungilah kami. Kami akan menghukum orang yang tak bersalah? Tidak, sekali-kali tidak. Apakah kami akan menjadi orang yang dianiaya? Tidak, sekali-kali tidak. Kami hanya menghukum orang yang terbukti kesalahannya.
Rifalon : Tuanku, kami telah membuktikan akan kebijakan tuanku yang amat tinggi. Maka perkenankan kami mengharap dengan segala kerendahan hati, akan kebijaksanaan tuanku dalam pelaksanaan hukuman ini, agar mengambil tiga atau empat orang dari kami sebagai ganti Benyamin, agar ia bebas kembali kepada ayahnya.
Yusuf : Jangan mencoba-coba mempengaruhi pelaksanaan hukum dengan dalih kebijaksanaan. Ketahuilah, hukum adalah kebijaksanaan paling tinggi yang ada pada manusia. Camkanlah.
(Yuda bersaudara berhimpun)
Yuda : Apa daya-upaya kita sekarang / kami telah mengikat janji dengan ayah melalui sumpah atas nama Allah, bahwa kita akan membawa pulang Benyamin dengan selamat. Lalu ternyata sekarang kita tidak bisa pulang bersama Benyamin. Padahal dahulu kita juga telah dipercayakan untuk pergi membawa Yusuf, lalu kita berbuat bengis dan kejam kepadanya. Sehingga ia hilang tersia-sia, sekarang terulang lagi, Benyamin tersia-sia di negeri orang sebagai budak, bagaimana ini?
Danil : Lebih baik kita tinggal di sini saja, jangan pulang, sampai ayah mendengar sendiri persoalan ini dan memberi izin kami pulang, atau biarlah kita mendapat hukuman Allah di sini, Hakim yang paling bijaksana. Bagaimana, setujukah kalian?
(mereka menyetujui pendapat Danil)
Tuanku yang kami muliakan, apabila tuanku tetap hendak menghukum Benyamin, maka kami ingin tetap tinggaal di sini saja sebab kami tidak bisa pulang kalau tidak bersama Benyamin. Biarlah ayah mendengar sendiri persoalan ini sehingga beliau mengizinkan kami pulang, atau biarlah kami mati di sini.
Yusuf : Tidak boleh. Kamu tidak boleh tinggal di sini lebih lama lagi, sebab itu melanggar ketentuan negara. Kalian harus segera meninggalkan negeri ini.
Danil : Tuanku, kami tidak bisa pulang sebab kami tidak bisa mempertanggung jawabkan masalah Benyamin ini kepada ayah.
Yusuf : Pulanglah kembali kepada ayahmu sekalian. Katakanlah kepada ayahmu apa adanya. Kamu harus berani mengatakan apa yang terjadi menurut apa yang kalian saksikan sendiri.
Benyamin telah berbuat mencuri piala raja. Kami tidak menyaksiakan hal itu kecuali menurut apa yang kami ketahui sendiri. Adapun apa yang tersembunyi dibalik semua persoalan itu kami tidak bisa mengetahuinya.
Bila ayah kalian belum percaya, mintalah beliau mencari keterangan dari orang-orang kufilah lain yang datang dari sini atau datang sendiri ke sini, untuk mencari keterangan dari penduduk di sekitar istana ini.
(Yuda bersaudara keluar)
Zulaikha, mari kita ajak beristirahat saudaraku ini,
mari Benyamin, dan tuan2 juga hendak beristirahat, bukan?
(semua keluar)

BABAK V
ADEGAN 4

(masuk Ya’kub dan Rachel)
Yusuf : Ada apa gerangan, mereka sampai terlambat datang. Mestinya sudah pulang kemarin dulu. Oh, kenapa perasaanku tidak enak?
Rachel : Saya rasa mereka hampir datang. Mari kita berdo’a saja Kanda, semoga anak-anak kita selamat semua tiba di rumah.
Ya’kub : Itu suara apa, tengoklah Rachel.
(Rachel keluar dan masuk kembali)
Siapa?
Rachel : Anak-anak kita, kanda. Itu mereka sedang menuju kemari.
Ya’kub : Syukur, alhamdulillah, aku mengharap-harap sampai mataku sakit begini. Pandanganku sudah sangat kabur, Rachel.
Rachel : Karena terlalu banyak mengeluarkan air mata kesedihan,
(masuk Yuda bersaudara)
Oh, selamat datang anak-anakku, kami sudah menanti-nanti kamu.
Ya’kub : Apa kabar, anak-anakku, selamat semuanya, bukan?
Rachel : Kenapa tidak bersama-sama kamu, apakah ia sakit atau kepayahan barangkali?
Rifalon : Benyamin mendapat halangan, ayah.
Ya’kub : (bersama Rachel) Ha? Halangan apa?
Kenapa ia sendiri yang kena halangan, bukan kamu semua?
Bukankah kamu sudah berjanji kepadaku dengan bersumpah kepada Allah bahwa kamu akan menjaga Benyamin dengan baiks dan membawa pulang dengan selamat kepadaku?
Danil : Sebenarnya begini, ayah. Benyamin telah melakukan perbuataan yang tidak senonoh lagi memalukaan kami semua.
Ya’kub : Berbuat yang tidak senonoh bagaimana ia, kenapa engkau biarkan saja ia melakukannya? Itu berarti kamu tidak menjaganya, bukan?
Danil : Benyamin melakukannya tanpa sepengetahuan kami.
Rachel : Kesalahan apa, wahai Danil?
Danil : Benyamin telah mencuri piala emas milik Raja.
Ya’kub : (bersama-sama Rachel) Ha? Benyamin mencuri? Tidak, tidak mungkin Benyamin mencuri.
Danil : Ayah-Bunda, kami semua ini menyaksikan dan melihat sendiri bahkan didalam karung Benyamin kedapatan piala emas milik Raja yang hilang.
Ya’kub : Lalu bagaimana?
Danil : Banyamin dijatuhi hukuman, menjadi budak Raja, pemilik piala emas itu.
Yuda : Ayah-bunda, kami telah berusaha sekuat tenaga dan membujuk-bujuk para pembesar kerajaan, agar mereka mau mengambil menjadi budak Raja, tiga atau empat orang dapat kami asal Benyamin dibebaskan dari hukuman. Namun apa hendak dikata, pembesar-pembesar kerajaan tidak mau menghukum orang yang tidak ada bukti kesalahannya. Maka sia-sialah usaha dan bujukan kami.
Mereka tetap menghukum Benyamin, menjadi Budak mereka.
Ya’kub : Kenapa mereka menghukum dengan perbudakan, padahal itu bukan hukuman negeri Mesir, tetapi hukum negeri Kan’an. Kalau benar Benyamin mencuri di Mesir, pasti akan dihukum dengan hukuman yang berlaku di negeri itu.
Tapi pasti perbuatan kami lagi, tipu muslihatmu sekalian.
Rachel : Saya tidak percaya Benyamin mencuri. Itu hanya buatan kamu belaka. Oh, Benyamin anakku, alangkah malang engkau.
Yuda : Kalau ayah-bunda tidak percaya kepada kami, cobalah mintakan keterangan kepada penduduk desa di tepi istana, atau kepada orang-orang kafilah yang sedang menuju kemari baru datang dari Mesir.
Ya’kub : Tidak ada gunanya, Rachel. Semuanya sudah terlanjur. Kita hanya dapat menempuh satu jalan saja, jalan yang paling indah ialah bersabar dan tabah.
Marilah kita berdoa semoga Allah mengembalikan kepada kita, anak-anakku, Benyamin dan Yusuf.
(membelakangi Yuda bersaudara)
Oh, teringat aku kepada Yusuf. Oh, alangkah sedih hatiku, mengenang Yusuf, mutiara, permata indah, sinar mataku.
Rachel, mataku, mataku tidak dapat melihat lagi, Rachel.
Rachel : Kanda, oh, kanda, mengapa, mata kanda merah sekali.
Ya’kub : Aku tidak dapat melihat lagi sekarang.
Rachel : Oh, kenapa?
Ya’kub : Yah, mungkin sudah tidak ada artinya lagi pandangan mataku ini. Mungkin aku lebih baik buta. Rachel, Oh, Yusuf.
Yuda : Wahai ayahanda, jangan keterlaluan ayah mengenang Yusuf. Demi Allah, jangan ayah terlalu membesar-besarkan persoalan Yusuf nanti ayah sendiri bisa cidera atau binasa karenanya.
Ya’kub : Aku tidak mengeluh kepada kamu, aku tidak mengaduh kepada kalau aku mengeluh dan mengaduh hanya kepada Allah semata-mata. Aku bisa mengerti atas petunjuk Allah, apa yang kamu tidak mengerti.
Ya’kub : Aku percaya kanda, aku percaya. Kata-katamu itu benar.
Ya’kub : Wahai anak-anak, keperintahkan kamu pergi lagi untuk mencari jejak Yusuf dan Benyamin. Carilah terus sampai ketemu. Jangan berputus asa dari kurnia Allah. Orang yang beriman tidak patut berputus asa dalam usaha mencari kurnia Allah. Sebab putus asa itu adalah sifat mental orang-orang kafir.
Rachel : Perhatikanlah anak-anakku perintah ayah kamu, camkanlah dalam kalbumu. Percayalah bahwa kata-kata ayah kamu adalah benar. Berkemas-kemaslah sekarang untuk berkelana mencari jejak saudara kamu Yusuf dan Benyamin.
Yuda : Akan kami cari Yusuf dan Benyamin, ayah-bunda. Mari saudara-saudaraku kita berkemas-kemas sekarang.
(Yuda bersaudara keluar)
Rachel : Perasaanku sendiri selalu membayangkan Yusuf masih hidup.
Ya’kub : Mudah-mudahan akan segera ketemu, Yusuf dan Benyamin.
Mari kita bersembahyang, Rachel, (mereka keluar)

BABAK V
ADEGAN 5
Di Mesir, di Istana Wazir.
(masuk Humarat dan Sanakar)
Humarat : Kita yang sebenarnya sudah bisa berbangga karena telah lama berkecimpung menjalankan tugas membantu Raja mengendalikan pemerintahan negara, ternyata masih sangat awam dalam seni pemerintahan negara dibandingkan dengan Yusuf yang dapat dikata anak kemarin sore. Bukankah begitu, tuan?
Sanakar : Kita tidak usah berkecil hati, tuan. Sebab kita ini bukanlah seniman-seniman pemerintahan negara, tetapi sekedar orang yang mencari hidup dengan bekerja sebagai petugas negara.
Sampai kapanpun kita ini tidak akan bisa menjelma sebagai seniman pemerintahan negara. Dengan istilaah lain, kita ni adalah pembuat dan penjual gambar di tepi jalan untuk mendapat sekedar uang untuk makan. Pekerjaan kita memang menggambar, hampir sama dengan sama dengan pelukis-pelukis kenamaan. Akan tetapi bedanya terlalu jauh. Bisa memahami lukisan saja tidak, apalagi berapresiasi, lebih-lebih menciptakan warna-warna indah, lukisan yang hidup dan bernilai universil, jauh sekali bahkan tidak mungkin.
Humarat : Yusuf ini bisa kita juluki seniman ulung, jika tidak mau di katakan seniman agung dalam bidang pemerintahan negara.
Coba bayangkan : bagaimana ia bisa menerapkan ide-ide modern dalam kekolotan birokrasi, dengan luwes dan manis. Bagaimana ia dapat mengatasi dengan mudah masalah kemakmuran rakyat dalam masa paceklik yang gawat. Bagaimana menaggulangi huru-hara dan kekacauan. Semuanya itu dapat diselesaikan dengan sistem baru yang mengagumkan sekali.
Sanakar : Beruntunglah kita di sini. Beruntunglah rakyat Mesir. Beruntunglah Raja Rianus, di saat-saat menghadapi krisis ekonomi yang mengancam keselematan negara, di saat-saat Raja menghadapi menurunya daya pikir dan daya kerja, ditemukanlah seniman besar ini.
Sesungguhnya tidak banyak seniman pemerintahaan yang sejati.
Kebanyakan mereka hanya secara kebetulan berkuasa, padahal tidak becus.
(masuk Yusuf diiringi pengawal dan Zulaikha)
Selamat pagi putera Mahkota.
Yusuf : Selamat pagi Humaret, selamat pagi tuan Sanakar. Apa kabar tuan-tuan?
Humaret : Sudah kami periksa semuanya tuan, keadaannya sangat memuaskan baik qualitas maupun quantitasnya.
Yusuf : Tidak ada kerusakan atau penyelewengan?
Humarat : Ada kerusakan tetapi sangat berarti. Penyelewengan tidak ada sama-sekali.
Yusuf : Tuan menerima laporan darimana? Oleh siapa?
Humaret : Dari Humaret, oleh saya sendiri, tuan.
Yusuf : Oh, ya? terima kasih. Begitulah seharusnya. Jangan hanya menunggu laporan sudah mengaku bekerja.
Bagaimana keadaan mental para pegawai, tuan Sanakar?
Sanakar : Masih cukup memuaskan, tuan. Ada sejumlah 30 orang pegawai yang kurang disiplin, sudah diadakan tindakan sesuai dengan peraturan, ialah pemecatan.
Yusuf : Apakah tuan Sanakar sudah cukup teliti dan merasa yakin dalam mengambil tindakan?
Sanakar : Itu mungkin sekali. Tetapi setelah mendapat informasi pertama, saya terus terjun di tengah-tengah masyarakat dan langsung menemukan fakta-fakta yang diperlukan.
Yusuf : Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini adalah bagaikan mara rantai satu sama lain saling terjalin dengan antara tertentu. Manakala kita sudah keliru pada mata rantai pertama, maka melesetlah pada mata rantai berikutnya, demikianlah seterusnya. Makanya kita harus teliti dan waspada. Tindakan kita harus tepat benar pada langkah pertama maka akan mudah menemukan kebenaran pada pekerjaan selanjutnya.
(pengawal masuk)
Pengawal : Serombongan orang--orang Kan’an akan menghadap, tuanku.
Yusuf : Bawalah menghadap kemari, (pengawal keluar)
Apakah ada perubahan angka pendatang dari luar negeri, tuan Humarat?
Humarat : Ada sedikit meningkat, tuan. Kira-kira 10% dari bulan lalu.
Yusuf : Jadi masih dua setengah persen dibawah rencana semula.
Humarat : Betul, tuan. Jadi masih ada sisa untuk cadangan tahun depan.
(masuk Yuda bersaudara)
Yusuf : Selamat datang di Negeri Mesir wahai musafir dari Kan’an.
Yuda : Selamat sejahtera wahai raja muda.
Yusuf : Apa kabar wahai musafir?
Yuda : Kabar perihatin tuanku. Kami datang untuk ketiga-kalinya di negeri tuan dalam keadaan yang sangat berbeda dari keadaan kami dahulu. Penderitaan di negeri kami terus bertambah hebat.
Kami hanya membawa barang2 penukar yang tidak seberapa jumlahnya. Tetapi kami mengharapkan agar tuanku bermurah hati memberi kami bahn pangan yang cukup, lagipula kami juga mengharap sedekah dari tuanku.
Percayalah tuanku bahwa Allah akan memberi pahala kepada orang orang yang dermawan.
Yusuf : Bagaimana keadaan ayah kamu di rumah?
Yuda : Ayah kami sedang berduka cita, dan menderita penyakit mata sampai buta, karena mengenang kedua saudara kami, Yusuf dan Benyamin.
Yusuf : Kasihan sekali orang tua kamu itu. Penderitaaannya bertumpuk-tumpuk.
Bencana kelaparan memang sedang meluas di mana-mana, juga termasuk negeri Kan’an. Mungkin disana lebih hebat dari di tempat lain.
Yuda : Kami juga diperintahkan ayah untuk mencari jejak Yusuf dan mengusahakan kebebasan Benyamin.
Zulaikha : Sudah berapa lama Yusuf terpisah dengan ayahnya?
Yuda : Sudah dua puluh lima tahun, tuan puteri.
Zulaikha : Oh, sudah lama sekali, ya? bagaimana orang yang sudah hilang selama 25 tahun masih diharapkan akan kembali?
Yuda : Kami sudah memperingatkan ayah kami untuk tidak mengingat-ingat Yusuf lagi dan Benyamin, tetapi ayah masih saja tetap mengharap-harap.
Yusuf : Saya menemukan sehelai surat berharga tentang jual beli seorang budak. Coba kenalilah barang kali bisa memberi petunjuk kepada kamu dimana Yusuf sekarang. Saya ambil duhulu.
(keluar dan masuk lagi memberikan sehelai surat kepada Yuda)
Benarkah surat ini, tidak palsu?
Yuda : Benar, tuanku. Saya yang membuatnya dan saya tidak khilaf.
Yusuf : Bagaimana kisahnya?
Yuda : Tuanku, kami mempunyai seorang budak yang melarikan diri, sesudah kami temukan, budak itu kami jual.
Yusuf : Hai, kamu adalah orang-orang jahat. Dari dahulu hingga sekarang masih tetap jahat. Kamu pantas mendapat hukuman yang sangat berat. Betulkah anak yang kamu jual itu badak kamu?
Danil : Sebenarnya anak itu buka budak kami, melainkan saudara kami sendiri, Yusuf, tuanku.
Yusuf : Masih ingatkah kamu apa yang kamu lakukan terhadap Yusuf dan Benyamin, adikmu sendiri?
Masih ingatkah kamu betapa sadisnya kamu memukuli Yusuf yang kamu bujuk pergi bertamasya?
Masih ingatkah kamu betapa kejamnya kamu membuang Yusuf di dalam sumur sendirian?
Masih ingatkah kamu bagaimana kamu dengan hati yang tidak kenal welas sedikitpun menjual Yusuf sebagai budak?
Danil : Oh, oh, oh, engkau, engkau, engkau Yusuf?
Yusuf : Ya, akulah Yusuf. Dan ini Benyamin saudaraku. Ingatkah kamu?
Yuda : Engkau Yusuf? Oh, Yusuf. Sungguh celaka kami. Kami adalah orang-orang jahat yang celaka. Dan engkau Yusuf adalah orang yang teramat mulia, seorang Raja muda yang berkuasa. Engkau orang yang dimuliakan Allah.
Yusuf : Semua itu adalah anugrah Allah semata. Barang siapa yang berbuat baik, taqwa kepada Tuhan dan bersabar, takkan sia-sia hari depannya.
Yuda : Wahai saudara kami, Yusuf, betapa besar dosa kami kepada engkau, sungguh tak terucapkan dengan kata daan penuh dosa.
Tidak ada hukuman berat macam apapun yang setimpal dengan berat kesalahan-kesalahan kami kepadamu, wahai Yusuf, Raja Muda yang Jaya. Kami telah insyaf bahwa kami tidak patut diberi maaf.
Ambillah keputusan sekarang untuk menghukum kami, kami akan menerimanya dengan rela, dan engkau wahai Raja Muda tidak akan dicela.
Yusuf : Dengarlah wahai saudara-saudaraku yang berhati hasud dan jumu. Aku akan akan mengambil keputusan untukmu, wahai budak2 iblis yang bengis. Terimalah keputusan nanti suka atau tidak suka, wahai permainan nafsu angkara-murka yang celaka.
Ketahuilah bahwa kamu telah menempuh jalan yang keliru dan sesat, bahwa hasud dengki tidak akan mendapat senang dan ni’mat tetapi pasti akan menerima kutuk dan laknat.
Ketahuilah bahwa orang yang sabar menghadapi kesulitan dan tabah, akan mendapat pertolongan, kemenangan dan kejayaan yang selalu bertambah.
Ketahuilah bahwa kemuliaan, yang telah ditetapkan Allah takkan bisa dielakkan.
Aku telah mendengar pengakuanmu yang membangkitkan bulu roma.
Aku telah melihat dosa-dosa kamu yang seberat gunung Tursina.
Aku akan berlari sekencang kuda sembarani
Aku akan bercuci tangan dengan air sungai
Agar jauh dari noda
Agar bersih dari dosa
Dengarlah keputusan ini :
Pada hari ini aku mengampuni kamu. Hilanglah sudah segala kesalahan dan celaan kepada kamu.
La-tatari-bu el yaum,
Kiranya Allah berkenan mengampuni kamu,
Dialah Maha Penyayang dari segala orang2 pemurah.
(Yuda bersaudara berebutan memeluk Yusuf)
Danil : Engkau telah memperoleh kenikmatan yang amat besar, kedudukan yang teramat tinggi, derajat yang sangat mulia, kewibawaan yang menggetarkan jiwa.
Dan hari ini engaku ternyata telah memperoleh kenikmatan dan kemenangan yang jauh lebih besar, kedudukan yang lebih tinggi, derajat yang lebih mulia dan kewibawaan yang lebih menggetarkan jiwa dimata kami semua.
Yusuf : Tak mengapalah saudara-saudaraku,
Sesudah kamu menemukan Yusuf hari ini,
Setelah kamu mengetahui keadaanku disini,
Maka boyonglah ke negeri ini, ayah-bunda, saudara-saudara dan semua sanak-famili.
Berangkatlah segera, pulang ke Kan’an, bawalah bajuku ini, dan tutupkan pada wajah ayahku. Insya Allah akan sembuh bisa melihat kembali. Mari kita antarkan.
(mereka keluar)


BABAK V
ADEGAN 6

Di Kan’an, di halaman rumah Ya’kub.
(masuk Ya’kub bertongkat)
Ya’kub : Rachel, Rachel, Rachel.
(masuk Rachel)
Rachel : Ya, ada apa kanda?
Ya’kub : Aku mencium bau Yusuf, Rachel, oh, harumnya.
(masuk beberapa orang)
Ini jelas bau anakku Yusuf, aku tidak khilaf lagi, oh, harumnya. Harum sekali.
Orang2 : Sedang menghirup-hirup apa engkau?
Ya’kub : Aku mencium bau Yusuf, aku tidak khilaf lagi, semakin harum.
Orang2 : Ya’kub, coba tenang sebentar. Jangan menghayal jauh-jauh. Tenangkan pikiranmu. Aku berani bersumpah demi Allah, pikiranmu tersesat pada khayalan lama.
Rachel : Kamu tidak usah turut campur dalam perkara ini.
Ya’kub : Rachel, pergilah ke jalan, tengoklah barangkali anak-anakku datang.
Rachel : Akan saya tengok, (keluar)
Orang-orang : (mengejek) Mudah-mudahan Yusuf pulang membawa banyak uang, (keluar)
Ya’kub : Dan lebih utama lagi daripada itu,
(masuk Rachel)
Rachel : Benar engkau, itu anak-anak kita pulang.
Ya’kub : Oh Tuhan, engkau Maha Kuasa, Engkau Maha Mendengar, Maha Terpuji, Engkau wahai Tuhan.
(masuk Yuda bersaudara)
Oh, selamat semua, anak-anakku? Aku telah mencium bau Yusuf.
Saya kira Yusuf telah kamu ketemukan, dimana dia? Kenapa tidak kamu ajak serta sekarang?
Rachel : Apa kabar anak-anakku, selamat dalam perjalanan, bukan ?
Adakah sudah kamu ketahui jejak Yusuf ? Bagaimana keadaan Benyamin sekarang ?
Yuda : Ayah-buda, kami membawa kabar yang sangat menggembirakan.
Ya'kub : Oh ya ? berita apa itu, tentang Yusuf dan Benyamin, benarkah demikian ? Aku sedang mencium baunya.
Yuda : Kami dahulu telah membawa baju Yusuf yang penuh berlumpuran darah dan dosa kami semua, maka sekarang kami membawa Baju Yusuf yang jaya dan dapat menghidupkan sinar cahaya mata. Maafkah ayah, ini bajunya (menutupkan baju Yusuf pada wajah Ya'kub).
Ya'kub : (merapatkan baju itu lekat pada wajahnya sampai beberapa saat, kemudian membukanya, ternyata matanya sudah sembuh). Oh, indah sekali sabar itu memang. Oh, Tuhan, Maha Besar, Engkau Maha Terpuji Engkau. Mataku sudah sembuh, sudah dapat melihat, Rachel.
Rachel : Oh, benarkah engkau sudah sembuh ? Oh Tuhan, Maha Terpuji. Engkau beanr-benar ajaib. Benarkah itu baju Yusuf, Yuda ?
Ya'kub : Pasti benar Rachel, aku tidak khilaf lagi. Tetapi di mana Yusuf sekarang ? kenapa tidak kamu ajak serta bersama Benyamin ?
Yuda : Ayah-handa lebih bergembiran lagi mendengar berita selanjutnya.
Ya'kub : Ceritakan lekas, supaya aku mendengar.
Danil : Yusuf kami jumpai menjadi seorang yang terhormat, ayah-bunda.
Rachel : Menjadi orang solikh yang tersohor.
Danil : Ya, dan lebih dari itu. Ia menjadi orang yang mulia.
Ya'kub : Menjadi orang kaya, maksudmu ?
Danil : Betul, bunda. Tetapi masih lebih besar lagi daripada seseorang kepala kaum atau imam jama'ah.
Ya'kub : Seorang pembesar yang berkedudukan tinggi, begitu maksudmu ?
Danil : Masih di atasnya lagi, ayah.
Ya'kub : Katakan yang jelas. Danil. Katakanlah, aku sudah ingin mendengarnya.
Danil : Dengarkan baik-baik, ayah buda
Ya'kub : Sudah kukatakan tadi. Katakanlah sekarang.
Danil : Di Mesir ada seorang penguasa tinggi pemerintah negara yang sangat bijaksana dan cakap. Namanya telah tersohor di seluruh negeri karena sifat welasnya kepada rakyat. Keadilan dan kemakmuran di negerinya diselenggarakan dengan baik sekali. Penguasa tinggi itu berkedudukan sebagai Raja Muda dan mempunyai jabatan Wazir Besar. Orangnya masih muda belia, tampan rupawan. Dia itulah Yusuf.
Ya'kub : (bersama Rachel) Ha ?Yusuf ? Yusuf menjadi Raja Muda, Wazir Besar Mesir ?
Oh Tuhan, Engkau Maha Besar. Engkau telah menyempurnakan nikmat untuk anakku, Yusuf.
Rachel : Sungguh ajaib kisah ini. Seorang anak yang telah hilang 25 tahun, tiba-tiba dijumpai sudah menjadi seorang Raja Muda yang kesohor kebaikannya. Sungguh ajaih kisah Yusuf ini.
Ya'kub : Aku sebelumnya memang sudha mengatakan kepada kamu bahwa aku telah mengerti karena hidayah Tuhan, hal-hal yang kamu tidak mengetahuinya. Sabar memang elok sekali.
Yuda : Wahai ayah, kami anak-anak ayah ini adalah orang-orang yang penuh dosa dan noda. Kami anak-anak ayah ini adalah orang-oraing jahat dan aniaya. Kami telah menyadari itu semua dan menginsafi sedalam-dalamnya. Wahai ayah, mohonkanlah ampunan Allah atas dosa-dosa kami semua, atas kejahatan dan aniya kami semua,
Ya’kub : Wahai anak-anakku, kamu telah berbuat dosa yang amat keji. Kamu telah berlaku kasar dan sangat benci. Tetapi kamu kini menyadari, telah menginsafi. Maka akan kumintakan ampunan Allah atas dosa-dosa kamu. Dialah sesungguhnya maha pengampun dan maha kasih.
Yuda : Ayah-buda, Yusuf telah meminta agar seluruh keluarga Ya’kub hijrah ke Mesir, menetap bersama Yusuf di sana.
Ya’kub : Benarkah demikian
Yuda : Benar, ayah.
Ya’kub : Kalau begitu, marilah kita adakan persiapan sekarang juga untuk hijrat, boyong ke Mesir, tinggal di sisi anakku, Yusuf dan Benyamin. Marilah Rachel, marilah anak-anaku kita bersiap-siap sekarang.
(mereka keluar)



BABAK V
ADEGAN 7

Di Mesir, di istana Wazir
(masuk Yusuf, Zulaika, dan dua orang Baranaz dan Luthan)
Yusuf : Sudahkan engkau selesai dengan gambar bendungan itu, Baranaz ?
Baranaz : Bagian utamanya sudah selesai, tuan. Inilah gambarnya, (memberikan gambar kepada Yusuf yang diteliti).
Yusuf : Sudahkah diadakan penelitian dan percobaan, Baranaz, dan bagaimana hasilnya ?
Baranaz : Sudahm tuan dan hasilnya cukup memuaskan.
Yusuf : Bagian sayap utamanya supaya diselesaikan. Sebab pelaksanaannya akan segera dimulai, agar siap beroperasi menjelang musim hujan.
Baranaz : bagian-bagian yang lain sedang dalam penyelesaian, tuan. Tinggala menanti hasil penelitian di tempat untuk menyelesaian detail.
Yusuf : Bagaimana dan sampai dimana persiapan jalan-jalan saluran air, Luthan.
Luthan : Pemetaan dan opname sudah selesai seluruhnya, tuan. Penggalain sudah berjalan sampai 25 persen.
Yusuf : Bagaimana pembagian jaminan dan pembayaran kepada para pekerja. Apakah sudah berjalan lancar. Apakah sudah cukup memenuhi kebutuhuan mereka ? Apakah mereka tidak mengeluh ?
Luthan : Masih ada gangguan dalam kelancaran pembagian, tuan. Mereka masih sering mengeluh atas keterlambatan-keterlambatan.
Yusuf : Ya, memang masih ada hambata-hambatan di bidang pengangkutan. Itu tugas Humaret. Tetapi sudah diadakan perbaikan-perbaikan selekasnya. Yang paling penting adakah sudah ada tanda-tanda bahwa mereka merasa diperlakukan secara adil. Itulah yang menjadi ukuran utama dari benar atau tidak benar program pemerintah. Kita jangan puas dengan angka-angka, sebab angka itu hanya menunjukkan kulit belaka. Tetapi kita harus mengetahui hubungan angka itu dengan manusia. Barulah dapat diketahui benar atau tidak benarnya.
Tugasmu adalah merupakan inti daripada program pemerintah. Sebab itu menyangkut nasib rakyat banyak. Formnya memang seolah-olah tugas sampingan saja. Hak dan nasib rakyat memang sering dianggap sampingan dari pada pemerintahan ngara. Yang dianggap penting biasanya hanya soal-soal yang menyangkut kepentingan orang-orang besar, tanda-tanda jasa, hak-hak pensiun dan sebagainya. Tetapi nasib fakir miskin, yatim piatu, penderita cacat, yang banyak sekali jumlahnya tidak dianggap hal yang memusingkan. (masuk pengawal)
Pengawal : Ada rombonagan besar dai Kan’an, paduka.
Yusuf : Oh, inilah kiranya ayah dan ibuku bersama-sama saudara-saudaraku, Zulaikha. Aku akan menjemputnya.
Zulaikha : Bersama saya, kanda ?
Yusuf : Engkau tinggal saja di sini. Sambutlah nanti di sini. Aku akan menjemputnya sekarang.
(keluar bersama pengawal)
Zulaikha : Inilah saat yang kunanti-nantikan, tuan-tuan. Satu rahasia besar dari kehidupan seorang besar akan tersingkap.
Baranaz : Rahasia besar apakah gerangan, tuan puteri ?
Zulaikha : Saya baru mengetahui seabgian kecil saja. Nanti tuanpun akan mengetahuinya bersama-sama. Aku ingin agar Benyamin, Sanakr dan Humaret turut hadir di sini. Dapatkah saya minta tolong kepada tuan untuk memanggil mereka di balai istana mdua sebelah ini ?
Baranaz : Dengan segala senang hati, tentu. Sekarang juga, bukan ?
(Baranaz keluar)
Zulaikha : Ya, tuan Luthan bersama saya sebagai penerimaan tamu agung. Saya kira tuan tidak akan canggung.
Luthan : Saya memang belum pernah melakukannya, tetapi saya kria saya tidak begitu canggung dibuatnya.
Zulaikha : Tak mengapa, tuan. Berlakulah dengan wajar. Sebab memang sejak semula perkara ini berjalan dengan wajar, tanpa dibuat-buat.
(Baranaz, Benyamin, Sanakar dan Humaert masuk)
Cepat benar tuan Baranaz